Indonesia

Aceh segera terapkan hukuman berat untuk pelanggar syariat Islam

Nurdin Hasan

This is AI generated summarization, which may have errors. For context, always refer to the full article.

Aceh segera terapkan hukuman berat untuk pelanggar syariat Islam
Semakin berat hukuman, diharapkan pelaku pelanggaran syariat Islam berkurang

BANDA ACEH, Indonesia — Lebih dari 100 orang berkumpul di ruang sidang utama gedung parlemen Aceh, Sabtu pekan lalu (6/9). Sekumpulan orang yang terdiri dari anggota Dewan Perwakilan Rakyat Aceh (DPRA), pejabat pemerintah provinsi dan kabupaten/kota, polisi, jaksa, hakim, pejabat wilayatul hisbah (polisi syariah), ulama, aktifis pembela hak asasi manusia, dan aktifis perempuan menghadiri rapat dengar pendapat umum qanun jinayat.

Qanun jinayat, atau peraturan tentang pelaksanaan syariat Islam di provinsi ujung barat Indonesia, sudah memasuki tahap akhir pembahasan. Sebelumnya pernah beberapa kali digelar rapat dengar pendapat umum terkait qanun jinayat dimana peserta rapat banyak memberi masukan demi menyempurnakan rancangan qanun tersebut.

Ramli Sulaiman, ketua Komisi G DPRA yang membidangi masalah agama, budaya dan pariwisata, menyatakan pihaknya telah membahas draf qanun jinayat dengan Mahkamah Agung dan departemen-departemen terkait di Jakarta. Anggota Komisi G DPRA lainnya juga telah melakukan kajian tentang pelaksanaan syariat Islam di negara-negara Islam seperti Arab Saudi, Jordania, dan Brunei Darussalam.

“Qanun Jinayat sangat ditunggu-tunggu masyarakat Aceh karena ini qanun luar biasa yang proses pembahasannya lebih dari dua tahun. Ini tak main-main karena menyangkut penerapan syariat Islam di Aceh,” kata Ramli, seraya berharap qanun tersebut bisa disahkan dalam sidang paripurna terakhir dewan periode 2009-2014 yang jatuh pada 22 September.

Qanun jinayat merupakan penyempurnaan aturan pelaksanaan syariat Islam di Aceh karena 4 qanun yang sudah diterapkan saat ini dianggap masih banyak kekurangan sehingga implementasi syariat tidak berjalan maksimal. Keempat qanun yang sudah berlaku sejak 13 tahun lalu hanya mengatur mengenai syiar Islam, khamar (minum-minuman beralkohol), maisir (perjudian), dan khalwat (ketika pasangan non-muhrim atau yang belum menikah berada di tempat tertutup atau sunyi).

Ancaman yang dijatuhkan kepada pelanggar keempat qanun di atas masih bersifat percobaan dan lebih menegaskan kepada efek jera. Sebagai contoh, pelaku khamar diancam hukuman maksimal 40 kali cambuk di depan umum. Sedangkan hukuman terhadap pelaku khalwat antara tiga hingga sembilan kali cambukan, dan penjudi diancam enam hingga 12 kali. 

Dalam draf qanun jinayat yang diperoleh Rappler, disebutkan ancaman hukuman bagi pelaku pelanggaran syariat Islam lebih keras daripada yang berlaku selama ini, mulai dari sepuluh hingga 200 kali cambuk. Selain itu ada juga hukuman denda mulai 200 hingga 2.000 gram emas murni dan hukuman penjara mulai dari 20 hingga 200 bulan.

Qanun jinayat juga menambah beberapa tindak pidana lain yang sebelumnya belum teregulasi seperti zina, pemerkosaan, pelecehan seksual, dan hubungan seksual sesama jenis.

Hukuman terberat bagi pelaku pemerkosaan berupa 150 hingga 200 kali cambuk atau denda sejumlah 1.500 sampai 2.000 gram emas murni atau kurungan penjara selama 150 hingga 200 bulan penjara.

Sedangkan untuk pelaku zina dan hubungan sesama jenis diancam hukuman sebanyak 100 kali cambuk atau denda 1.000 gram emas murni atau 100 bulan penjara.

Disebutkan dalam rancangan qanun bahwa peraturan tersebut akan mulai berlaku satu tahun setelah disahkan agar masyarakat Aceh dapat sepenuhnya memahami inti dari qanun jinayat selama periode sosialisasi. Selain itu juga waktu satu tahun dinilai cukup untuk mempersiapkan aparat penegak hukum yang profesional dalam menjalankan perannya.

Namun Kepala Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) dan Wilayatul Hisbah Kota Banda Aceh, Ritasari Pujiastuti, berharap agar qanun tersebut dapat diberlakukan enam bulan setelah disahkan “karena banyak kasus pelanggaran syariat di Banda Aceh.”

Tidak ada lagi pelanggar syariat Islam

Ketua Mahkamah Syariah Aceh Idris Mahmudy menyebutkan qanun jinayat bukan sekedar untuk mencambuk orang Aceh sebanyak-banyaknya, tapi “dengan adanya qanun ini, kami harapkan tidak ada lagi orang yang melanggar syariat Islam.”

Ia berharap dengan disahkannya qanun ini, akan terjadi perubahan besar di Aceh dan tidak ada lagi orang yang berjudi, berzina dan mengonsumsi minuman beralkohol. “Semoga tidak ada lagi perbuatan lain yang dilarang agama, sehingga syariat Islam yang kaffah [menyeluruh] benar-benar tegak di Aceh,” ucap Idris.

Kepala Dinas Syariat Islam Aceh Syahrizal Abbas mengatakan qanun jinayat adalah wujud kekhususan dan keistimewaan Aceh yang diberikan pemerintah pusat dalam menjalankan syariat Islam di provinsi yang dikenal dengan julukan Serambi Mekah ini. Syahrizal berharap qanun tersebut dapat mengisi kekosongan dan kelemahan aturan yang ada untuk melaksanakan syariat Islam secara menyeluruh.

“Qanun jinayat memberi ruang lebih luas kepada majelis hakim untuk menjatuhkan vonis alternatif antara hukuman cambuk, penjara ataupun membayar denda dengan melihat kondisi psikologis dan alasan seseorang melakukan pelanggaran hukum,” terang Syahrizal.

‘Jangan ada pilih kasih’

Ancaman hukuman lebih keras bagi pelanggar syariat Islam ditentang sejumlah organisasi, salah satunya Komisi Untuk Orang Hilang dan Korban Kekerasan (Kontras). Destika Gilang Lestari, koordinator Kontras Aceh, mengatakan bahwa pihaknya sejak dulu selalu menolak setiap bentuk hukuman badan yang menyiksa.

“Kontras tetap menolak setiap bentuk hukuman badan karena itu adalah bentuk penyiksaan. Apalagi Indonesia sudah meratifikasi Kovenan Anti Penyiksaan,” kata Destika. 

Ia khawatir bila qanun jinayat tetap disahkan, maka rakyat kecil akan menjadi korban. Selama ini, menurutnya, yang selalu dihukum cambuk adalah warga biasa, sementara pejabat atau anggota parlemen yang ditangkap tidak pernah mendapat hukuman cambuk. 

“Melihat penerapan syariat Islam selama ini, saya khawatir akan tetap terjadi diskriminasi bagi pelaku dari masyarakat biasa,” ucapnya lirih.

Meski mendukung sepenuhnya hukuman yang diatur dalam qanun, Ketua Dewan Pimpinan Wilayah Nahdlatul Ulama (DPW NU) Aceh, Teungku Faisal Ali, menginginkan agar pelaksanaan tersebut diterapkan tanpa pandang bulu.

“Saya yakin kalau qanun itu disahkan, pelaksanaan syariat Islam akan lebih baik dan pelanggaran akan berkurang. Namun yang paling penting, jangan ada pilih kasih saat qanun itu dilaksanakan,” ujar Faisal. 

Ia menambahkan, qanun tersebut akan membuat warga Aceh berpikir dua kali sebelum melakukan perbuatan yang dilarang agama. —Rappler.com

Add a comment

Sort by

There are no comments yet. Add your comment to start the conversation.

Summarize this article with AI

How does this make you feel?

Loading
Download the Rappler App!