Bismilah, mari kita mulai perjalanan Ramadan tahun ini

Uni Lubis

This is AI generated summarization, which may have errors. For context, always refer to the full article.

Bismilah, mari kita mulai perjalanan Ramadan tahun ini

EPA

Hari pertama. Yuk, temani Uni Lubis menulis ‘My Ramadan Stories’. Selain melatih disiplin, lumayan buat kenang-kenangan catatan selama bulan suci ini.

 

Ibarat sebuah perjalanan, beribadah di bulan Ramadan memiliki tujuan. Menjadi fitri. Kembali ke fitrah. Ada banyak hambatan. Di situ indahnya Ramadan.  Tahun ini saya ingin melengkapi perjalanan Ramadan 1436 H dengan mencatat setiap hari. Saya pernah melakukannya tahun 2013 dengan serial Ramadan Journey

Susah sih untuk disiplin menulis setiap hari. Apalagi saat itu saya masih aktif memimpin sebuah ruang redaksi televisi bersiaran nasional. Alhamdulillah sampai di garis finish juga. 

Teman-teman bisa membaca catatan saya di www.unilubis.com.

Di awal pemerintahan Presiden Joko “Jokowi” Widodo dan Wakil Presiden Jusuf Kalla saya mencoba melatih disiplin menulis setiap hari untuk #100HariJokowiJK, yang kemudian dimuat juga di laman Rappler Indonesia.

Lagi-lagi godaan malas menulis muncul di tengah jalan. Ide begitu banyak, namun yang kerap kali terjadi adalah kehabisan energi atau bingung mau menuliskan yang mana. Apalagi di tengah periode 100 hari pertama itu saya juga bepergian ke luar kota. 

Tulisan berjudul Ego sektoral ancaman kabinet Jokowi adalah salah satu blog post yang saya tulis via WhatsApp saat dalam perjalanan di kereta Amtrak dari Philadelphia ke New York, November tahun lalu. Saya mengirimkannya kepada Jet Damazo-Santos, kepala biro Rappler Indonesia. 

Ada beberapa yang saya tulis dalam perjalanan dan via WhatsApp demi memenuhi target. Terima kasih kepada Abdul Qowi Bastian dan Camelia Pasandaran, editor Rappler Indonesia yang berbaik hati menyalin tulisan dan menyajikannya kepada pembaca. Saya kurang tahu apakah Febriana Firdaus, jurnalis multimedia Rappler, ikut kerepotan menyalin tulisan saya juga?

Apa yang berbeda untuk Ramadan ini?

Rutinitas kegiatan selama Ramadan, biasanya ya sama. Kita juga akan bertemu, berinteraksi berbuka puasa dengan kelompok teman yang sama dengan tahun sebelumnya. Teman sesama alumni SMA. Sesama alumni Paskibraka. Alumni saat kuliah. Alumni tempat bekerja sebelumnya. Grup rumpi ibu-ibu yang saya kenal di media sosial. Grup alumni Eisenhower Fellowship Indonesia. Undangan dari instansi pemerintah maupun swasta. Mirip-mirip lah dari tahun ke tahun.  Variasinya adalah ketemu teman baru, atau teman yang sudah lama tidak bertemu, lantas janjian buka puasa bersama. 

Tahun lalu, karena buka puasa bersama terlalu mainstream, saya janjian sahur bersama pendiri Detik.com, Budiono Darsono. Pak Budiono dan Mbak Hana, istrinya, setiap akhir pekan menginap di apartemen mereka di dekat kantor saya saat itu di kawasan Epicentrum, Kuningan, Jakarta Selatan. Kami janjian sahur bareng di sebuah restoran di Pasar Festival. Pas hari itu saya kebagian piket manajer untuk 24 jam di kantor. Seru juga.

Tahun lalu, alhamdulillah saya menyelesaikan membaca Al-Qur’an dan terjemahannya (Tolong jangan disampaikan ke @Tweet_Riya ya). Tapi untuk pertama kali dalam hidup, saya membaca terjemahan Al-Qur’an secara lengkap. Sebelumnya, ya mengaji saja. Malu sendiri kalau mengingat tak terhitung banyaknya buku fiksi, non-fiksi, makalah, segala dokumen termasuk media yang saya baca secara serius selama ini. Tapi kok, baca terjemahan Al-Qur’an nggak setekun itu?

Cobalah bayangkan sedih dan menyesalnya saya. Tahun lalu mood saya memang lagi agak mellow. Ibu saya meninggal dunia di bulan Mei. Jadi, Ramadan pertama tanpa Mama. Saya mencari kekuatan batin dengan membaca kitab suci. Di kantor, di mobil, di rumah. Sebisa mungkin beberapa lembar. “Lebih ingat Tuhan kalau lagi kena musibah, atau lagi sedih.” Kira-kira begitulah keadaan saya #BeraniJujur.

Tahun ini saya belum tahu bagaimana jalannya hari-hari selama Ramadan. Tentu saya dan keluarga berharap bisa menjalaninya dengan lancar dan sehat. Berat badan turun? Why not?

Mau mencoba kurangi konsumsi nasi (padahal saya suka mengkritik mantan Menteri Perdagangan Gita Wirjawan saat dia punya ide kurangi makan nasi agar kita bisa swasembada beras). Kali ini saya mau dukung program swasembada beras Pak Jokowi dengan kurangi makan nasi, ganti dengan karbohidrat lain seperti kentang, ubi, atau labu kuning bakar.  

Labu kuning panggang sebagai makanan pengganti beras yang disajikan di hotel Marriott, Nusa Dua, Bali. Foto oleh Uni Lubis

Roasted pumpkin, atau labu kuning panggang, saya temui saat sarapan di Courtyard by Marriott di Nusa Dua, Bali, pekan lalu. Nampaknya jaringan hotel ini punya semangat diversifikasi pangan pokok. Saat menginap di hotel Marriott di Lima, Peru, Desember 2014, tiap hari mereka menyajikan beragam sumber karbohidrat non-beras dan non-gandum. Sepertinya itu salah satu “tema Ramadan” saya tahun ini, yakni di bidang makanan.

Tahun ini, alhamdulillah, mayoritas masyarakat Indonesia, khususnya pengikut Nahdlatul Ulama dan Muhamadiyah, dua organisasi massa Islam terbesar, kompak: Memulai ibadah Ramadan di hari yang sama, Kamis, 18 Juni. Mudah-mudahan lebarannya bareng juga, ya. 

Kemajuan nih, Menteri Agama, Kak Lukman Saifuddin bisa menjembatani komunikasi. Sidang isbat juga dibuat tertutup, nggak perlu penuh drama yang disiarkan langsung televisi seperti tahun sebelumnya.

Yang lainnya? Tema tulisan? Ada yang sudah terpikir, sih. Tapi kita lihat saja sambil berjalan. Semoga target 30 hari menulis My Ramadan Stories tercapai.  

By the way, saya juga mengundang teman-teman untuk menulis versi masing-masing My Ramadan Stories untuk Rappler Indonesia.  

Kalau saya bisanya, ya menulis biasa seperti ini.  api kalau ada yang mengirim dalam bentuk audio Soundcloud, sketsa, foto dengan keterangan, lukisan, video pendek, apa saja. Format bebas. Silakan mengontak teman-teman Rappler di atas. Hitung-hitung melatih disiplin dan buat kenang-kenangan bacaan untuk anak-cucu. Insha Allah, ya.

Selamat menjalankan ibadah di bulan Ramadan, teman-teman. Semoga berkah dan rahmat Allah SWT bersama kita semua. Mohon maaf lahir dan batin, ya. Tetap sehat, bugar, dan ceria. —Rappler.com 

Uni Lubis adalah seorang jurnalis senior dan Eisenhower fellow. Dapat disapa di @UniLubis. ‘My Ramadan Stories’ adalah catatan harian selama bulan Ramadan 2015. 

Add a comment

Sort by

There are no comments yet. Add your comment to start the conversation.

Summarize this article with AI

How does this make you feel?

Loading
Download the Rappler App!