Drama jelang reshuffle kabinet Jokowi

Uni Lubis

This is AI generated summarization, which may have errors. For context, always refer to the full article.

Drama jelang reshuffle kabinet Jokowi

AFP

Mendagri Tjahjo Kumolo melempar umpan mendesak penggantian menteri. Bola reshuffle bergulir lebih cepat.

Sebelum berlaga, apalagi dalam kompetisi olahraga, pemanasan penting. Ini nampaknya yang tengah dilakukan oleh Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P) menjelang rencana Presiden Joko “Jokowi” Widodo melakukan reshuffle, atau kocok ulang Kabinet Kerja.   

PDI-P nampak menjadikannya sebagai arena “laga” untuk mendapatkan kursi lebih banyak, dan menyingkirkan sosok menteri yang tidak disukai. Alasan mendesak menteri dicopot bisa beragam. Mulai dari membatasi komunikasi antara partai politik pendukung dengan presiden, sampai soal kinerja.

Dimulai dengan pernyataan Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo yang notabene kader PDI-P dan mantan sekretaris jendral partai berlambang moncong putih itu. Tjahjo Kumolo mengatakan ada menteri yang tidak sejalan dengan Presiden Joko “Jokowi” Widodo. 

“(Ada) orang yang suka mengecilkan presiden-nya dari belakang layar, tidak berterima kasih sudah diberi jabatan sebagai pembantu raja,” kata Tjahjo, sebagaimana dikutip berbagai media

Di kalangan media dan masyarakat beredar apa yang disebut sebagai “transkrip” rekaman pernyataan menteri yang dianggap “mengecilkan” Presiden Jokowi.  

Akbar Faisal, politisi Partai Nasional Demokrat, mengaku mendapatkan transkrip pernyataan seorang menteri yang menjelekkan Presiden Jokowi. Akbar mengaku mendapatkan transkrip itu dari sebuah grup melalui telepon selulernya.  

“Saya terima ini melalui grup di handphone saya, ini pada waktu acara 3 Juni 2015,” kata Akbar Faisal sebagaimana dikutip laman kompas.com. 

Ketika ditanya siapa menteri yang dimaksud, Akbar menjawab, “silakan tanya Pak Tjahjo.”  Ibarat pertandingan sepakbola, Tjahjo berperan sebagai pengumpan.

Akbar adalah deputi tim transisi yang dibentuk pasangan Jokowi-JK setelah memenangi Pemilihan Presiden tahun lalu. Ketua Tim Transisi adalah Rini Mariani Soemarno.  

Selain Rini, petinggi tim transisi yang mendapatkan posisi di pemerintahan Jokowi adalah Menteri Pendidikan Anies Baswedan, Seskab Andi Widjajanto dan staf khusus Presiden, Teten Masduki. 

Hasto Kristiyanto dan Akbar mendapat tugas di partainya masing-masing. Akbar pernah mengkritisi Luhut Panjaitan soal pengangkatan staf di kantor Kastaf Kepresiden.  

Umpan dari Tjahjo juga disambut oleh Masinton Pangaribuan, anggota DPR RI dari Fraksi PDI-P yang mengatakan bahwa yang dimaksud Tjahjo sebagai menteri penghina Jokowi bukan dari PDI-P dan partai pendukung.  

Media memuat pernyataan Masinton pada 29 Juni yang menyebutkan “menteri dari profesional, bukan dari PDI-P dan partai pendukung”, “ada di bawah koordinasi perekonomian”,  “perempuan”. Media mengejar komentar Rini.  

Rini memegang portofolio penting di kabinet Jokowi.  Sebagai Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN), Rini membawahi 160-an BUMN dan berperan besar dalam memastikan program ekonomi Jokowi berjalan. Jokowi nampak mempercayai Rini.  

Tapi PDI-P, selalu menjadikannya sasaran tembak. Rini, Kepala Staf Kepresidenan Luhut  dan Seskab Andi disebut yang menjadi sasaran kritikan membantah tudingan membatasi komunikasi PDI-P dengan presiden. 

Tanggapan Rini

Rini membantah tudingan dirinya menghina presiden. Saya melihat tayangan Metro TV Senin sore, 29 Juni, saat Rini dikerubungi wartawan di kompleks Istana, setelah mengikuti rapat terbatas soal galangan kapal.  

“Itu dari mana? Coba tanya ke dia, darimana dasarnya, datanya dari mana?” kata Rini, sambil berjalan cepat. Nampak dari wajahnya, dia berusaha sabar.  

Menteri BUMN Rini Soemarno saat dikunjungi di kantornya, 19 Desember 2014. Foto oleh Uni Lubis

Saya menyebutkan bahwa drama oper-operan umpan dan komentar atas rencana kocok ulang kabinet ini bagaikan laga berebut kursi lebih banyak. 

Wakil Sekretaris Jendral PDIP,  Ahmad Basarah, mengatakan seyogyanya PDI-P mendapatkan jatah tambahan 5 kursi di kabinet kerja, sehingga total menjadi 9. Saat ini ada 4 menteri PDI-P di kabinet Jokowi, yaitu Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Budaya Puan Maharani, Menteri Hukum dan HAM Yasonna H. Laoly, Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo dan Menteri UMKM dan Koperasi AA Gusti Ngurah Puspayoga. 

Sebenarnya Rini dan Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti masuk dalam “proxy” orang dekat Megawati Sukarnoputri, ketua umum PDI-P. Saat Megawati menjabat presiden, Rini menjabat menteri perindustrian dan perdagangan. Selama 10 tahun PDI-P di luar kekuasaan, Rini hampir selalu mendampingi Megawati dalam berbagai kegiatan, pribadi maupun organisasi.  

Menguatnya posisi Rini sebagai orang kepercayaan Jokowi sejak di tim transisi nampaknya membuat petinggi PDI-P tidak nyaman. Di situlah serangan mulai muncul.

Aneh memang. Ketika publik tengah dihadapkan dengan situasi muram melemahnya ekonomi, krisis keuangan di Yunani yang bisa menular ke Indonesia, kabinet kerja justru dikepung oleh simpang siur infomasi soal reshuffle.  

(BACA: Rupiah terus terpuruk tapi diprediksi tak akan sebabkan krisis

Drama yang dipicu pernyataan Tjahjo yang mengomentari sesama kolega dalam kabinet membuat publik was-was, apa sih prioritas menteri-menteri Jokowi? Menjalankan tugas dengan baik dan benar sehingga rakyat mendapat manfaat, atau sibuk mengumbar informasi tanpa memaparkan bukti?  

Pekan lalu Jokowi melontarkan pernyataan agar media tidak mengganggu menterinya yang tengah bekerja, dengan isu reshuffle. “Jangan ganggu menteri yang baru bekerja! Jangan buat gaduh!” kata Jokowi seusai acara buka puasa bersama di kediaman Ketua DPR Setya Novanto di Jalan Widya Chandra, Selasa, 23 Juni. 

Dia mengatakan itu setelah media ramai memberitakan bahwa Presiden telah menerima laporan kinerja masing-masing sepanjang dua halaman, dari semua menteri.  Bagaimana jika yang membuat gaduh itu justru anggota kabinetnya?

Pagi ini isu yang menohok Rini masih ditambah dengan tudingan bahwa menteri kelahiran Maryland, AS, ini berkewarganegaraan ganda. Tudingan datang dari Masinton yang nampaknya paling getol menerima umpan dari Tjahjo Kumolo.  

Karena diduga berkewarganegaraan ganda, Masinton meminta Jokowi mencopot Rini. Makin aneh lagi, mengingat Rini adalah salah satu menteri yang dikenal dekat dengan Megawati saat Mega menjabat presiden. Jokowi dan Megawati kecolongan?  Lalu mengapa baru menyoal sekarang? 

Mengapa Perlu Reshuffle?

Memilih anggota kabinet dan memberhentikannya, termasuk mengganti dengan figur lain adalah hak prerogatif presiden. Ini hak yang belakangan menjadi overrated. Berlebihan, karena faktanya presiden harus mengakomodir calon dari parpol, layak atau tidak.  

Presiden Susilo Bambang Yudhoyono membentuk apa yang saya sebut “kabinet pelangi” yang sarat juga nuansa parpol.  

Sama halnya dengan Kabinet Jokowi. Bahkan saat Megawati diangkat menjadi presiden menggantikan Presiden Abdurachman Wahid, dia mengakomodir wakil parpol dalam kabinetnya. Hampir semua ketua fraksi di DPR yang ikut menggalang mosi impeachment kepada Presiden Gus Dur, diganjar kursi menteri.  

Alasan kocok ulang kabinet bisa beragam. Alasan paling manis dan masuk akal adalah memperbaiki kinerja kabinet dan menempatkan orang yang lebih tepat.

Alasan ini digunakan oleh SBY saat melakukan reshuffle setelah memasuki tahun ketiga pemerintahan periode kedua. SBY juga melakukan pergeseran di periode pertama, tapi sifatnya minor. Ketika itu, Menteri Koordinator Perekonomian Aburizal Bakrie digeser menjadi menko  kesejahteraan rakyat. Posisi menko perekonomian diisi Boediono. 

Memasuki periode jabatan kedua, SBY dihujani kritik, terutama setelah skandal Bank CenturySetiap tahun, dia didesak melakukan reshuffle. Ketika akhirnya melakukan kocok ulang, SBY mengumumkan 5 hal yang menjadi pertimbangannya melakukan reshuffle 

“Dasar dan pertimbanan saya di dalam melaksanakan reshuffle ini. Pertama, hasil evaluasi kinerja dan integritas. Kedua, faktor yang saya sebut dengan the right man in the right place,” kata SBY saat mengumumkan anggota KIB II hasil perubahan di Istana Negara, Selasa, 18 Juni 2011.  

Ketiga, lanjut Presiden, adalah kebutuhan atau keperluan organisasi dalam hal ini kabinet itu sendiri. Sedangkan keempat adalah masukan dan inspirasi dari masyarakat luas yang dia terima dalam setahun ini.

“Dan kelima adalah pertimbangan faktor persatuan dalam kemajemukan, tentu dengan tidak meninggalkan integritas dan kapasitas para calon menteri,” ucap dia. 

Apa pertimbangan Jokowi dalam reshuffle?  Sejauh ini, yang muncul adalah soal penilaian kinerja. Jokowi bahkan memonitor kinerja menteri dan tanggapan masyarakat dari pemberitaan di media dan media sosial.  

Pekan lalu akun twitter @jokowi kembali aktif dan diakui sebagai akun resmi, setelah sebelumnya saat kampanye pilpres menggunakan akun @jokowi_do2.  Menteri yang belum aktif di Twitter, mendadak membuka akun, misalnya Menteri Koordinator Kemaritiman Indroyono Soesilo.  

Akun Menteri Perdagangan @RachmatGobel juga makin aktif membagi informasi. Kalau akun Menteri Susi Pudjiastuti, jangan ditanya lagi. Akun ini bahkan sempat terlibat debat panas dengan akun aktivis Ratna Sarumpaet. 

Kondisi ekonomi yang memburuk, sebagian dipicu oleh kondisi global termasuk krisis keuangan di Yunani, menjadi alasan kritik publik kian kencang. Mantan Ketua Umum PP Muhamadiyah, Buya Syafii Maarif, usai bertemu dengan Presiden Jokowi, Senin, 29 Juni, mengatakan bahwa isyarat reshuffle makin jelas.  

Menurut Buya Syafii, rekam jejak kinerja menteri selama 8 bulan terakhir tak banyak membuat perubahan.  

Kerja Kabinet Kerja belum memuaskan? Presiden Jokowi saat umumkan struktur Kabinet Kerja di Istana Negara pada 26 Oktober 2014. Foto oleh EPA

“Perekonomian Indonesia melambat, produk domestik menurun, harga sejumlah komoditas juga turun. Kondisi ini memicu pengangguran yang luar biasa. Saya rasa 8 bulan ini  sudah agak mendesak,” kata Buya Syafii, sebagaimana dimuat koran Kompas, 30 Juni.  

Buya menemui Jokowi didampingi Ketua Majelis Pertimbangan Partai (MPP) Partai Amanat Nasional (PAN), pengusaha Soetrisno Bachir. PAN ada dalam koalisi Merah Putih saat Pilpres 2014, dan mencalonkan Prabowo Subianto. Belakangan, setelah posisi ketua umum berpindah ke tangan Zulkifli Hasan yang kini ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat, PAN nampak mesra dengan Jokowi.

Presiden juga membangun komunikasi yang lancar dengan partai-partai di KMP, termasuk dengan Prabowo Subianto yang notabene pendiri Partai Gerindra dan mendukung Jokowi-Ahok saat berlaga untuk kursi Gubernur DKI Jakarta pada 2012. Komunikasi dengan PDI-P yang nampak kurang lancar. 

Menguat dugaaan bahwa dalam kocok ulang kabinet, Jokowi akan mengakomodir menteri dari luar Koalisi Indonesia Hebat (KIH). Tujuannya jelas, memperkuat posisi tawar di parlemen.  Dukungan KIH saja tidak cukup. Apalagi kalau dukungan itu labil, penuh dengan tawar-menawar dan bahkan menjadi biang kegaduhan.

Pemanasan jelang kocok ulang juga dilakukan Jokowi dengan bertemu ketua umum Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) Muhaimin Iskandar pada Kamis, 25 Juni. PKB masuk dalam koalisi pendukung Jokowi di Koalisi Indonesia Hebat, bersama PDI-P, Nasdem dan Hanura. PKB mendapat jatah 4 kursi di kabinet Jokowi.    

Jokowi juga mengundang sejumlah ekonom untuk berdiskusi mengenai masalah ekonomi dan solusinya. Hal yang mengemuka dalam diskusi itu adalah pentingnya mengawal pembangunan infrastruktur dan menjaga stabilitas politik.

Bagaimana Jokowi memanfaatkan masukan dari sejumlah pertemuan yang dilakukannya di istana, maupun pembicaraan informal saat acara buka puasa di rumah ketua lembaga tinggi negara dalam 10 hari terakhir, untuk mengolah format kabinet hasil kocok ulang?  

Ini yang ditunggu masyarakat. Delapan bulan sebenarnya waktu yang singkat bagi para menteri untuk bekerja.  Struktur organisasi sejumlah kementerian juga baru terisi Mei lalu. 

Upaya kocok ulang sebelum setahun berjalan bisa dibaca sebagai pengakuan akan “kurang pas dalam menempatkan the right person on the right place”, atau semata desakan politik belaka.  

Mana yang akan diputuskan Jokowi akan menentukan apakah ketidakpuasan publik yang menguat, sebagaimana hasil jajak pendapat, akan dijawab dengan komposisi kabinet yang mampu membangun kepercayaan dan mengangkat situasi ekonomi.

Jokowi seharusnya yang mengeksekusi umpan yang dilontarkan Tjahjo Kumolo, dengan menggolkannya ke gawang dan membuahkan skor positif bagi kepentingan publik.  

Sebelum Lebaran atau sesudah Lebaran?  Itu juga pertanyaannya. — Rappler.com 

Uni Lubis, mantan pemimpin redaksi ANTV, nge-blog tentang 100 Hari Pemerintahan Jokowi. Follow Twitter-nya @unilubisdan baca blog pribadinya di unilubis.com. 

 

 

 

 

Add a comment

Sort by

There are no comments yet. Add your comment to start the conversation.

Summarize this article with AI

How does this make you feel?

Loading
Download the Rappler App!