4 skenario DPR bisa loloskan dana aspirasi

Febriana Firdaus

This is AI generated summarization, which may have errors. For context, always refer to the full article.

4 skenario DPR bisa loloskan dana aspirasi

EPA

Jokowi butuh dukungan penuh dari sponsor utamanya, Koalisi Indonesia Hebat, untuk menghadapi DPR.

JAKARTA, Indonesia — Kontroversi dana aspirasi masih berlanjut sejak disahkan oleh Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) pada 23 Juni 2015. 

DPR bersikukuh bahwa pelaksanaan Usulan Program Pembangunan Daerah Pemilihan (UP2DP), atau lebih dikenal dengan dana aspirasi, harus lolos di pembahasan rancangan Anggarana Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2016.

Tapi tak semua fraksi di DPR setuju. PDI-Perjuangan, Partai Hanura, Partai Nasional Demokrat (Nasdem) menolak pengesahan dana aspirasi tersebut. Mereka berdalih dana aspirasi harus ditarik Pemerintahan Joko “Jokowi” Widodo. 

(BACA: Dana aspirasi DPR, mungkinkah dibatalkan?)

Siapa yang akan menang? DPR atau pemerintah? 

Ada beberapa skenario yang diyakini akan digunakan DPR untuk meloloskan dana aspirasi, sehingga mereka bisa menikmati jatah senilai Rp 20 miliar per anggota dewan per wilayah tersebut mulai tahun depan.  

Skenario 1: DPR akan jegal pemerintah di pembahasan RAPBN 

Menurut peneliti Forum Masyarakat Peduli Parlemen Indonesia (Formappi) Lucius Karus, skenario pertama ini kemungkinan akan terjadi di pembahasan Rancangan APBN (RAPBN) 2016, tepat setelah Presiden Jokowi usai menyampaikan pidato kenegaraan pada 17 Agustus nanti. 

“Saya kira di situlah DPR akan ngotot pada pemerintah soal dana aspirasi,” kata Lucius pada Rappler, Jumat.

Karena di pidato itu, presiden akan menegaskan sikapnya apakah akan memasukkan dana aspirasi ke dalam RAPBN atau tidak. 

Lucius yakin insiden saling ngotot ini akan terjadi, karena presiden lewat Menteri Sekretaris Negara Pratikno sudah memberi sinyal bahwa Istana akan menolak usulan dana aspirasi.

“Jokowi tidak akan memfasilitasi keinginan DPR,” katanya. 

Skenario 2: DPR boikot pembahasan RAPBN 

Lucius menyebut insiden DPRD DKI Jakarta yang menekan Gubernur Basuki “Ahok” Tjahaja Purnama beberapa bulan lalu bisa terjadi di tingkat nasional. Dampaknya sangat besar, menyebabkan pemerintahan Jokowi tak akan punya anggaran untuk tahun 2016. 

“Tapi saya melihat peluangnya kecil, karena DPR akan berhadapan dengan seluruh rakyat Indonesia,” kata Lucius. 

(BACA: Polemik APBD 2015: DPRD DKI Jakarta ancam pemakzulan Ahok)

Ia menyebut DPR bisa saja hanya gertak sambal alias tidak serius jika benar akan memboikot pemerintah. 

“Tapi kalau mereka berhasil membuat ancaman itu, dan pemerintah keder (takut), bisa lahir transaksi-transaksi yang meloloskan dana aspirasi masuk APBN,” katanya. 

Tapi lagi-lagi, Lucius tak yakin Jokowi akan dipusingkan oleh ancaman boikot. “Jokowi cukup percaya dengan dukungan masyarakat, dia tidak ambil pusing dengan protes yang dilayangkan DPR,” ujarnya. 

Skenario 3: DPR akan tekan pemerintah secara parsial 

Pengamat politik dari Charta Politika, Yunarto Wijaya, termasuk yang pesimis bila DPR akan bermain radikal menghadapi pemerintah.

“Saya tidak yakin karena belum ada sejarahnya boikot itu, karena mereka akan berhadapan langsung dengan rakyat Indonesia. Kalau mereka lakukan itu, mereka bunuh diri,” ucap Yunarto. 

Yunarto memperkirakan DPR akan menggunakan politik tarik ulur dalam penolakan APBN, tapi secara parsial, misalnya, sikap mereka terhadap kebijakan menteri secara sektoral.

“Indikasinya Komisi VI mulai mempermasalahkan pinjaman dari Tiongkok oleh Kementerian BUMN,” katanya.  

Skenario 4: ‘Win-win solution’, pemerintah tawarkan kenaikan dana parpol

Deadlock atau kebuntuan dalam pembahasan dana aspirasi ini kemungkinan sudah diperkirakan pemerintah jauh-jauh hari. Lucius memperkirakan pemerintahan Jokowi akan menawarkan pengganti usulan dana aspirasi, yakni menaikkan anggaran dana partai politik. 

“Karena memang jelas dalam undang-undang ada klausus yang mengharuskan pemerintah mensubsidi partai politik sehingga nanti tidak kesulitan,” kata Lucius. 

Yunarto juga sepakat dengan Lucius. “Biswa jadi alat tawar selama argumentasinya cukup kuat dan selama dilandasi dengan jaminan transparasi partai politik,” ujar Yunarto. 

Menurut Yunarto, pemerintah bisa menggunakan alasan bahwa dana aspirasi dapat merusak tatanan negara, politik, dan anggaran. “Dana aspirasi itu mengebiri peran eksekutif,” katanya.  

Saat ini, kata Yunarto, yang paling penting adalah menagih janji Koalisi Indonesia Hebat (KIH) sebagai sponsor utama Jokowi.

“Pak Jokowi tegas menolak, tinggal bagaimana kekuatan politik di belakangnya,” katanya. —Rappler.com

Add a comment

Sort by

There are no comments yet. Add your comment to start the conversation.

Summarize this article with AI

How does this make you feel?

Loading
Download the Rappler App!