Dahlan Iskan klaim prosedur penunjukan TPPI benar

Febriana Firdaus

This is AI generated summarization, which may have errors. For context, always refer to the full article.

Dahlan Iskan klaim prosedur penunjukan TPPI benar

GATTA DEWABRATA

TPPI mendapat jatah tendernya melalui skema right to match

 

 

JAKARTA, Indonesia— Diperiksa polisi selama 8 jam pada Senin, 22 Juni 2015, mantan Direktur Utama Perusahaan Listrik Negara (PLN) Dahlan Iskan mengklaim tidak ada kesalahan prosedur dalam penunjukan Trans-Pacific Petrochemical Indotama (TPPI) untuk menyediakan solar industri bagi PLN.

“Jadi tidak ada kesalahan dan prosedur tender itu sudah berlangsung  sejak dulu, sebagaimana mestinya sudah diperiksa oleh Sucofindo kemampuan mereka dalam tender ini,” kata Yusril Ihza Mahendra, pengacara Dahlan Iskan.  

Dahlan diperiksa polisi terkait dengan dugaan korupsi yang bermuara dari penunjukan TPPI untuk menyediakan solar industri bagi PLN. Lima puluh pertanyaan diajukan penyidik Polri sejak pagi hingga petang. 

“Sebagian besar pertanyaan itu tentang klarifikasi terkait dokumen-dokumen. Yang kesemuanya adalah dokumen-dokumen terkait tender BBM High Speed Diesel (HSD) yang dilakukan oleh PLN pada 2010,” kata Yusril.  

Cerita penunjukan TPPI versi Dahlan

Menurut Yusril, PLN sejak lama selalu membeli HSD atau solar industri dari Pertamina dengan harga tinggi di atas pasar, untuk memenuhi kebutuhan 9 juta ton solar. PLN tak nyaman dengan harga ini dan berkali-kali mengirimkan surat pada Pertamina. Tapi surat itu tidak pernah dijawab. 

Lalu dengan alasan efisiensi, maka PLN pada 2010 memutuskan untuk mengadakan tender sebanyak 2 juta ton. Mengapa hanya 2 juta ton? Karena 2 juta ton itu berasal dari 5 lokasi yang tidak terdapat jetty (dermaga BBM di pinggir laut) milik PLN.  

Lima lokasi tersebut adalah Tanjung Priok dan Muara Karang, Jakarta Utara; Tambak Lorok di Jawa Tengah; Muara Tawar, Jawa Barat; Gresik dan Grati, Jawa Timur; dan Belawan, Sumatera Utara. 

Tender ini dibuka untuk produsen BBM dalam negeri maupun asing dengan menggunakan skema right to match. Syarat right to match itu adalah, jika tender dimenangkan asing, maka harus ditawarkan pada produsen dalam negeri yang bisa memberikan harga yang sama. 

Dalam tender itu, ternyata Pertamina juga ikut dan memenangkan 1 tender dengan penawaran yang lebih rendah dari harga jual Pertamina ke PLN selama ini. 

“Dari situ PLN melihat suatu keanehan, karena Pertamina kan men-supply  BBM tanpa tender dengan harga jauh lebih tinggi di pasaran, tapi ketika dibuka 2 juta ton, Pertamina ikut tender,” katanya. 

Sementara itu, 4 tender dimenangkan perusahaan asing, yakni Shell. Karena Shell adalah produsen asing, maka 4 tender yang dimenangkan harus ditawarkan kepada produsen lokal sesuai skema right to match.

Maka ditawarilah dua perusahaan lokal yang memproduksi solar industri tersebut, Pertamina dan TPPI yang sahamnya 70 persen dimiliki oleh negara.  

Sebelum ditawarkan, kedua perusahaan milik negara tersebut dicek kredibilitas dan kemampuannya oleh Sucofindo. Keduanya lolos. Pertamina menyanggupi mengambil 2 tender jatah Shell, begitu juga dengan TPPI. 

Pembagian akhirnya ditetapkan, Pertamina mengambil tender pengadaan solar di Jakarta Utara, Jawa Barat, dan Jawa Timur. Sedangkan TPPI di Jawa Tengah dan Sumatera Utara. Shell akhirnya tak mendapat satu pun jatah pengadaan solar industri tersebut.  

PLN tolak permintaan Kemenkeu untuk bantu TPPI

Berdasarkan keterangan dari Dahlan, Yusril menegaskan tidak ada yang salah dengan prosedur pengadaan solar industri tersebut. Tidak ada penunjukan langsung terhadap TPPI, semua melalui skema right to match 

Lalu bagaimana TPPI bisa menang? TPPI kala itu tengah memiliki kesulitan keuangan. Kesulitan keuangan ini membuat Wakil Presiden Jusuf Kalla turun tangan dengan mengundang pihak terkait termasuk Kementerian Keuangan untuk menyelamatkan TPPI. 

(BACA: Jusuf Kalla akui pimpin rapat penyelamatan TPPI 

Mengapa PLN tetap menyetujui tender diambil oleh TPPI? 

“TPPI sedang merah, kan bukan urusannya (PLN), TPPI sedang cash flow, mau ambil rugi, itu bukan masalah PLN,” katanya, menambahkan masalah pengecekan sudah diserahkan pada Sucofindo. 

Intervensi dari Kemenkeu?  Yusril mengaku bahwa sempat ada permintaan dari Kementerian Keuangan untuk membantu TPPI. 

“Memang ada beberapa kali, PLN pernah ditawarkan (oleh Kemenkeu). Tapi PLN tidak mau. PLN tegas bahwa PLN akan melakukan suatu tender dengan normal,” katanya. 

Kerugian negara Rp67 miliar

Direktur Tindak Pidana Khusus Brigadir Jenderal Victor Simanjuntak mengatakan bahwa kasus ini sudah dilimpahkan ke Direktorat Tindak Pidana Korupsi Bareskrim Polri karena ada dugaan kerugian negara. 

“Ada pembelian hasil dari TPPI, diduga ada yang tidak terbayar oleh PLN,” kata Victor pada Rappler. Jumlahnya, menurut Victor, mencapai Rp 67 miliar.

Nilai itulah yang disebut penyidik Bareskrim sebagai kerugian negara, sebab TPPI, yang 70% sahamnya dikuasai negara, dianggap sebagai perusahaan negara. Jika PLN tidak memenuhi tanggung jawabnya untuk membayarnya, maka menurut polisi, ada unsur pidana korupsi dalam pengadaan BBM HSD tersebut.  

Yusril mengaku tak tahu menahu soal pembayaran ini.  

“Kalau uang pembayaran enggak ngerti, karena sampai 50 pertanyaan tidak sempat ditanyakan, semua yang ditanyakan soal prosedur,” katanya. — Rappler.com

 

Add a comment

Sort by

There are no comments yet. Add your comment to start the conversation.

Summarize this article with AI

How does this make you feel?

Loading
Download the Rappler App!