Pemerintah batasi diat untuk TKI terlibat pembunuhan di Arab

Dyah Ayu Pitaloka

This is AI generated summarization, which may have errors. For context, always refer to the full article.

Pemerintah batasi diat untuk TKI terlibat pembunuhan di Arab

EPA

Ada 211 WNI yang terancam hukuman mati di luar negeri

MALANG, Indonesia—Pemerintah Indonesia akan membatasi jumlah diat bagi keluarga korban pembunuhan yang dilakukan oleh tenaga kerja Indonesia di Arab Saudi sebesar Rp 700 juta untuk perempuan dan hingga Rp1,4 miliar untuk laki-laki.

Diat adalah uang yang diberikan untuk mendapatkan maaf dari keluarga korban terhadap pelaku pembunuhan. 

Menurut Lalu M Iqbal, Direktur Perlindungan Warga Negara Indonesia dan Badan Hukum Kementerian Luar Negeri Indonesia, jumlah diat tersebut sudah sesuai dengan saran ulama di Arab Saudi.

“Ini dilakukan supaya pemerintah tidak di-bully oleh keluarga korban,” kata Iqbal dalam Lokakarya Peran Pemerintah, Swasta dan Masyarakat dalam Penempatan dan Perlindungan TKI di Malang, Rabu, 29 Juli. 

Iqbal mencontohkan kasus pembunuhan yang dituduhkan pada Satinah, TKI asal Desa Kalisidi, Ungaran Barat, Kabupaten Semarang, Jawa Tengah, yang terancam hukuman mati pada 2014. Pemerintah diminta untuk membayar Rp 21 miliar oleh keluarga korban untuk menebus kebebasan Satinah. 

Kasus lain adalah Darsem, TKI asal Semarang yang terancam hukuman pancung. Pemerintah harus membayar Rp 2 miliar untuk membebaskannya.

Iqbal mengatakan tanpa pembatasan diat, jumlahnya bisa terus meningkat. “Diat itu ada limit-nya, kalau ketemu keluarga korban yang sangat dendam dan meminta Rp 100 miliar bisa habis anggaran kami untuk diat saja.”

Setelah keputusan ini dikeluarkan, pemerintah tidak akan menegosiasikan jumlah diat untuk keluarga korban. “Maksimalnya itu, take it or leave it, ya sudah,” kata Iqbal.

Namun, pemerintah akan tetap memberikan bantuan nonlitigasi — penyelesaian di luar jalur pengadilan — untuk WNI menghadapi keluarga korban, seperti memberikan fasilitas bagi keluarga pelaku, pendekatan terhadap keluarga korban, berkirim surat minta bantuan pada keluarga Raja Arab Saudi, dan mengirimkan surat pada para pengusaha.

“Yang penting menghindari bantuan dalam bentuk pemberian uang untuk diat,” kata Iqbal. 

Selain itu, pemerintah juga mengantisipasi terjadinya hukuman mati dengan memberikan perlindungan sedini mungkin sejak tingkat penyelidikan di kepolisian. 

“Memang ada kasus yang polisinya meminta WNI untuk tanda tangan dengan iming-iming segera dipulangkan,” kata Iqbal.

“Ternyata tanda tangan itu adalah pengakuan dia telah melakukan pembunuhan, sementara dia tidak melakukan pembunuhan. Jika berkas itu sudah masuk ke pengadilan upaya perlindungannya akan lebih sulit.” 

Meskipun menurutnya, terbatasnya jumlah petugas di tempatnya membuat perlindungan tak bisa maksimal. Belum lagi tidak semua kejadian diinformasikan ke kantor perwakilan Indonesia di luar negeri.

Saat ini, menurutnya terdapat 211 WNI yang menghadapi ancaman hukuman mati di seluruh dunia, dan 70 persen berada di Malaysia, disusul Arab Saudi kemudian China, Iran, Singapura, Vietnam dan Laos. 

Sejak Januari hingga Juni 2015, sudah 60 WNI yang terancam hukuman mati dibebaskan. Selebihnya, 211 WNI masih dalam proses negosiasi dan lobi. Sebagian besar terjerat kasus narkoba di Malaysia.

“Tahun lalu kami bebaskan 46 kasus tapi ada 47 kasus yang masuk. Total sejak 2011 kami sudah bebaskan 238 WNI dari ancaman hukuman mati,” katanya. —Rappler.com

Add a comment

Sort by

There are no comments yet. Add your comment to start the conversation.

Summarize this article with AI

How does this make you feel?

Loading
Download the Rappler App!