Indeks Demokrasi Indonesia tertinggi sejak 2009

Handoko Nikodemus

This is AI generated summarization, which may have errors. For context, always refer to the full article.

Indeks Demokrasi Indonesia tertinggi sejak 2009

ADI WEDA

"Nilai ini merupakan capaian tertinggi selama 6 tahun pengukuran IDI."

JAKARTA, Indonesia—Pemilu tahun lalu mendongkrak skor Indeks Demokrasi Indonesia (IDI) pada 2014 menjadi 73,04, atau meningkat 9,32 poin dari skor yang diperoleh tahun sebelumnya. 

“Nilai ini merupakan capaian tertinggi selama 6 tahun pengukuran IDI,” ujar Kepala Badan Pusat Statistik (BPS) Suryamin saat peluncuran IDI, Kamis, 13 Agustus. 

Menurutnya, penyebab utama kenaikan IDI adalah membaiknya kualitas pemilu 2014 dibandingkan dengan pemilu 2009.

“Aspek-aspek hak politik mengalami kenaikan terbesar (17,47 poin). Kenaikan ini disumbang oleh kenaikan variabel hak memilih dan dipilih (24,96 poin). Ini menggambarkan sisi baik dari penyelenggaraan pemilu.”

Salah satu indikator signifikan adalah peningkatan kualitas Daftar Pemilih Tetap (DPT). Skor kualitas DPT meningkat dari 30 pada pemilu 2009 menjadi 74,64.

Namun, peningkatan kualitas DPT tidak dibarengi dengan kualitas kehidupan politik di Indonesia. Ada peningkatan skor demonstrasi atau mogok kerja yang disertai dengan kekerasan dari 18,71 menjadi 23,73. 

“Kebebasan berekspresi secara prosedural sudah baik, tapi diekspresikan dengan kekerasan, jadi belum secara substantif,” ujar Syarif, pejabat BPS.

“DPT lebih baik tapi masih diwarnai politik uang dan ancaman hak memilih dan dipilih. Secara prosedural pemilu kita lakukan secara rutin, tetapi parpol sebagai aktor utama masih mempraktikkan budaya oligarki dan tidak melakukan kaderisasi.”

Rendahnya kualitas politik di Indonesia juga berbanding lurus dengan performa DPRD yang belum baik. Ini terlihat dari rendahnya jumlah peraturan daerah yang diinisiasi DPRD dan rekomendasi DPRD kepada pemerintah daerah. 

“Parpolnya kalau gak jalan maka output-nya anggota DPRD akan buruk,” ujar Musdah Mulia, salah seorang tim ahli dalam perumusan IDI. 

Selain itu perempuan juga kurang terepresentasikan di DPRD. “Sebenarnya yang daftar banyak tapi yang dipilih berkurang. Jadi kualitas calon yang perempuan ini perlu ditingkatkan,” ungkap Suryamin.

Pilkada akhir tahun ini pengaruhi skor IDI

Sementara itu, pilkada pada akhir tahun ini akan mempengaruhi skor IDI 2015 yang dikeluarkan tahun depan.

Memang kita tidak menghitung pilkada sebagai objek khusus untuk kita teliti, [tetapi] kita masukin pilkada dalam konteks demokrasi, kalau pilkada ribut itu akan pengaruhi,” kata pengamat politik dari Universitas Indonesia Maswadi Rauf.

Maswadi menghimbau kepala daerah dan calon kepala daerah untuk menciptakan suasana yang kondusif.

“Ini memang pelajaran bagi para pemimpin politik. Kalau mereka itu berkampanye, memang persaingan itu jangan sampai menjurus ke kekerasan karena yang menentukan kan pimpinan, bukan massa. Jadi kalau kalah jangan provokasi, karena itu akan sangat merusak perkembangan demokrasi,” ujarnya.

IDI adalah indeks komposit yang dinilai dari 3 aspek, 11 variabel, dan 28 indikator. Aspek-aspeknya adalah kebebasan sipil, hak-hak politik, dan lembaga demokrasi. Setiap aspek merupakan indeks komposit dari sejumlah variabel, serta setiap indeks variabel merupakan komposit dari sejumlah skor indikator.

Dihitung sejak 2009 di tingkat provinsi dan nasional, IDI menggambarkan capaian kinerja demokrasi dari tiga unsur: pemerintah, partai politik, dan masyarakat. — Rappler.com

 

Add a comment

Sort by

There are no comments yet. Add your comment to start the conversation.

Summarize this article with AI

How does this make you feel?

Loading
Download the Rappler App!