Jokowi sakit gigi jelang 100 hari pertama pemerintahan

Uni Lubis

This is AI generated summarization, which may have errors. For context, always refer to the full article.

Jokowi sakit gigi jelang 100 hari pertama pemerintahan
Di bidang ekonomi, Jokowi memulai inisiatif yang menjanjikan. Di bidang hukum dia dinilai menggadaikan jabatan untuk upah politik.

 

Memasuki hari ke-99 pemerintahan Presiden Joko “Jokowi” Widodo, mantan walikota Solo itu kangen Ahok dan berkunjung ke Balai Kota DKI Jakarta untuk memeriksakan giginya. Menjelang waktu Maghrib, Senin (26/1), iring-iringan mobil kepresidenan memasuki pelataran Balai Kota.  Jokowi disambut Gubernur Basuki Tjahaja Purnama, yang akrab dipanggil Ahok. Pasangan Jokowi-Ahok memenangi pilkada DKI Jakarta tahun 2012. Ketika dia memenangi pemilihan presiden, 9 Juli 2014, dan dilantik pada 20 Oktober tahun lalu, Jokowi mewariskan kursi bos di ibukota negara kepada Ahok.

Sebagai presiden, Jokowi memiliki tim dokter yang lengkap. Semua jenis masalah kesehatan. Tim dokter kepresidenan biasanya diambil dari dokter ahli di bidangnya, dan kumpulan dari sejumlah rumah sakit. Yang sering memimpin tim adalah dokter senior yang bertugas di Rumah Sakit Pusat Angkatan Darat (RSPAD) di kawasan dekat Lapangan Banteng, Jakarta Pusat. Tapi, sejauh ini Jokowi memilih memeriksakan giginya ke drg. Frans, yang bertugas di layanan kesehatan di balai kota.

(BACA: Apakah ada rahasia di balik ritual periksa gigi Jokowi di Balai Kota?)

Sepanjang Januari 2015, Jokowi terlihat tiga kali berobat gigi ke Balai Kota DKI. Sore tadi dia secara spesifik menyatakan kangen kepada Ahok. “Ya, kangen sama Pak Gubernur. Terus mau periksa gigi juga. Nggak tahu ini nanti diapakan. Saya cuma tinggal buka mulut saja,” kata Jokowi, sebelum masuk ke gedung Blok F, tempat layanan kesehatan di Balai Kota.

Tidak berlebihan jika Jokowi menganggap Ahok tidak hanya mantan wakil, tetapi juga sebagai teman yang dipercayainya. Ahok dikenal biasa bicara blak-blakan. Publik mengenal Ahok sebagai sosok yang berani mengambil risiko. Termasuk risiko berbeda pendapat dengan partai politik yang mengusungnya saat pilkada DKI, yakni Partai Gerindra. Parpol yang didirikan Prabowo Subianto ini yang mensponsori pencalonan Jokowi-Ahok di pilkada. Tapi di pilpres, Ahok mendukung Jokowi yang menjadi pesaing Prabowo.

September 2014, Ahok bahkan mengundurkan diri dari Gerindra. Di partai itu dia menjabat Ketua Dewan Pengurus Pusat bidang politik. Ahok mundur karena Gerindra mendukung pilkada tidak langsung, atau melalui pemilihan di DPRD. “Bagi saya, Partai Gerindra sudah tidak sesuai dengan perjuangan saya, untuk memberikan rakyat sebuah pilihan terbaik,” kata Ahok. 


Laporan khusus: Janji Jokowi 


Dalam karir politiknya, Ahok sudah berkali-kali pindah parpol. Dia pernah menjadi kader Golongan Karya, kader Partai Indonesia Baru, lalu Partai Kebangkitan Bangsa. Jelang Pilkada DKI dia bergabung dengan Gerindra.

Saya tidak akan heran jika Ahok nantinya akan bergabung dengan PDI-P atau Partai Nasional Demokrat. Jika itu terjadi, maka dia berumah di parpol yang sama dengan Jokowi, sahabatnya. Masalahnya, dukungan parpol bisa menjadi pisau bermata dua. Menjadi kekuatan untuk mendukung program kerja, pula menjadi beban jika kepentingan parpol justru ditentang oleh kepentingan rakyat pemilih. Ini dilema yang dihadapi Jokowi saat ini.

Presiden Jokowi tengah dikepung berbagai kepentingan terkait kisruh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) vs Polri, yang dipicu keputusannya mencalonkan Komjen (Pol) Budi Gunawan sebagai pengganti Kapolri Jenderal Sutarman. Cerita dan perkembangan akhirnya sudah diberitakan luas oleh media, termasuk perkembangan terbaru, Minggu malam (25/1), ketika Jokowi mengundang enam orang tokoh ke istana. Jokowi ingin mendengar pendapat mereka. Kisahnya bisa diikuti di sini

Solusi dari huru-hara ketegangan antara KPK vs Polri ini sebenarnya sederhana. Jokowi membatalkan pencalonan Budi Gunawan sebagai Kapolri, dan memulai proses pencalonan baru. Mudah menurut kita, tapi ini justru dilema terbesar yang dialami Jokowi. Kali ini parpol di Koalisi Merah Putih yang dipimpin Prabowo Subianto dan Aburizal Bakrie rupanya bersepakat dengan parpol pengusung Jokowi, terutama PDI-P dan Nasdem.  Mereka mendukung Budi Gunawan. Jokowi terjepit.

Situasi makin pelik, karena pembahasan Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara-Perubahan (RAPBN-P), harus dikebut agar memenuhi tenggat waktu pertengahan Februari 2015. Pemerintahan Jokowi sudah terlanjur memulai (termasuk menggunakan anggaran) yang harusnya dimasukkan dalam RAPBN-P. Belum dibahas. Kalau tidak ada kata sepakat dengan DPR pada pertengahan bulan depan, ada konsekuensinya bagi Jokowi. Tidak heran jika hari-hari ini para menteri Jokowi rapat siang-malam dengan DPR membahas budget negara.  

Kunjungan ketua umum Partai Golkar versi Munas Bali, Aburizal Bakrie, berkunjung ke kantor kepala staf presiden Luhut Panjaitan, pekan lalu (21/1), juga dalam rangka memuluskan proses ketok palu RAPBN-P. Jokowi terikat tangannya oleh persetujuan DPR. Media memberitakan Bakrie mengingatkan agar APBN-P 2015 senilai Rp 290 triliun digunakan untuk membangun infrastruktur sampai ke pedesaan. Itu yang resmi.

Dua janji 100 hari Jokowi

Jokowi saat menyapa pendukungnya di kampung halaman Solo pada masa kampanye Pilpres 2014. Foto oleh AFP

Saya pernah menulis di blog ini, bahwa saat diwawancarai stasiun TV Metro, Jokowi pernah mengatakan bahwa dalam 100 hari pertama, Jokowi akan menggarap dua peraturan presiden. Pertama, peraturan presiden soal percepatan izin usaha. 

“Yang kedua adalah peraturan presiden soal anti korupsi,” demikian kata Jokowi pada acara yang digelar pada Kamis 3 Juni 2014. Jokowi yakin bahwa dia bisa menerbitkan peraturan presiden itu dalam waktu kurang dari 100 hari. “Kalau proyek besar, pasti tidak bisa dalam 100 hari. Kalau proyek kecil, nanti nggak dianggap,” ujar Jokowi.

Bagi Jokowi, penerbitan produk hukum peraturan presiden untuk percepatan usaha penting. Tujuannya menarik investasi. Jika investasi masuk, ada kesempatan kerja baru. Jokowi menegaskan kemudahan dan percepatan izin usaha berlaku untuk semua level, termasuk untuk usaha kecil dan menengah. 

Agenda pertama 100 hari Jokowi jelas bertujuan menggenjot pertumbuhan ekonomi. Saat kampanye pemilihan presiden, Jokowi menargetkan pertumbuhan ekonomi di angka 7 persen. Saat ini Indonesia pertumbuhannya sekitar 5,3 persen.

Hari ini, Jokowi meresmikan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (PTSP) Pusat di kantor Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM). Ini bisa disebut sebagai realisasi dari peraturan yang memudahkan dan mempercepat ijin investasi.

Menurut laman Sekretariat Kabinet, setkab.go.id, PTSP dibentuk atas instruksi Presiden Jokowi agar dalam mengurus perizinan, investor tidak perlu keluar masuk Kementerian/Lembaga (K/L). Tapi cukup datang ke PTSP Pusat yang ada di BKPM. 

Instruksi ini disampaikan Presiden Jokowi setelah melakukan blusukan ke kantor BKPM pada 28 Oktober 2014 lalu. Setelah dilakukan koordinasi antara K/L, akhirnya 22 K/L telah memberikan pendelegasian wewenang penerbitan perizinan kepada Kepala BKPM, dan mereka menugaskan pejabatnya pada PTPS Pusat di BKPM itu.

“Saya ucapkan terima kasih kepada 22 K/L, semua perizinan telah dibawa ke BKPM untuk melayani lebih cepat dan baik,” kata Jokowi.

Langkah yang dilakukan ke-22 K/L menyerahkan kewenangan kepada BKPM itu, kata Jokowi, menunjukkan tidak ada ego sektoral lagi antar K/L. Ada saling bantu membantu untuk memberikan pelayanan investasi lokal, nasional, dan asing dengan sebaik-baiknya.

Jokowi juga menaikkan target pertumbuhan ekonomi tahun ini, yang semula di angka 5,1 persen, menjadi menjadi 5,6 – 5,8 persen. “Harus naik, dan kuncinya adalah realisasi APBN dan perkembangan investasi di negara kita,” papar Jokowi.

Menurut Presiden, peresmian PTSP Pusat itu baru langkah awal. Adapun langkah berikutnya adalah menyederhanakan proses perizinan sehingga tidak terlalu ruwet. “Proses ini akan saya ikuti terus sampai pada bentuk yang sempurna dan lebih baik,” ujar Jokowi.

Kepala BKPM Franky Sibarani mengatakan, PTSP juga membangun layanan monitoring perizinan secara online. Bagaimana mekanismenya, bisa dibaca di tautan ini 

Yang masih ditunggu

Calon Kapolri Kom Jen Polisi Budi Gunawan pada 26 Desember 2012. Foto oleh Subekti/Tempo

Janji menerbitkan peraturan presiden soal pemberantasan korupsi, ini yang belum dilaksanakan. Bahkan dalam dua pekan terakhir, komitmen Jokowi akan pemberantasan korupsi kian diragukan, gara-gara kasus pencalonan Budi Gunawan sebagai kapolri, sungguhpun dia sudah dinyatakan tersangka kasus dugaan korupsi oleh KPK. Dua kali konferensi pers yang dilakukan Presiden di Istana, serta wawancara khusus dengan Koran Kompas, menunjukkan betapa Jokowi kebingungan atas kisruh KPK vs Polisi.  

Budi Gunawan sebagaimana diketahui luas adalah mantan ajudan Presiden Megawati Soekarnoputri dan amat dekat dengan Ketua Umum PDI-P itu. Sebelumnya, penunjukan Jaksa Agung dari kalangan partai politik, kader Partai Nasdem, juga dinilai sebagai pengingkaran terhadap janji Jokowi saat kampanye. Dalam mengangkat Jaksa Agung dan mencalonkan Budi Gunawan, Jokowi tidak berkonsultasi dengan KPK dan Pusat Pelaporan dan Analisa Transaksi Keuangan (PPATK) sebagaimana yang dia lakukan saat menyusun kabinetnya.

Tak heran, organisasi Ikatan Alumni Universitas Indonesia (ILUNI), Fakultas Hukum, membuat penilaian 100 Hari Jokowi JK, yang intinya menganggap bahwa jabatan di bidang hukum digadaikan untuk kepentingan upah politik. Pemberantasan mafia hukum dan Korupsi, Kolusi dan Nepotisme (KKN), belum diprioritaskan.  

Pernyataan lengkap dari ILUNI FH UI sebagaimana disampaikan ketua umumnya, Melli Darsa, Minggu (25/1), dapat dibaca di tautan ini 

Pernyataan di atas senada dengan yang disampaikan oleh rektor dan civitas akademika Universitas Gadjah Mada, yang mendukung keberadaan KPK, dan meminta Jokowi lebih serius menjamin kelangsungan pemberantasan korupsi.  

Jokowi melalui Kementerian Ekonomi dan Sumber Daya Mineral sebenarnya juga membentuk Tim Reformasi Tata Kelola Migas, yang diketuai ekonom Faisal Basri. Pembentukan tim diumumkan pada 16 November 2014, dan bertugas memberangus mafia migas, sebagaimana teriakan kampanye Jokowi. Tim bekerja selama enam bulan untuk memetakan masalah, termasuk merekomendasikan perbaikan. Faisal Basri dianggap senjata Jokowi menghajar mafia migas. Saya menuliskannya di sini.  

Salah satu sasaran tembak tim Faisal Basri adalah PT Petral (Pertamina Energy Trading Limited), anak perusahaan Pertamina di bidang perdagangan migas. Faisal Basri adalah sosok yang sebelumnya gencar mencurigai Petral. Nyatanya, sampai hari ini keputusan tim dan pemerintah adalah mempertahankan Petral. Menteri ESDM saat saya wawancara soal naik turun harga BBM di era Jokowi mengatakan akan ada overhaul manajemen Petral. Ini tautannya 

Nyatanya,  sampai pekan lalu hanya posisi direktur utama yang diganti ke Toto Nugroho. Manajemen lain tetap. Pekerjaan Petral sebagian dialihkan ke Integrated Supply Chain di Pertamina, divisi yang pernah dipimpin Menteri ESDM Sudirman Said saat bekerja di Badan Usaha Milik Negara itu. 

Penilaian media asing 

Pelaksanaan revolusi mental di bidang hukum bagi Jokowi, nampak menemui banyak batu sandungan. Belantara birokrasi internal pemerintahan maupun kepungan kepentingan partai politik tak mudah diurai, apalagi dikesampingkan. Jika tidak menunjukkan keteguhan hati dan keberanian mengambil keputusan yang berpihak pada publik, Jokowi terancam kehilangan kilaunya, sebagaimana yang ditulis media berpengaruh luas di bidang ekonomi, The Economist. Jokowi jinks. 

“Kesaktian Jokowi memudar”, demikian bahasan di artikel itu, yang bisa diikuti di sini

Koran New York Times menuliskan dengan nuansa yang sama. Jokowi kehilangan kilau, dan dipicu pencalonan Budi Gunawan sebagai Kapolri. Ini tautan ke berita NYT 

Christiane Amanpour, kepala deks internasional stasiun televisi CNN, kemarin mengunggah fotonya bersepeda santai di acara car-free day dengan Presiden Jokowi. Dia khusus datang ke Jakarta untuk mewawancarai Jokowi berkaitan dengan 100 hari pertama pemerintahannya. Saya yakin pertanyaan soal kisruh KPK vs Polisi ditanyakan. Saya juga memperkirakan jawaban Jokowi tidak jauh dari apa yang dia sampaikan saat konferensi pers maupun wawancara dengan Kompas. Dia membaca catatan di kedua kesempatan itu.

Masih ada waktu

Presiden Jokowi menyapa rakyat Indonesia sesaat setelah pelantikannya pada 20 Oktober 2014. Foto oleh AFP

Tentu saja Jokowi masih punya banyak waktu untuk meraih kembali turunnya popularitas dia dalam 100 hari pertama ini, terutama di bidang penegakan hukum, pemberantasan korupsi, dan penegakan hak asasi manusia. Begitu juga memastikan upaya pembangunan ekonomi termasuk tiga kartu sakti untuk rakyat yang menjadi andalannya, berjalan sesuai rencana. Sesuai janji.

Presiden Barack Obama pernah  mengatakan, “Seratus hari pertama memang penting. Tetapi, mungkin saja seribu hari pertama yang bakal membuat perubahan.” Obama kurang sepakat jika penilaian kinerjanya dilakukan pada 100 hari pertama. Saya yakin begitu pula Jokowi.  

Saya setuju dengan pendapat itu. 

Sekedar mengingatkan, ini janji-janji Presiden Jokowi saat kampanye:

1. Besarkan Pertamina kalahkan Petronas dalam 5 tahun (sumber)
2. Bangun 50 ribu Puskesmas (sumber)
3. Swasembada pangan (sumber)
4. Membuat bank tani untuk mengurangi impor pangan (sumber)
5. Akan tetap blusukan bila jadi presiden (sumber)
6. Benahi kawasan Masjid Agung Banten (sumber)
7. Cetak 10 juta lapangan kerja (sumber)
8. Membuka 3 juta lahan pertanian (sumber)
9. Membatasi bank asing (sumber)
10. Membangun tol laut dari Aceh hingga Papua (sumber)
11. Memberi berapapun anggaran pendidikan (sumber)
12. Mengurangi impor pestisida dan bibit pertanian (sumber)
13. Hapus Ujian Nasional (sumber)
14. Membangun e-government, e-budgeting, e-procurement, e-catalog, e-audit (sumber)
15. Terbitkan Perpres Pemberantasan Korupsi (sumber)
16. Pertumbuhan ekonomi 8 persen (sumber)
17. Meningkatkan pembangunan infrastruktur seperti pelabuhan, dan bandara di wilayah Indonesia bagian timur (sumber)
18. Dana Rp 1,4 miliar per desa tiap tahun (sumber)
19. Kepemilikan tanah pertanian untuk 4,5 juta kepala keluarga dan perbaikan irigasi di 3 juta hektar sawah (sumber)
20. Membangun 100 sentra perikanan yang dilengkapi lemari berpendingin (sumber)
21. Membentuk bank khusus nelayan (sumber)
22. Menggunakan pesawat tanpa awak untuk meng-cover wilayah lndonesia (sumber)
23. Meningkatkan pemberian beasiswa (sumber)
24. Mengalihkan penggunaan BBM ke gas dalam waktu 3 tahun (sumber)
25. Sulap’ KJS-KJP jadi Indonesia Sehat dan Indonesia Pintar (sumber)
26. Tidak bagi-bagi kursi menteri ke partai pendukungnya (sumber)
27. Tak berada di bawah bayang Megawati (sumber)
28. Membenahi Jakarta (macet, banjir, dll) (sumber)
29. Mendukung kemerdekaan dan mendirikan KBRI di Palestina (sumber)
30. Tanggal 1 Muharram sebagai Hari Santri Nasional (sumber)
31. Mudah ditemui oleh warga Papua (sumber)
32. Menurunkan harga sembako, meningkatkan kualitas dan kuantitas program raskin (sumber)
33. Memperhatikan permasalahan outsourcing (sumber)
34. Menghapus subsidi BBM (sumber)
35. Meningkatkan profesionalisme, menaikkan gaji dan kesejahteraan PNS, TNI, dan Polri (sumber)
36. Meningkatkan anggaran penanggulangan kemiskinan termasuk memberi subsidi Rp 1 juta per bulan untuk keluarga pra-sejahtera sepanjang pertumbuhan ekonomi di atas 7% (sumber)
37. Perbaikan 5.000 pasar tradisional 

38. Membantu meningkatkan mutu pendidikan pesantren guna meningkatkan kualitas pendidikan nasional dan meningkatkan kesejahteraan guru-guru pesantren sebagai bagian komponen pendidik bangsa (sumber)
39. Akan berbicara terkait kasus BLBI (sumber)
40. Memperkuat KPK (meningkatkan anggarannya 10x lipat, menambah jumlah penyidik, regulasi) (sumber)
41. Menghentikan impor daging (sumber)
42. Menciptakan lebih banyak lapangan pekerjaan di sektor pertanian, perikanan, dan manufaktur (sumber)
43. Pembangunan infrastruktur seperti jalan, listrik, irigasi, dan pelabuhan (sumber)
44. Meningkatkan 3 kali lipat anggaran pertahanan (sumber)
45. Meningkatkan kualitas pendidikan melalui pembenahan tenaga pengajar yang punya kemampuan merata di seluruh nusantara (sumber)
46. Memilih Mendikbud dari PGRI (sumber)
46. Memberikan gaji besar bagi para ahli asal Indonesia (sumber)
47. Menaikkan gaji guru (sumber)
48. Sekolah gratis (sumber)
49. Menangani kabut asap di Riau (sumber)
50. Membeli kembali Indosat (sumber)
51. Membangun industri maritim (sumber)
52. Menyederhanakan regulasi perikanan (sumber)
53. Mempermudah nelayan mendapatkan solar sebagai bahan bakar kapal dengan mendirikan SPBU khusus (sumber)
54. Membuktikan janji-janji dalam visi-misi (sumber)
55. Menyejahterakan kehidupan petani (sumber)
56. Mengelola persediaan pupuk dan menjaga harga tetap murah (sumber)
57. Membangun banyak bendungan dan irigasi (sumber)
58. Menyusun kabinet yang ramping dan diisi oleh professional (sumber)
59. Menyelesaikan pelanggaran-pelanggaran HAM di masa lalu (sumber)
60. Menjadikan perangkat desa jadi PNS secara bertahap (sumber)
61. Meningkatkan industri kreatif sebagai salah satu kunci kesejahteraan masyarakat (sumber)
62. Cuma satu-dua jam saja di kantor, selebihnya bertemu rakyat (sumber)
63. Internet cepat (sumber)

—Rappler.com

Uni Lubis, mantan pemimpin redaksi ANTV, nge-blog tentang 100 Hari Pemerintahan Jokowi. Follow Twitter-nya @unilubis dan baca blog pribadinya di unilubis.com

Add a comment

Sort by

There are no comments yet. Add your comment to start the conversation.

Summarize this article with AI

How does this make you feel?

Loading
Download the Rappler App!