Persiapan lebaran warga sekitar Gunung Raung

Febriana Firdaus

This is AI generated summarization, which may have errors. For context, always refer to the full article.

Persiapan lebaran warga sekitar Gunung Raung
Persiapan lebaran warga sekitar yang tinggal di radius 8 km dari Gunung Raung sudah matang. Ketua RT bersikukuh tak ingin mengungsi hingga lebaran nanti. Mengapa?

BONDOWOSO, Indonesia — Didekap udara dingin, sore itu Nimah berjalan beriringan tanpa alas kaki dengan anjingnya, Dodi, di sepanjang setapak kebun kopi di dekat rumahnya. Untuk menahan dingin, ia hanya mengenakan jaket berwarna biru. 

Ia menjabat tangan Rappler dan memperkenalkan dirinya sebagai ketua Rukun Tetangga di Dusun Sepanas, Desa Rejo Agung, Kecamatan Sumberwringin, Bondowoso, Jawa Timur.

Perempuan berumur 40 tahun ini adalah “ketua suku” dari 25 kepala keluarga di dusun yang hanya berjarak 8 kilometer dari Gunung Raung yang sedang aktif ini. 

Dengan sigap, Nimah kemudian mengantar kami ke ruang tamu yang sederhana. Rumahnya terbuat dari papan kayu, dan beralas tanah. Ia menyalakan lampu senter satu-satunya yang ia pakai sebagai penerangan di rumah dan menghidangkan dua macam kue. 

“Ini sebenarnya kue untuk lebaran, tapi karena sudah datang, silakan,” katanya dengan sopan pada Rappler. Lebaran memang masih lima hari lagi, terhitung dari tanggal kami berkunjung, Senin, 13 Juli. 

Dua kue berukuran koin Rp 500 dengan hiasan wajah tersenyum membuat kami ikut tersenyum sebelum memakannya. 

Namun benarkah saat membuat kue lucu ini, Nimah benar-benar tersenyum? Mengingat saat ini ia berada dalam bayang-bayang letusan Gunung Raung. Kapan saja, gunung itu bisa mengeluarkan laharnya dan mengacaukan rencana lebarannya. 

Tuan rumah yang tak ingin mengungsi 

Rumah Nimah, warga Dusun Sepanas, Bondowoso, Jawa Timur, menghadap langsung ke Gunung Raung. Foto oleh Febriana Firdaus/Rappler

Lalu adakah pikiran Nimah untuk mengungsi saat lebaran nanti? “Enggak, kami tetap di sini sebagian,” katanya, karena ia akan menjadi tuan rumah untuk keluarga besarnya nanti.

“Nanti banyak yang ke sini, saudara-saudara, ponakan, semua main di hari raya.” 

Justru ketika hari raya, semua saudaranya akan berkumpul di rumahnya yang sederhana tersebut. Mengingat ia dan kakaknya, Borakib, adalah saudara tertua. 

Keyakinannya untuk tidak mengungsi juga karena ia menganggap Gunung Raung belum meletus. Meski pada Senin pekan lalu, 6 Juli, ia sempat mendengar suara gemuruh mirip air bah dari arah gunung. Selama 4 hari gemuruh itu akrab di telinganya. 

“Gunung Raung belum meletus,” kata Nimah.

Borakib menambahkan, jika Gunung Raung meletus, maka awan panasnya sudah sampai di rumahnya. 

“Debunya bisa sampai ke Banyuwangi jurusan Jember,” kata Borakib. Yang ia maksud adalah debu tebal dari letusan Gunung Raung. 

(IN PHOTOS: Lava pijar Gunung Raung)

Tapi Nimah dan Borakib punya rencana dadakan jika gunung itu meletus lagi saat lebaran nanti.

“Kami lari saja,” kata Nimah.

“Naik sepeda motor,” kata Borakib.

Entah berapa kecepatan lari yang direncanakan oleh Nimah, tapi jarak antara tempat tinggalnya dan pos pengungsian adalah sekitar 7 kilometer. Itu pun dengan rute berbatu, curam, dan menanjak. 

Pun jika ia menggunakan sepeda motor, jarak tempuh dari rumahnya ke pos tersebut bisa mencapai lebih dari 30 menit. 

Lagi-lagi, Rappler tak bisa membayangkan Nimah yang berada di daerah bencana level II Gunung Raung tersebut menghindar dari ancaman hujan abu lebat dan lontaran baju pijar. Apalagi dengan menggunakan sepeda motor.

Bantuan untuk Nimah

Penampakan Gunung Raung dari depan rumah Nimah, warga Dusun Sepanas, Bondowoso, Jawa Timur, Senin, 13 Juli 2015. Foto oleh Febriana Firdaus/Rappler

Meski Nimah tak ada rencana mengungsi, tapi pemerintah menyiapkan bantuan untuknya dan tetangga-tetangganya. 

Ada 5 truk yang disediakan Koramil Sumberwringin untuk Nimah dan 50 warga yang tinggal di dusunnya, ditambah 196 jiwa lainnya yang tinggal di dusun bawah, Tol-Tol Barat. 

Sekitar 1.747 petugas disiapkan untuk memboyong Nimah dan ratusan warga lainnya. Dua di antara mereka bermukim di dusun tersebut untuk menjaga Nimah sembari mengamati awan yang mengepul dari Gunung Raung. 

Tapi bagaimana jika bantuan tersebut hanya cukup untuk Nimah? Bagaimana jika letusan berikutnya terjadi pada saat lebaran, di mana semua keluarga besarnya naik ke puncak Dusun Sepanas?

Nimah belum berpikir ke sana, seperti ia belum memutuskan apakah akan memakai baju baru di hari raya atau memakai yang sudah ada. —Rappler.com

Add a comment

Sort by

There are no comments yet. Add your comment to start the conversation.

Summarize this article with AI

How does this make you feel?

Loading
Download the Rappler App!