Wajarkah apartemen kena pajak barang mewah?

Haryo Wisanggeni

This is AI generated summarization, which may have errors. For context, always refer to the full article.

Wajarkah apartemen kena pajak barang mewah?

EPA

Alih-alih menilai PPnBM berdasarkan luas apartemen, pemerintah berencana menggantinya dengan nilai apartemen

JAKARTA, Indonesia — Kalau kamu tinggal di apartemen seharga lebih dari Rp 2 miliar, kamu segera akan menghadapi kemungkinan pengeluaran tambahan. Sebabnya, pemerintah berencana mengenakan pajak barang mewah (PPnBM) pada apartemen di atas nilai tersebut. 

Bila kamu hanya menyewa, bisa jadi harga sewa yang harus dibayarkan pada pemilik akan naik. Bila sedang mencicil, maka kemungkinan cicilan bulanan akan lebih tinggi. 

Upaya ekstensifikasi pajak

Kasubdit Humas Direktorat Jenderal Pajak Ani Natalia menyatakan bahwa saat ini pihaknya memang tengah menggodok kebijakan ini sebagai bagian dari upaya ekstensifikasi penerimaan pajak.

“Sebelumnya kan batasnya hanya luas (150m2), nah sekarang kita pertimbangkan untuk juga memperhitungkan harganya. Ini kan harus kita kaji di mana kita bisa ambil pajak,” kata Ani.

Lebih jauh Ani memaparkan bahwa harga dinilai sebagai indikator yang lebih valid. “Kalau bicara luas, itu ada apartemen yang punya selasar atau teras, apa itu termasuk dalam luasnya? Bagaimana pajaknya,” ujar Ani.

Analis Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) Imaduddin Abdullah menilai bahwa upaya ekstensifikasi pajak tidak bisa dihindari karena tingginya target penerimaan pajak yang dibebankan pemerintah kepada DJP.

Imaduddin juga setuju bila apartemen berharga di atas Rp 2 miliar menjadi targetnya. “Multiplier effect-nya tidak besar kalau apartemen, jadi saya setuju. Akan berbeda misalnya kalau yang ditambah beban pajaknya adalah bahan bakar. Biaya logistik akan meningkat, harga akan naik dan laju perekonomian akan terhambat,” kata Imaduddin.

Pengembang keberatan

Rencana pemerintah untuk mengenakn PPnBM tersebut menuai protes dari pengembang. Handa Sulaiman, Direktur Eksekutif Cushman & Wakefield Indonesia, misalnya mengatakan kepada media bahwa harga Rp 2 miliar untuk penjualan unit apartemen atau kondominium seharusnya tidak masuk dalam kategori mewah, melainkan menengah.

Dalam kesempatan lain, Head of Advisory Jones Lang LaSalle, Vivin Harsanto, mengungkapkan potensi penurunan angka penjualan apartemen berharga di atas Rp2 miliar oleh perusahaannya akibat kebijakan ini.

“Pasar kita banyak yang besar di Rp 2 miliar. Kalau diimplementasikan, dampaknya cukup besar. Saya estimasi 30%-40% akan berkurang (angka penjualan). Karena memang itu pasar yang cukup gemuk,” kata Vivin sebagaimana dikutip oleh media.

Imaduddin punya saran untuk para pengembang yang keberatan dengan kebijakan pengenaan PPnBM untuk apartemen di atas Rp2 miliar.

“Kalau dirasa prospek pasar di sana berkurang, cobalah untuk beralih ke segmen menengah ke bawah. Di sana permintaannya ada banyak tapi tidak ada pengembangnya. Selama ini hanya mengandalkan Perumnas, dan itu tidak cukup,” katanya.

Tanggapan masyarakat

Ella, seorang mahasiswa pasca sarjana dan ibu rumah tangga berpendapat bahwa semakin luasnya objek PPnBM adalah kebijakan yang kurang adil.

“Orang yang dikategorikan the have itu pada dasarnya pengeluaran mereka sudah besar, dari pajak penghasilannya misalnya. Sekarang bertambah lagi,” kata Ella.

Sementara itu Iman Sjafei, seorang direktur strategis di sebuah perusahaan kreatif menilai wajar saja bila properti yang harganya di atas Rp2 miliar dikategorikan mewah sehingga menjadi obyek PPnBM.

“Mewah itu,” kata Iman singkat.

Senada dengan Iman, Nikki, seorang pengusaha biro perjalanan juga menganggap bahwa nilai di atas Rp2 miliar untuk sebuah apartemen layak dikenai PPnBM.

“Dengan harga segitu ya pantas lah kalau dikenakan pajak untuk barang mewah,” kata Nikki — Rappler.com

 

Add a comment

Sort by

There are no comments yet. Add your comment to start the conversation.

Summarize this article with AI

How does this make you feel?

Loading
Download the Rappler App!