PTUN tolak gugatan pembebasan bersyarat Pollycarpus

Haryo Wisanggeni

This is AI generated summarization, which may have errors. For context, always refer to the full article.

PTUN tolak gugatan pembebasan bersyarat Pollycarpus
Imparsial, yang mengajukan gugatan, memutuskan akan banding

JAKARTA, Indonesia — PTUN Jakarta Timur menolak gugatan lembaga HAM Imparsial terhadap pembebasan bersyarat bagi Pollycarpus Budihari Prijanto, pembunuh tokoh HAM Munir Said Thalib. 

“Menimbang bahwa tergugat mendalilkan objek sengketa tidak termasuk kewenangan PTUN, karena dikeluarkan atas kebutuhan KUHP atau KUHAP, atau berhubungan dengan pidana. Untuk itu, pokok perkara tidak menjadi pertimbangan lagi,” kata Ketua Majelis Hakim Ujang Abdullah, Rabu, 29 Juli.

Gugatan Imparsial ditujukan terhadap Menteri Hukum dan HAM karena dianggap tidak mementingkan rasa keadilan dengan memberikan pembebasan bersyarat bagi Pollycarpus, setelah dipenjara selama 8 tahun dan 11 bulan. Pollycarpus sebenarnya dihukum 14 tahun penjara oleh Mahkamah Agung. 

Kecewa dengan keputusan pengadilan, Direktur Program Imparsial, Al Araf, mengatakan akan mengajukan banding.

“Kami menilai proses pembebasan bersyarat itu cacat hukum. Meskipun itu adalah hak semua narapidana, tapi untuk Pollycarpus syaratnya tidak terpenuhi secara utuh,” ujar Al Araf.

Menurutnya, meski Pollycarpus memenuhi persyaratan untuk mendapatkan pembebasan bersyarat dengan telah menjalani 2/3 masa tahanan, dia tidak memenuhi persyaratan lainnya seperti berkelakuan baik, menunjukkan rasa bersalah dan penyesalan, dan pertimbangan kepentingan keamanan, ketertiban umum serta keadilan masyarakat. 

“Hingga saat ini Polly masih membantah keterlibatannya padahal sudah diputus bersalah oleh pengadilan, ini tidak menunjukkan adanya rasa bersalah dan penyesalan,” kata Al Araf. 

“Lalu yang paling penting, rasa keadilan masyarakat. Sampai saat ini masyarakat melalui bebagai aksi masih menyuarakan tentang kasus pembunuhan Munir yang belum sepenuhnya terungkap. Ini membuktikan ada rasa keadilan masyarakat yang belum terpenuhi.”


Pejuang HAM Munir meninggal mendadak dalam penerbangan Jakarta-Amsterdam pada 7 September 2004. Hasil otopsi Institut Forensik Belanda mengungkapkan bahwa dia meninggal karena menengguk racun arsenik dalam dosis yang mematikan. 

Tim Pencari Fakta (TPF) Munir bentukan mantan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono menemukan bahwa pembunuhan tersebut adalah kejahatan konspiratif. Pembunuhan ini juga melibatkan oknum dari maskapai penerbangan, yakni Pollycarpus, pilot Garuda yang sedang tidak bertugas namun ada di penerbangan tersebut sebagai kru tambahan. Rappler.com

Add a comment

Sort by

There are no comments yet. Add your comment to start the conversation.

Summarize this article with AI

How does this make you feel?

Loading
Download the Rappler App!