Minuman beralkohol dikenakan bea masuk 150%

Rappler.com

This is AI generated summarization, which may have errors. For context, always refer to the full article.

Minuman beralkohol dikenakan bea masuk 150%
Menurut mantan pengurus WTO untuk Indonesia, kenaikan bea masuk karena alkohol bertentangan dengan nilai sosial budaya Indonesia.

'Droplets on freshly poured beer' image courtesy Shutterstock

JAKARTA, Indonesia — Suka minuman beralkohol yang manis? Mulai hari ini, Kamis, 23 Juli, pemerintah akan mengenakan bea masuk pada minuman beralkohol impor sebesar 150 persen. 

Kebijakan pemerintah itu dituangkan dalam Peraturan Menteri Keuangan No. 132/PMK.010/2015 yang merupakan perubahan ketiga PMK No. 213/PMK.011/2011 tentang Penetapan Sistem Klasifikasi dan Pembebanan Tarif Bea Masuk Atas Barang Impor.  

Peraturan tersebut ditandatangani oleh Menteri Keuangan Bambang Brodjonegoro pada 8 Juli dan diundangkan oleh Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Yasona Laoly pada 9 Juli.

Apa saja jenis yang bakal kena pajak? 

Dalam peraturan tersebut, jenis minuman etil alkohol yang tidak didenaturasi dengan kadar alkohol kurang dari 80% menurut volumenya akan dikenakan bea masuk impor 150 persen.

Antara lain: 

    • Alkohol diperoleh dari penyulingan minuman fermentasi anggur, brandy, wiski, rum, gin, vodka, sopi manis, dan cordial. 
    • Arak atau alkohol nanas dengan kadar alkohol tidak melebihi 40% menurut volumenya juga dikenakan pajak 150%. 
    • Minuman jenis Samsu yang mengandung obat dengan kadar alkohol melebihi 40% menurut volumenya, juga termasuk yang terkena pajak sebesar 150%. 
    • Bitter dan minuman sejenis dengan kadar alkohol tidak melebihi 57% menurut volumenya juga dikenakan pajak 150%.

Menyesuaikan dengan WTO  

Pengenaan bea masuk impor sebesar 150% ini masih terkait dengan hasil perundingan di World Trade Organization (WTO) beberapa tahun lalu.

Menurut bekas pengurus WTO untuk Indonesia Gusmardi Bustami, bea masuk alkohol memang harus naik 150 persen karena menyesuaikan dengan hasil perundingan. “Alkohol 150 persen kita ikat di WTO,” ujar Gusmardi pada media.  

Apakah ada sentimen lain selain perundingan WTO? Menurut Gusmardi, kenaikan bea masuk itu penting karena alkohol dianggap bertentangan dengan nilai sosial budaya dan kepercayaan dalam negeri. 

Penolakan alkohol dari DPR

Klausul alkohol ini ternyata bukan isapan jempol. Setelah pemberlakukan PMK, Dewan Perwakilan Rakyat (DPR RI) saat ini sedang menggodok Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Larangan Minuman Beralkohol. 

RUU yang getol diusulkan oleh Fraksi Partai Persatuan Pembangunan (PPP) dan Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) ini akhirnya masuk ke Program Legislasi Nasional (Prolegnas) tahun 2015, yang artinya pada tahun ini RUU akan dibahas dan dirampungkan.

(BACA: Mari berbicara tentang RUU larangan minuman beralkohol)

Dalam pasal 5-7 RUU ini disebutkan tentang larangan pada setiap orang, baik pribadi maupun kelompok, memproduksi, menyimpan, mengedarkan, menjual, dan bahkan mengonsumsi minuman berakohol golongan A (kadar rendah, 1-5%), golongan B (kadar sedang 5-20%), golongan C (20-55%), tradisional, dan campuran, kecuali untuk kepentingan terbatas.

Kepentingan terbatas tersebut mencakup kepentingan adat, ritual keagamaan, wisatawan, farmasi, dan tempat-tempat yang diizinkan oleh peraturan perundang-undangan.

—Rappler.com

Add a comment

Sort by

There are no comments yet. Add your comment to start the conversation.

Summarize this article with AI

How does this make you feel?

Loading
Download the Rappler App!