Polisi: Jurnalis asing di Papua jadi ancaman terselubung

Banjir Ambarita

This is AI generated summarization, which may have errors. For context, always refer to the full article.

Polisi: Jurnalis asing di Papua jadi ancaman terselubung

AFP

Menurut Polda Papua, jurnalis asing bisa melancarkan aksi propaganda, dan berpotensi mengganggu situasi keamanan dan ketertiban nasional

JAYAPURA, Indonesia— Kepolisian Daerah Papua mengatakan bahwa pemberian akses masuk ke Papua untuk jurnalis dan organisasi asing merupakan upaya melindungi negara dari ancaman.

Desakan dari berbagai lembaga dunia kepada Pemerintah Indonesia untuk membuka akses kepada jurnalis asing ke Papua mendapat tanggapan dingin dari Polda Papua. 

“Kalau jurnalis dan organisasi non pemerintah internasional diberi akses masuk Papua, itu bisa menjadi sebuah ancaman terselubung bagi Indonesia,” ujar Juru Bicara Polda Papua Kombes Patrige Renwarin, Selasa, 5 Mei 2015. 

“Bisa saja mereka mempropaganda dengan menyiarkan berita tidak benar dan berhubungan dengan kelompok separatis Papua sehingga akan merugikan Indonesia di dunia internasional.

“Hal begini yang ditakutkan, jurnalis asing bisa saja melancarkan aksi propaganda, tentu ini berpotensi mengganggu situasi kamtibmas.”

Pada 2014, dua jurnalis asal Perancis, Thomas Dandois dan Valentine Bourrat, ditangkap dengan tuduhan meliput kegiatan kelompok separatis dan masuk ke Papua tanpa izin kerja. Keduanya masuk sebagai turis, namun tertangkap sedang merekam video untuk acara televisi. Mereka dibebaskan 2,5 bulan kemudian.

Namun, Patrige tak menampik jika pembukaan akses juga bisa memberikan hal positif.

“Ada juga dampak positifnya kalau jurnalis asing diberi akses ke Papua, asal mereka menyiarkan hal yang positif dan obyektif, terutama tentang pembangunan yang sedang berlangsung, orang Papua tidak lagi terisolir, terbelakang tapi sudah semakin maju,” ujarnya.  

Tapi yang pasti, masalah izin akses untuk jurnalis asing masuk ke Papua, bukan domain Polisi tapi pemerintah pusat.

“Semua tergantung pemerintah pusat khususnya Kementerian Luar Negeri. Mereka yang tentukan apakah mengizinkan jurnalis asing masuk ke Papua atau tidak,” imbuhnya. 

Akses bagi jurnalis asing ke Papua memang sulit didapat. Padahal, UU Pers menyatakan bahwa harusnya tidak ada daerah yang dibatasi aksesnya untuk wartawan.

Koresponden Australian Associated Press diberitakan harus melamar visa hingga 12x hingga akhirnya diberikan izin. Stasiun televisi Al Jazeera perlu 6 tahun untuk mendapatkan visa ke Papua.  

HRW kritik penutupan akses media ke Papua

Bertepatan dengan Hari Kebebasan Pers Dunia yang jatuh pada 3 Mei, organisasi Human Rights Watch mengharapkan Pemerintah Indonesia mengakhiri pembatasan jurnalis asing untuk liputan di Papua. 

Dalam siaran pers yang diterima Rappler, HRW menyatakan pemerintah sebenarnya menutup akses bagi media asing dengan hanya memperbolehkan jurnalis asing meliput bila memiliki izin yang sulit didapatkan.

“Pembatasan peliputan di Papua menyuburkan penyalahgunaan wewenang oleh aparat keamanan dan menghalangi hak publik untuk mengetahui apa yang sedang terjadi di sana,” kata deputi direktur HRW Asia Phelim Kine.

Jokowi disebutkan pernah berjanji pada Juni 2014 akan menghapuskan hambatan bagi wartawan asing dan organisasi internasional untuk berkunjung ke Papua. Menurutnya, tidak ada yang perlu disembunyikan di sana.

“Presiden Widodo harus memenuhi janjinya untuk mengakhiri pembatasan akses media ke Papua dan mengizinkan media asing dan domestik untuk bekerja tanpa intervensi,”kata Phelim.  —Rappler.com

Add a comment

Sort by

There are no comments yet. Add your comment to start the conversation.

Summarize this article with AI

How does this make you feel?

Loading
Download the Rappler App!