US basketball

Cerita di balik pertemuan Jokowi dan Anis Migrant Care

Uni Lubis

This is AI generated summarization, which may have errors. For context, always refer to the full article.

Cerita di balik pertemuan Jokowi dan Anis Migrant Care
Ada nada gemas dalam suara Jokowi, yang menyoal mengapa semua baru ribut-ribut setelah dia menolak grasi.

JAKARTA, Indonesia — Direktur Migrant Care Anis Hidayah sedang berada hampir 800 kilometer jauhnya dari Istana Negara di ibu kota Jakarta. Tepatnya di kota Jember, Jawa Timur.

Tapi sebuah dering telepon dari seorang staf khusus presiden memecah suasana pada Senin malam, 27 April. Ia tak jadi mengantuk. 

Staf khusus Sekretaris Kabinet Teten Masduki lah yang pertama kali menghubunginya. Teten meminta Anis bergegas terbang ke Jakarta karena Presiden Joko “Jokowi” Widodo ingin bertemu dengannya pada Selasa, 23 April. Waktu pun telah dijadwalkan, pukul 12:30 siang.  

“Waduh. Sudah malam. Bingung saya. Buru-buru cari tiket kereta api pukul 12:30 ke Surabaya,” kata Anis pada Rappler, Rabu, 29 April. 

Anis memutar otak. Intinya dia harus sampai di Istana Negara pukul 11 siang. 

Namun Anis sedang beruntung. Ia mendapatkan tiket kereta ke Surabaya tengah malam itu, dan kemudian langsung menuju bandara keesokan pagi harinya. 

Sampai di Jakarta, Anis tak sempat mandi, dan langsung bergegas menuju Istana dan menemui para staf khusus, antara lain Teten Masduki, Jaleswari Pramodhani, dan Alex Lay. 

Tanpa basa-basi, para staf pun mengajak Anis berdiskusi soal perkembangan kasus Mary jane dan persiapan peringatan Hari Buruh pada 1 Mei nanti. 

Anis tak sendiri, organisasi buruh lain juga diundang. Ada lain konfederasi buruh, KSBI, KSPI, dan KSPSI. 

Tepat pukul 12:30, Anis dan wakil buruh bertemu dengan Presiden Jokowi. Presiden didampingi oleh Menteri Tenaga Kerja Hanif Dhakiri, Sekretaris Kabinet Andi Wijayanto, dan staf khusus presiden, serta Menteri Sekretaris Negara Pratikno.  

Reaksi Jokowi 

“Mbak Anis bela Mary Jane ya?” ucap Presiden Jokowi begitu melihat Anis masuk ruangan rapat. Anis mengangguk. 

Ia mulai menuturkan kronologi dan temuan-temuan organisasi buruh baik di dalam maupun luar negeri. 

Termasuk perkembangan kasus Mary Jane Veloso di Filipina. Salah satunya adalah cerita tentang Maria Kristina Sergio, perempuan yang diduga merekrut Mary Jane, yang menyerahkan diri pada polisi beberapa hari lalu.  

(BACA: Perekrut Mary Jane serahkan diri ke polisi

Anis melanjutkan ceritanya dengan menyebut nama Siti Zaenab, Tenaga Kerja asal Indonesia (TKI) yang menjadi korban penyiksaan majikannya di Arab Saudi. 

Anis lah yang melakukan advokasi untuk Zaenab. Anis juga yang mendampingi keluarga Zaenab selama bertahun-tahun. 

 “Waktu menceritakan Zaenab yang akhirnya dieksekusi mati, saya menangis. Saya terdiam lama. Pak Jokowi juga terdiam,” tuturnya. 

Anis kemudian memberanikan diri bertanya pada Presiden Jokowi, “Bagaimana kalau Mary Jane juga korban, Pak?”

Anis selanjutnya membeberkan hasil pengumpulan fakta di lapangan dari berbagai organisasi lembaga swadaya masyarakat, seperti Komisi Nasional Perempuan. 

“Ini bukan cerita karangan pak. Banyak kasus yang serupa,” katanya. 

Jokowi merenung. Lantas mulai bicara tentang angka-angka Badan Narkotika Nasional (BNN) soal korban narkoba.

Ada nada gemas dalam suara Jokowi, yang menyoal mengapa semua baru ribut-ribut setelah dia menolak grasi. Jokowi juga menyinggung soal penghormatan terhadap hukum.  

“Pak Jokowi agak emosional. Bukan marah sih. Mungkin gemas. Karena dia sudah terlanjur tanda tangan menolak grasi Mary Jane,” tutur Anis. 

Mary Jane Fiesta Veloso, warga Filipina yang divonis mati menangis di persidangan, Sleman, 3 Maret 2015. Foto oleh Bimo Satrio/EPA

Pembicaraan sambil makan siang itu lantas beralih ke desain acara Hari Buruh. Anis menyampaikan pentingnya memastikan jaminan perlindungan hukum bagi buruh migran yang rentan terancam hukuman mati, dan dieksekusi.

Tidak ada janji apa-apa dari pertemuan itu. Tapi sore harinya Anis mendapat kabar bahwa Jokowi menggelar rapat khusus terkait eksekusi terpidana narkoba termasuk Mary Jane. 

“Saya mendapat setitik harapan. Tapi rasanya ya up and down. Apalagi Jaksa Agung malah bilang eksekusi terus jalan,” kata Anis. 

Semalam, Anis mendapat informasi bahwa Presiden Filipina meminta pemerintah Indonesia menunda eksekusi Mary Jane dengan alasan tengah menyelidiki sang perekrut. 

“Menurut saya masukan dan upaya bersama semua pihak, termasuk dukungan global terhadap kasus Mary Jane membuat Presiden Jokowi akhirnya menyetujui penundaan eksekusi Mary Jane,” kata Anis.

Tergugah aktivis HAM?

Menteri Sekretaris Negara Pratikno punya versi sendiri. Menurutnya, seperti dilansir situs Sekretariat Kabinet, keputusan menunda hukuman mati Mary Jane Veloso diambil setelah Presiden mendapat laporan mengenai proses hukum yang sedang berjalan di Filipina. 

Selain itu, kata Prasetyo, Presiden Jokowi juga menampung protes dari aktivis buruh migran.

“Presiden Jokowi mendengar dan memperhatikan suara para aktivis kemanusiaan yang terus menemaninya dalam menjalankan tugas konstitusionalnya,” kata Pratikno. —dengan laporan dari Febriana Firdaus/Rappler.com

Add a comment

Sort by

There are no comments yet. Add your comment to start the conversation.

Summarize this article with AI

How does this make you feel?

Loading
Download the Rappler App!