Apakah Barcelona benar-benar tak terhentikan?

Ahmad Santoso

This is AI generated summarization, which may have errors. For context, always refer to the full article.

Apakah Barcelona benar-benar tak terhentikan?
Barcelona dijagokan memenangi laga puncak Liga Champions. Mereka terlalu superior bagi lawannya, Juventus.

JAKARTA, Indonesia — Untuk menerka taktik Barcelona di final Liga Champions, Minggu 7 Juni 2015, pukul 1.30 WIB dini hari, kita bisa melihat kesempurnaan permainan mereka saat mengandaskan Atletico Bilbao di Copa del Rey alias Final Piala Raja, akhir pekan lalu. Kemenangan 3-1 atas Bilbao jadi penegas bahwa Barca bisa bermain individu maupun tim.

Satu gol cantik Messi di babak pertama murni berkat kemampuan individu. Lain hal dengan gol kedua dan ketiga yang diinisiasi lewat kerja sama tiki-taka yang membingungkan lawan.

“Ketika pemain-pemain berkualitas Barcelona lainnya mampu menyokong dan mendukung Messi, maka terciptalah sebuah tontonan yang begitu menarik,” ujar sang pelatih Luis Enrique.

Ada kesamaan antara Atletico Bilbao dan Juventus dalam soal taktik. Kala itu Bilbao memakai formasi 4-4-2/​​4-4-1-1 dengan menumpuk banyak pemain ke tengah dan memaksa bola dialirkan ke arah sayap. 

Pemakaian suffaco alias penyerang yang diplot untuk bertahan dicoba oleh Bilbao dengan memplot second striker Inaki Williams menekan Sergio Busquets. Hal serupa mungkin akan dilakukan oleh dua striker Juve Alvaro Morata atau Carloz Tevez di laga malam nanti.

Juve bisa belajar dari Bilbao untuk menghentikan Messi. Kala itu Bilbao menjauhkan fullback Barca Daniel Alves dan Messi.

Tak adanya pasokan aliran dari belakang memaksa Messi lebih bermain individu. Man to man marking yang dilakukan Bilbao makin mempersulit ruang gerak pemain berjuluk Si Kutu ini.

Kesalahan Bilbao adalah mereka memainkan garis pertahanan tinggi. Untuk menjaga kerapatan dengan 4 gelandang yang aktif melakukan pressing, para backfour di lini belakang mau tak mau menerapkan taktik itu. 

Menghadapi Barca, Juve bisa tetap memainkan pressing. Namun hal itu dilakukan jika Barca sudah memasuki separuh area pertahanan. Bermain sabar dan mengandalkan counter attack bisa dijadikan jalan keluar.

Upaya Bilbao yang terlalu agresif dimanfaatkan Enrique dengan menggeser Ivan Rakitic ke posisi flank. Gerakan tak biasa ini langsung menghancurkan struktur pertahanan Bilbao.

Pakem man to man marking Bilbao jadi blunder hingga akhirnya mereka kalah. Karena pemain-pemain Barca sering melakukan disposisi, alangkah baiknya jika Juve memainkan zonal marking ketimbang man to man.

 

Ada sebuah analisis menarik yang diajukan football pundit expert Michael Cox di kolom taktik-nya di ESPNFC.  Baru musim ini proporsional gol yang dicetak Barca amat tak berimbang. Tahun-tahun sebelumnya, rataan gol yang dicetak penyerang Barca berkisar 69-75% dari gol tim keseluruhan.

Namun pada musim ini, hampir 90% gol yang dicetak Barca di semua kompetisi dilakukan oleh trio (MSN) Messi, Suarez dan Neymar. Rataan gol per game mencapai 2,92 gol. Angka statistik yang teramat besar.

Tak berhenti disana, tipikal 3 pemain ini bukan hanya pencetak gol semata. Merekapun bisa memerankan sebagai playmaker.

Andreas Iniesta yang notabene seorang gelandang bahkan tak berperan banyak memberi umpan. Empat puluh enam gol yang dicetak Barca berawal dari assist trio MSN.

Meski begitu bukan hal yang muskil untuk menghentikan Barca. Dalam dua leg pertemuan di La Liga, Celta Vigo mampu mengalahkan Messi cs dengan skor tipis 1-0.

Pada November 2014, Celta secara mengejutkan mampu menang 1-0 di Camp Nou. Faktor keberuntungan memang berpengaruh.

Empat kali tendangan Messi dan Neymar mengenai tiang gawang. Cox menyebut kecepatan transisi Celta dari bermain garis pertahanan yang tinggi menjadi menumpuk banyak pemain di kotak penalti jadi kuncinya.

Jika taktik bertahan saja sudah dibuat pusing tujuh keliling, apalagi taktik menyerang. Patut diingat Barca adalah tim dengan point terbaik dalam hal defense versi opta. Rataan kebobolan mereka 0,63 per game.

Berdasarkan laga melawan Bilbao, Barcelona akan bermain menyempit terkadang beralih formasi jadi 4-3-2-1 saat bertahan dari melebar. Pergerakan kompak para pemain untuk menekan menjadi keunggulan tersendiri.

Hal inilah yang memaksa lawan melakukan umpan-umpan panjang, baik itu diagonal maupun horizontal dari sayap kanan ke kiri.

Seringnya Messi membantu lini belakang, melewati garis tengah dan bergabung bersama Iniesta, Busquets, dan Rakitic, mempersempit area lawan untuk berlama-lama menguasai bola. Dalam kondisi ini, Suarez pasti merapat diantara dua center back lawan untuk mencoba menutup supply dari lini belakang. 

Jika tak diantisipasi, pola ini akan mematikan Juve. Sebab, di bawah Andrea Pirlo, pemain yang sering melakukan passing adalah duo centerback Leonardo Bonucci dan Giorgio Chiellini.

Meski dipuji memiliki pertahanan yang kuat, Barca memiliki kelemahan di sektor sayap kanan. Daniel Alves masih sering melakukan overlapping.

Secara statistik, Juventus akan dengan mudah kalah oleh Barcelona. Attempt Barca per game mencapai 21,1 peluang/game dengan 42% diantaranya dikonversi jadi shoot on target. Artinya, setiap 4 menit sekali Barca mendapat peluang emas. Butuh pertahanan grendel untuk bisa meredam hal ini.

Jika berkaca dari statistik penyelamatan yang dilakukan Gianluigi Buffon, kiper timnas Italia ini hanya bisa mementahkan 5,4 peluang/game. Namun statistik hanyalah angka-angka yang tak 100% terbukti di lapangan. Menang dan kalah juga dipengaruhi oleh faktor keberuntungan. — Rappler.com 

 

Add a comment

Sort by

There are no comments yet. Add your comment to start the conversation.

Summarize this article with AI

How does this make you feel?

Loading
Download the Rappler App!