Ridwan Kamil bentuk Satgas khusus berantas prostitusi di Bandung

Yuli Saputra

This is AI generated summarization, which may have errors. For context, always refer to the full article.

Politisi dan pengamat berpendapat tujuan Walikota Bandung Ridwan Kamil berantas prostitusi di Kota Kembang hanya sebatas pencitraan dan tanpa penanganan yang jelas.

ILUSTRASI. Pekerja seks menutupi wajah mereka saat penggerebekan di lokalisasi Dolly, Surabaya. 

BANDUNG, Indonesia — Jam menunjukkan pukul 20:00 WIB. Sebanyak 620 personel kepolisian di jajaran Polrestabes Bandung serentak menggerebek 400 rumah di kawasan lokalisasi Saritem yang berlokasi di Kecamatan Andir, Kota Bandung, Rabu, 20 Mei 2015. Kedatangan aparat kepolisian itu mengagetkan penghuni rumah yang merupakan pekerja seks, mucikari, dan juga sejumlah klien mereka.

Para pelaku praktik pergonglian itu tak bisa berbuat banyak. Mereka pasrah digiring aparat karena tertangkap basah berada di sebuah lokalisasi yang sebetulnya telah ditutup oleh Pemerintah Kota Bandung pada 2007. Ada ratusan pekerja seks, mucikari, dan pelanggan yang diamankan polisi untuk didata dan diproses lebih lanjut. Keberadaan mereka semakin menegaskan kabar masih berputarnya roda bisnis seks di tempat itu. 

“Ini kan Saritem perintah dari Pemda untuk ditutup, tapi ternyata kami cek ke lapangan masih buka,” Kapolrestabes Bandung, Kombes Pol Angesta Romano Yoyol, usai razia.

“Dan bukanya tidak tanggung-tanggung, hampir 400 rumah yang masih digunakan untuk tempat-tempat prostitusi. Kita harus tegakkan hukum itu,” kata Yoyol.

Maraknya protitusi di kota berjuluk Parijs van Java ini tak hanya ditandai dengan masih beroperasinya lokalisasi Saritem yang telah ada sejak penjajahan Belanda ini, namun juga terungkapnya kasus-kasus prostitusi daring.

Pada 28 April 2015 lalu, Satuan Reserse dan Kriminal Kepolisian Resort Kota Besar Kota Bandung menangkap tiga mucikari dan dua PSK saat melakukan transaksi seks di sebuah hotel di Jalan Asia Afrika, Bandung. Modus yang dilakukan ketiga mucikari itu adalah dengan menjajakan perempuan asuhannya melalui fasilitas BlackBerry Messenger.  

(BACA: 3 mucikari prostitusi online ditangkap saat transaksi di Bandung)

Belum lagi puluhan aduan masyarakat tentang kegiatan prostitusi yang diterima Polrestabes Bandung.

Praktik perdagangan seks ini diyakini masih marak di Kota Bandung, bahkan terus berkembang dengan cara-cara baru. Walikota Bandung Ridwan Kamil menilai prostitusi telah menjadi persoalan yang multidimensi.

“Kalau sudah multidimensi, tidak bisa diserahkan hanya ke Dinas Sosial, sehingga diperlukan kerjasama dengan Muspida dan kerjasama dengan pihak-pihak lain juga. Oleh karena itu, kita bentuk sebuah tim yang lintas dinas, lintas intansi,” papar Emil panggilan akrab walikota.

Tim yang dimaksud adalah Satuan Tugas Khusus (Satgasus) Prostitusi. Tim ini bertugas memberantas praktik prostitusi selaras dengan upaya Polrestabes Bandung. Anggotanya melibatkan berbagai pihak, mulai dari Satpol PP, aparat kewilayahan, dinas kesehatan, dinas pendidikan, pemberdayaan perempuan, ekonomi, dan lain-lain.

“[Tugasnya] untuk melakukan upaya-upaya komprehensif mulai dari pendidikan hingga kesehatan. Cakupannya pun mulai dari kewilayahan, penertiban oleh polisi pamong praja, dan lain-lain,” ujarnya.

“Mudah-mudahan dengan satgas seperti ini penanganan prostitusi di Bandung bisa jauh lebih kuat,” harap dia.

Bagaimana dengan Saritem?

Suasana saat razia di lokalisasi Saritem Bandung, 20 Mei 2015. Foto oleh Yuli Saputra/Rappler

Pasca razia besar-besaran, sekitar 400 rumah yang dijadikan tempat prostitusi di lokalisasi Saritem masih disegel dengan menggunakan garis polisi. Sebanyak 150 aparat kepolisian ditugaskan untuk menjaga kawasan itu. Menurut Yoyol, pengamanan di Saritem akan dilakukan hingga wilayah itu bersih dari praktik prostitusi.

“Jadi nggak ada target. Pokoknya sampai kapan pun kita nyatakan ini sampai bersih dari hal-hal yang negatif. Kita harus mendukung kebijakan walikota. Untuk sementara yang jaga 150 personil,” kata Yoyol.

Lebih jauh Yoyol mengungkapkan, ratusan rumah yang dijadikan tempat prostitusi akan dibongkar oleh Pemkot Bandung, karena rumah-rumah tersebut tidak memiliki izin mendirikan bangunan (IMB).

“Kalau rumah yang disegel, tidak akan dibuka. Itu pun nanti akan dicek oleh Pak Wali, IMB-nya ada atau tidak. Setahunya Pak Wali tidak ada IMB untuk lantai dua. Ini tadi ada lantai 4 sampai lantai 5, itu nggak bener berarti. Nanti mungkin kami akan menyarankan kepada Pak Wali apakah akan dibongkar atau bagaimana,” kata Yoyol.

Sementara Ridwan Kamil bertekad tidak akan mundur dalam memberantas prostitusi, termasuk menutup total lokalisasi Saritem. 

“Kalau Saritem pada dasarnya sudah dibubarkan. Yang ada itu adalah mereka-mereka yang satu-dua yang masih ngotot untuk melakukan kegiatan itu. Tentu akan kita tertibkan, negara tidak boleh kalah. Jadi nanti kita segel aja,” tegas Emil.

Emil pun berencana akan merubah tata ruang di kawasan hitam tersebut.

“Ada rencana dengan sudut pandang dari tata ruangnya, rumah daripada dipakai untuk prostitusi mendingan dipakai untuk usaha,” katanya.

Namun Emil tidak bisa menutup mata terhadap banyaknya warga sekitar yang dirugikan secara ekonomi jika Saritem ditutup. Di sinilah peran Satgasus Prostitusi dalam menyelesaikan persoalan tersebut. 

Emil mengaku sudah memilki sejumlah rencana untuk memberdayakan warga sekitar lokalisasi, termasuk para mucikari dan pekerja seks. Tapi hanya yang memiliki KTP Bandung saja yang akan dibantu.

“Solusinya penggantian dengan catatan hanya warga Bandung. Karena disinyalir lima puluhan pengusaha (seks) itu bukan orang Bandung. (Pekerja seks) yang dirazia bukan orang Bandung, hanya dua dari yang dirazia orang Bandung,” kata Emil.

Untuk warganya tersebut, Emil mengungkapkan pihaknya akan melakukan pendataan, mulai dari berapa kerugian jika ada barang yang tertahan atau kredit yang belum dibayar. Emil juga akan mempermudah warga Saritem mendapat pinjaman Kredit Melati (Melawan Rentenir) yang diluncurkan Mei lalu. 

“Karena itu saya berani tawarkan solusi karena ada mekanisme,” ujarnya.

“Mudah-mudahan dengan begini, kita melatih niat perubahan mereka, kejujuran mereka, dan saya akan pantau. Mudah-mudahan dalam hitungan bulan, kita bisa bereskan. Karena dari ceritanya, inti masalahnya adalah ekonomi. Makanya tanpa solusi ekonomi, susah. Kami teruskan juga upaya pembebasan lahan,” ujar Emil.

Hanya pencitraan?

Namun, upaya Walikota Bandung membentuk Satgasus Prostitusi dinilai sejumlah kalangan hanya pencitraan. Ketua Komisi D DPRD Kota Bandung Ahmad Nugraha menilai tindakan walikota tersebut sudah usang. Mestinya hal itu dilakukan sejak Ridwan Kamil mulai menjabat sebagai walikota.

“Ini sudah usang. Harusnya selesai pada saat dia mulai menjabat. Isu Saritem kan sudah lama. Kalau sudah ada masalah, baru bertindak, barulah muncul suatu yang luar biasa seperti itu. Ini mengarah ke pencitraaan,” kata Ahmad kepada Rappler.

Menurut Ahmad, walikota telah melakukan pembiaran terhadap isu-isu prostitusi. Padahal sebetulnya praktik-praktik pelacuran itu sudah bukan rahasia lagi.

“Bohong kalau Satpol PP nggak tahu. Kenyataannya, polisi melakukan razia banyak (pekerja seks) yang terjaring, kegiatannya ada. Ini bukti walikota tidak pernah menanggapi isu yang terjadi dan tidak pernah diselidiki,” ujar politisi PDI-Perjuangan itu.

Hal senada juga diungkapkan Direktur Yayasan Bahtera Tamami Zein. Ia juga menyatakan kiprah walikota hanya sebatas pencitraan. Kesimpulan itu ia nyatakan karena walikota tidak memiliki konsep yang jelas terkait penyelesaian masalah prostitusi.

“Masih sebatas pencitraan, saya pikir. Gebrakannya tidak ditindaklanjuti dengan komitmen dinas terkait. Penanganannya belum punya konsep. Konsep pemberdayaannya gimana? Digerebek lalu dibawa ke Polres. Setelah itu diapain? Nggak jelas,” ujar Tamami.

Tidak ada kejelasan konsep seperti itu, menurut Tamami, pernah terjadi saat Ridwan Kamil menangani masalah anak jalanan. Saat itu, anak-anak jalanan diangkut oleh Satpol PP tapi tidak ada kejelasan tindak lanjutnya.

“Anjal (anak jalanan) main angkut aja. Katanya akan dibina di daerah Pasteur tapi anak-anak yang sekolah mau diapain, nggak jelas. Main tangkap aja,” katanya.

Tamami juga menolak anggapan Emil yang menyatakan persoalan ekonomi yang menjadi pemicu kegiatan prostitusi ini. Yayasan Bahtera, yang pernah mendampingi 213 pelacur anak di Saritem, menemukan fakta bahwa anak-anak yang dilacurkan bukan karena persoalan ekonomi tapi pola pengasuhan yang salah.

Karena itu, Tamami berpendapat, Pemerintah Kota Bandung seharusnya mempelajari dulu permasalahan yang terjadi dan menentukan konsep penanganannya dengan melibatkan berbagai pihak yang terkait.  

Menurut Tamami, walikota bisa memberdayakan ibu-ibu Pembinaan Kesejahteraan Keluarga (PKK) untuk menuntaskan masalah-masalah sosial yang terjadi.

“PKK punya peran yang krusial pada tingkat pencegahan dengan melaksanakan berbagai program pengasuhan, gimana supaya anak terhindar dari kekerasan, ekspolitasi, dan penelantaran. Intinya dalam pengasuhan, peran PKK sangat diperlukan, penting sekali,” ucap Tamami. —Rappler.com

Add a comment

Sort by

There are no comments yet. Add your comment to start the conversation.

Summarize this article with AI

How does this make you feel?

Loading
Download the Rappler App!