Deklarasi anti kekerasan anak untuk Engeline

Luh De Suriyani, Handoko Nikodemus

This is AI generated summarization, which may have errors. For context, always refer to the full article.

Deklarasi anti kekerasan anak untuk Engeline
Ketua Komnas Perlindungan Anak Arist Merdeka Sirait menginginkan gerakan nasional untuk memutus rantai kekerasan anak secara masif

 

DENPASAR, Indonesia — Penyiksaan dan pembunuhan Engeline Margriet Megawe membuat anak-anak di Bali mempertanyakan komitmen pemerintah untuk melindungi mereka. 

“Banyak peraturan seperti UU, Inpres, Perda, dan lainnya, kami bertanya sejauh mana implementasinya di lapangan,” salah seorang anak dari Forum Anak Daerah (FAD) Bali membacakan Deklarasi Anti Kekerasan Anak di depan rumah Engeline, Sabtu, 20 Juni. 

Deklarasi dihadiri oleh teman-teman Engeline dari SD Negeri 12 Sanur, Denpasar, Walikota Denpasar Ida Bagus Rai Dharma Mantra dan Ketua Komnas Perlindungan Anak Arist Merdeka Sirait. 

“Dari tahun ke tahun kasus kekerasan anak meningkat, apa dan bagaimana itu terjadi? Engeline korban kejahatan dan semakin menyadarkan kami semakin gencar melawan segala tindak kekerasan siapa pun dan di mana pun. Mohon segera laksanakan Inpres No 5 tahun 2014 agar perlindungan benar nyata.”

Lembar deklarasi tersebut kemudian diserahkan pada Ida Bagus. Mereka juga meminta warga dan pengunjung untuk menyuarakan opini mereka di potongan kertas. 

Potongan kertas tersebut ada yang berisi doa untuk Engeline, tuntutan agar pelaku dihukum berat, perlindungan anak dan lain sebagainya. 

“Buat tim reaksi cepat untuk kasus kejahatan seperti ini. Kami juga minta warga kalau melihat lagi kekerasan pada anak berani melapor,” ujar Luh Vida Sasmitha, Ketua FAD Bali. 

Vida mengatakan deklarasi ini selain mendorong pemerintah bekerja untuk melindungi anak, juga mengajak anak berani melawan kekerasan dengan melaporkannya.

“Saat masa orientasi sekolah penerimaan siswa baru kami ingin sosialisasi bagaimana melindungi diri dari bentuk kekerasan atau mencegah kekerasan seksual,” tutur  Vida. 

Engeline, atau dulu kerap ditulis sebagai Angeline, ditemukan tewas setelah menghilang dari rumah ibu angkatnya, Margriet Christina Megawe. Ada dugaan dia disiksa sebelum dibunuh. 

(BACA: Hilang 3 minggu, Angeline ditemukan tewas )

Pembantu rumah tangga bernama Agustinus telah ditetapkan sebagai tersangka pembunuh oleh polisi. Meski awalnya dia mengaku, belakangan dia mengatakan bahwa Margriet-lah yang menyiksa dan membunuh Engeline.

(BACA: Saksi: Margriet kerap siksa Engeline)

Monumen Engeline 

Karangan bunga untuk Engeline. Foto oleh Luh De Suriyani/Rappler

Dalam deklarasi tersebut, Engeline dijadikan ikon anti kekerasan. Tak hanya itu, Arist mengatakan dia mendorong Ida Bagus untuk membuat ruang terbuka hijau berisikan monumen untuk mengenang peristiwa tragis yang menimpa Engeline. 

“Tidak hanya mengingat kasus Engeline tapi juga anak melawan kekerasan, kabarnya Pemkot akan memfasilitasi,” ujar Arist. 

Arist mengatakan monumen ini diharapkan mengingatkan orang untuk melawan kekerasan.

“Itulah yang kita gunakan momentum itu, supaya kasus Engeline tidak hanya sebagai tontonan,” kata Arist. “Jadi supaya dia tidak mati sia-sia.”

Dia mengharapkan monumen tersebut sudah berdiri pada saat ratifikasi konvensi hak anak, 20 November 2015. 

“Ini merupakan gerakan nasional memutus mata rantai kekerasan anak secara masif. Jadi ini tidak berhenti pada pencanangan saja.”— Rappler.com

Add a comment

Sort by

There are no comments yet. Add your comment to start the conversation.

Summarize this article with AI

How does this make you feel?

Loading
Download the Rappler App!