Mimpi Indonesia kalahkan Thailand kandas

Mahmud Alexander, Agung Putu Iskandar

This is AI generated summarization, which may have errors. For context, always refer to the full article.

Mimpi Indonesia kalahkan Thailand kandas

EPA

Mimpi meraih medali emas sepak bola akhirnya kembali kandas. Sejak kali terakhir meraihnya di SEA Games 1991, Merah Putih belum bisa mengulanginya. Bahkan hingga hampir seperempat abad.

 

JAKARTA, Indonesia — Harapan Indonesia dikubur kekalahan telak dari Thailand 0-5. Lima gol tim Gajah Putih diciptakan oleh Rungrat Phumichantuk di menit ke-13 dan 52, Thitiphan Puangjan (’29), Narubadin Weratnom, (’56), dan Chanatip Songkrasin (’89). 

Kekalahan tersebut membuat target Indonesia untuk masuk ke final SEA Games 2015 buyar. Padahal, di dua edisi SEA Games berturut-turut Garuda Muda selau masuk final. Pada SEA Games 2011 Merah Putih kalah adu penalti dari Malaysia, kemudian pada 2013 Indonesia kalah 0-1 dari Thailand. 

Tahun ini sebenarnya target sudah direvisi. Tidak lagi berharap medali emas. Hanya medali perak. Itu berarti mereka harus sampai ke laga final. Tapi mimpi indah itu akhirnya gagal dengan kekalahan tersebut. 

Sebagai gelar hiburan, Manahati Lestusen dkk kini sudah ditunggu Vietnam yang kalah 1-2 atas Myanmar. Laga perebutan tempat ketiga alias medali perunggu ini digelar Senin, 15 Juni 2015. 

Dalam pertandingan melawan Thailand, pelatih Garuda Muda Aji Santoso sedikit mengubah komposisi pemain. Jika dia biasanya menggunakan Muchlis Hadi Ning Syaifulloh sebagai ujung tombak serangan dalam formasi 4-2-3-1, kali ini dia memakai Yandi Sofyan Munawar. Tujuannya, bermain bertahan dan mengandalkan serangan balik dengan bola-bola atas.

Ternyata skenario itu tak berjalan. Indonesia justru menjadi bulan-bulanan. Skuat asuhan Aji Santoso tak banyak menciptakan peluang. Justru sejak menit pertama Thailand langsung mendominasi penguasaan bola. Puncaknya, mereka unggul cepat di menit ke-13. 

Mesin serangan Thailand dari kedua sayap tak bisa dihentikan Syaiful Indra Cahya di kanan dan Vava Mario Zagalo di sisi kiri. Trio gelandang kreatif Evan Dimas Darmono, Paulo Sitanggang, dan Ahmad Nuviandani yang biasanya leluasa mendapat tekanan ketat. 

Akibatnya, bola selalu terhenti di tengah. Adam Alis yang biasa menyambungkan lini pertahanan dan serangan juga buntu. Dia akhirnya lebih banyak membantu pertahanan. 

Itu pun masih tak cukup dengan gempuran pasukan Thailand. Masuknya Muchlis Hadi di babak kedua tak banyak membantu. 

Pemain Indonesia Paulo Sitanggang memperebutkan bola dari pemain Thailand Chanatip Songkrasin dan Narabadin Weerawatnodom dalam semi final SEA Games di Singapura, 13 Juni 2015. Foto oleh Wallace Woon/EPA

Thailand memang bukan lawan sepadan Indonesia. Level mereka kini bukan lagi Asia Tenggara, melainkan Asia. 

“Kami sudah menaikkan orientasi pengembangan sepak bola kami,” kata mantan pemain sepak bola Thailand legendaris Kiatisuk Senamuang. 

“Kami sudah tidak lagi melihat Asia Tenggara. Kami ingin berkembang di level Asia.”

Di ajang Asian Games di Korea Selatan pada 2014, mereka berada di peringkat keempat. 

Kekalahan Indonesia atas Thailand menuai kekecewaan dari para penggemar sepak bola di Twitter. Penulis buku Mencintai Sepak Bola Indonesia Meski Kusut, Mifakhul Fahamsyah, mengunggah foto di depan stadion di Filipina yang menjadi saksi medali emas terakhir dan satu-satunya yang diraih tim sepak bola Indonesia di SEA Games 1991. 

Kekalahan ini membuat beberapa dari mereka menyalahkan pembekuan Persatuan Sepak Bola Seluruh Indonesia (PSSI) oleh Menteri Pemuda dan Olahraga Imam Nahrawi. Namun faktanya, sejak PSSI belum dibekukan pun Indonesia memang kerap kalah melawan Thailand. 

 — Rappler.com

 

 

Add a comment

Sort by

There are no comments yet. Add your comment to start the conversation.

Summarize this article with AI

How does this make you feel?

Loading
Download the Rappler App!