Masalah cinta yang membuat bangkrut: Kisah 4 wanita

Brigida-Alexandra Marcella

This is AI generated summarization, which may have errors. For context, always refer to the full article.

Masalah cinta yang membuat bangkrut: Kisah 4 wanita
Empat wanita berbagi pengalaman pahit mereka, dengan harapan lebih banyak wanita bisa belajar dari sakit hati mereka.

Banyak yang bilang, jatuh cinta berjuta rasanya. Tapi, benarkah demikian?

Empat wanita berbagi pengalaman pahit mereka, dengan harapan lebih banyak wanita bisa belajar dari sakit hati mereka.

Kecantikan yang menguras rekening bank

Bagi Alya, pacar adalah sosok yang sulit dicari. Ia pertama kali berpacaran di usia 22 tahun, tak lama setelah lulus kuliah dan mulai menjalani magang. “Sebelumnya, aku bukan orang yang peduli penampilan. Beli baju sih suka, tapi kalau sampai beli makeup dan dipakai tebal-tebal atau perawatan mah nggak,” katanya kepada LiveOlive.

Kehadiran seorang pacar membuat segalanya berbeda.

Entah mengapa, ia tiba-tiba merasa wajib untuk tampil lebih cantik, lebih trendi, lebih sophisticated.

“Rasanya ada semangat saja untuk tampil lebih baik, hitung-hitung menyenangkan pacar,” ujar Alya, yang bahkan mengambil beberapa kursus make-up untuk mempercantik diri. “Semua alat make-up itu sudah standar tukang make-up profesional. Akhirnya tidak terpakai semua karena banyak yang kurang cocok,” ungkapnya.

Ia jadi ketagihan untuk “meningkatkan” penampilannya. “Ingin tampil cantik terus, akhirnya saya mulai coba perawatan ini-itu,” akunya lagi. 

Wanita yang bekerja sebagai akuntan di perusahaan swasta ini mengaku bisa menghabiskan lebih dari setengah gajinya untuk perawatan kulit, spa, hingga biaya salon untuk sekedar cuci blow saja.

“Ketika putus, baru sadar… bahkan nyaris tinggal Rp 50.000 di tabungan,” katanya.

Mengabaikan sinyal-sinyal jelek

Ketika berkenalan dengan calon pacar, tidak ada salahnya jika Anda melakukan sedikit background check, entah itu dengan teman-teman atau bahkan keluarganya. Renata, yang ketika itu berusia 21 tahun, tidak akan menyangka jika cerita derita pacarnya ketika itu hanyalah rekayasa.

“Bulan-bulan pertama pacaran itu normal sekali,” ceritanya. Renata yang memiliki usaha butik online sudah cukup mandiri secara finansial di usia muda. Mantan pacarnya tahu betul akan hal itu. “He knows how much I earned karena kita memang terbuka mengenai kondisi finansial masing-masing,” katanya.

Masalah dimulai dari kebiasaan meminjamkan uang dalam jumlah kecil hingga mengganti ponsel sang mantan yang rusak. Kemudian, hal-hal bertambah besar. Suatu hari, pria tersebut meminjam sejumlah besar uang dari seseorang dan tidak bisa mengembalikannya, sehingga Renata harus meminjam uang dari teman-temannya untuk “menebus” si pacar dari kasus yang menahannya di kepolisian. Semua kebohongan terbongkar ketika salah satu keluarga pria tersebut menelpon Renata.

“Keluarganya berhasil suruh dia pulang dan membuat surat pernyataan bahwa dia akan mengganti utang-utangnya akhir bulan,” kenangnya. Tapi tentu saja, tak sepeser utang yang dibayarkan. “Before the month ends, he ran away!”

Begitu putus, Renata akhirnya mengetahui jika ia bukan satu-satunya korban mantan pacarnya itu.

Percaya terlalu banyak, terlalu cepat

Berbagi kepemilikan pribadi seperti rekening bank, kartu ATM dan kartu kredit bisa mendatangkan masalah bagi Anda. Simak pengakuan Natalie yang pernah meminjamkan kartu kredit ke mantan pacarnya beberapa tahun lalu.

“Aku saat itu masih naif dan bodoh, jadi percaya saja. Rupanya ini awal malapetaka, karena begitu tahu kartu kredit bisa berpindah tangan, aksinya mulai dan aku dibutakan cinta,” ceritanya.

Tak hanya itu, setiap kali kencan, pacarnya selalu minta dibayari. “Bilangnya pinjam, tapi tidak pernah dibayar… karena waktu itu aku tergolong mapan dan sudah cinta sekali jadi ya tidak masalah.”

Sayangnya, Natalie memilih bertahan dengan keadaan yang semakin memburuk. Ia terus memaafkan sang pujaan hati dan menutup mata, hingga ketika debt collector mulai berdatangan.

Setelah berhasil kabur dari mantan pacarnya, ia butuh sekitar dua tahun untuk berhasil membayar semua kerugian yang mencapai Rp 50 juta – termasuk mengambil kembali sebuah motor yang ia belikan untuk sang mantan.

Hura-hura setelah putus cinta

Teman-teman Caroline mungkin hanya berniat menghibur ketika ia putus dari pacar masa kecilnya – sebulan sebelum pernikahan.

Tak hanya kehilangan orang yang dipacarinya selama sembilan tahun, ia juga harus merelakan uang muka yang dibayarkannya untuk sewa gedung pernikahan.

Untungnya, Caroline mempunyai teman-teman baik yang mengajaknya pergi bersama dan melupakan patah hati. Tapi, sayangnya ia menjadi terbiasa dikelilingi oleh “tim penggembira”nya.

“Saya membayari lima teman untuk menginap di luar kota,” cerita Caroline. “Semenjak kejadian aku nggak jadi menikah, teman lebih sering mengajak pergi untuk makan di luar atau shopping bareng.”

Selama 4-5 bulan berikutnya, ia meneruskan perilaku konsumtif tersebut. “Sering nongkrong di luar sama teman-teman kok tidak berasa tiba-tiba kartu kredit saya kena limit. Padahal tabungan sudah banyak terkuras untuk biaya DP (pesta pernikahan),” ujarnya.

Pengalaman-pengalaman serupa bisa terjadi pada siapa saja, di mana saja. 

Memang, jatuh cinta adalah perasaan terbaik yang bisa Anda alami. Tapi, di saat semua nampak indah, Anda seringkali perlu menjaga logika dan akal sehat untuk memastikan agar Anda tidak membuat kesalahan-kesalahan yang fatal atas nama cinta – terutama yang bisa membahayakan kondisi keuangan Anda. —Rappler.com 

Tips di atas berasal dari LiveOlive, sebuah situs yang membekali perempuan Indonesia dalam hal pengelolaan keuangan pribadi

Add a comment

Sort by

There are no comments yet. Add your comment to start the conversation.

Summarize this article with AI

How does this make you feel?

Loading
Download the Rappler App!