Semua lebih indah dengan berhijab

Nalia Rifika

This is AI generated summarization, which may have errors. For context, always refer to the full article.

Semua lebih indah dengan berhijab
Kata Fika, tidak ada istilah "Jilbabin hati lebih dulu"

Nama saya Nalia Rifika dan inilah cerita hijabku. Papa dan mama saya asli Aceh. Hampir seluruh keluarga besar saya, perempuannya berjilbab. Mama dan papa sering sekali bertanya kapan saya akan pakai jilbab terutama setelah kuliah. 

Tapi jawaban saya selalu sama “Nanti ya Ma, Pa, kalau udah kesampaian jadi pembaca beritanya.” Yup, sejak kuliah di D3 Broadcast Universitas Indonesia, saya memang  bercita-cita menjadi pembaca berita di TV swasta. 

Bahkan ketika saya mengambil kuliah S1 Hubungan Internasional di universitas yang sama, saya tetap ingin menjadi pembaca berita dan bela-belain menjalankan dua kuliah di waktu yang sama. Saat itu saya berpikir akan menggunakan jilbab baru pas akad nikah.

Tapi, pada 2010 setelah lulus S1 dan bekerja jadi wartawan Tempo, saya jadi tidak terlalu berambisi lagi untuk menjadi pembaca berita. Saat kerja sebagai wartawan itu saya juga sedang mempersiapkan pernikahan di bulan Desember. 

Saat itu, saya sudah mulai berpikir untuk menggunakan jilbab sebelum hari pernikahan. Alasannya sangat simple “Masa pas akad nikah dan resepsi pakai jilbab, tapi foto-foto prewedding-nya enggak pakai jilbab,” pikir saya saat itu.

Karena baru menjadi wartawan, setiap 3 bulan saya dipindah pos liputan. Saat rolling bulan Mei, saya yang tadinya liputan di Kementerian Keuangan jadi harus jaga pos di Mabes Polri.

Saat itu, saya tiba-tiba berpikir ini momen yang pas untuk berjilbab karena pindah pos berarti saya akan bertemu teman-teman wartawan yang berbeda, sehingga tidak perlu menghadapi  pertanyaan orang-orang yang kaget dengan keputusan saya berjilbab. Hehe

Jadi, pada 1 Mei 2010 malam saya pun bertanya ke calon suami “Ka’, kalau besok pas kita ketemu, ade’ pake jilbab gimana?” Dan alhamdulillah calon suami waktu itu sangat mendukung. 

Jadilah tanpa ada persiapan apapun, pada 2 Mei 2010, pas mau jalan dengan calon suami, saya ke kamar mama dulu untuk pinjem ciput dan jilbab. Waktu ketemu calon suami dengan kondisi sudah berjilbab dia pun hanya tersenyum dan bilang “cantik”. 

Hari itu juga  tanpa sengaja, saya bertemu teman kuliah yang kaget melihat saya berjilbab tapi bilang “Cocok banget Fik pake jilbab.” 

Berkah jilbab

Dari sebelum berjilbab, tepatnya sejak saya sedang menulis skripsi, saya mulai ngeblog yang isinya lebih banyak tentang sharing outfit, atau lebih sering disebut fashion blogger, walaupun saya tidak terlalu ngerti fashion dan tidak bisa dibilang fashionable juga. 

Setelah berjilbab, saya pun tetap ngeblog dan mulai mencari-cari inspirasi dari blogger berjilbab. Saat itu blogger yang berjilbab masih sangat jarang. Tapi salah satu yang sangat membantu adalah hijabscarf

Dari blog itu juga saya mulai tau ada Dian Pelangi, Ria Miranda, Jenahara, dan muslimah-muslimah lainnya yang sangat inspiratif. Saat itu, tidak pernah kepikiran bisa bertemu langsung dengan mereka dan bahkan membentuk hijabers community seperti sekarang.  

Allah SWT mempertemukan saya dengan teman-teman yang subhanallah baik dan sudah seperti keluarga yang sangat dekat, padahal bisa dibilang kita semua baru saling kenal. Setelah bertemu mereka jugalah saya mulai memperbaiki cara berpakaian dan banyak belajar mengenai hal-hal lainnya. Semua benar-benar karena berkah dari berjilbab.

Penulis bersama desainer Dian Pelangi dalam sebuah pengajian di Jakarta. Foto diambil dari instagram Nalia di @mrsdelonika

Tidak ada “jilbabin hati lebih dulu”

Sering kali, kata-kata itu diucapkan oleh perempuan yang ditanya kapan mau berjilbab. Bisa dibilang saya anti banget ama kata-kata itu karena menurut saya itu cuma cara orang ngeles karena belum mau berjilbab, padahal mungkin dia juga memang tidak berpikir untuk berjilbab. 

Saya malah lebih suka dengar jawaban straight to the point seperti “belum siap berjilbab”, karena menurut saya tidak ada cara untuk menjilbabkan hati. Dari sebelum berjilbab pun saya tidak pernah menggunakan alasan mau jilbabin hati dulu ketika ditanya kapan mau berjilbab. 

Saran saya, untuk yang belum berjilbab, jangan hanya beralasan ingin menjilbabkan hati tapi cobalah untuk menjilbabkan fisik lebih dulu. Berjilbab tidak berarti hati kita harus bersih dan membuat kita seperti malaikat yang tanpa dosa. Tapi Insya Allah dengan berjilbab dengan sendirinya kita akan terdorong untuk menjadi pribadi yang lebih baik karena itu saya rasakan sendiri.

Saya percaya kesiapan seseorang untuk berjilbab memang beda-beda. Kita tidak bisa memaksa seseorang untuk berjilbab. Berdasarkan pengalaman, beberapa saudara dan teman yang berjilbab karena paksaan ujung-ujungnya lepas pakai atau benar-benar dilepas pada akhirnya. 

Yang bisa kita lakukan adalah meyakinkan mereka yang belum berjilbab kalau berjilbab itu justru membuat kita lebih nyaman dan semua bahkan menjadi lebih indah setelah berjilbab. Insya Allah, itu janji Allah SWT kepada yang menjalankan perintah-Nya

Berjilbab syar’i 

Alhamdulillah saat Ramadhan tahun 2013, saya diberi hidayah sama Allah Subhanahu Wa Ta’ala. Mendekati 2 minggu terakhir Ramadan, saya memutuskan untuk mulai menjulur hijab menutupi dada dan tidak lagi menggunakan celana. 

Tapi dari beberapa bulan sebelumnya saya sudah memutuskan untuk memakai kaos kaki. Memang sih kaki posisinya di bawah, kadang tidak terlihat atau terlihat sedikit karena tertutup sandal atau sepatu, tapi bagaimanapun juga kaki adalah aurat yang harus ditutup.

Saya ingat, saaat itu teman sekaligus designer terkenal Dian Pelangi mengadakan photo challenge saat Ramadhan dan tema hari ke 23 adalah chest covering hijab

Dan seinget saya memang mulai saat itulah saya memutuskan untuk menggunakan hijab yang lebih menutup dada. Prosesnya juga tidak langsung menggunakan khimar panjang, tapi saat itu saya masih menggunakan shawl yang dipanjangin, atau jilbab paris yang lebih simple dan menutup dada. Dan sejak saat itu saya pun jadi mulai belajar seperti selalu menggunakan shawl 2 lapis apabila bahannya ceruti dan transparan seperti jilbab paris. 

Pokoknya saya berusaha terus untuk memperbaiki diri. Alhamdulillah saya punya teman-teman yang sangat menginspirasi dan sudah lebih dulu hijrah ke hijab syari, seperti Fitri dan Ghaida. Saya banyak belajar dari mereka.

Satu lagi yang memantapkan hati saya untuk hijrah adalah saat saya membaca buku Yuk, Berhijab! dari Ustadz Felix Y. Siauw. Bener-bener buku yang sangat saya rekomendasikan untuk dibaca sama semua muslimah deh.

Namun, yang paling penting dan yang membuat saya merasa nyaman dalam menjalaninya adalah full support dari suami. Alhamdulillah banget saya punya suami yang membuat saya lebih dekat sama Allah Subhanahu Wa Ta’ala. 

Kalau banyak suami lain yang mungkin tidak mau istrinya pakai bergo atau hijab panjang-panjang karena takut istrinya terlihat tua, tidak begitu dengan suami saya. 

Suami bahkan sangat senang dengan keputusan saya. Suami suka melihat hijab saya yang panjang dan menutup dada serta tidak lagi menggunakan celana. Yaa inilah yang membuat saya merasa mantap untuk hijrah.

Dan percayalah hijab syar’i tidak menghalangi kegiatan apapun yang kalian lakukan. Saya sudah membuktikannya. Saya tetap menggunakan hijab syar’i saat ke pantai, travelling yang membutuhkan kita untuk naik turun tangga dan kendaraan umum, bahkan saat nonton konser. Yaa itu tinggal gimana niat kita dan kemantapan hati aja. Kalau saya bisa, saya yakin kalian juga bisa.—Rappler.com

Nalia Rifika atau Fika adalah mantan wartawan kriminal yang juga fashion blogger, desainer dan pemilik @HouseofNabilia serta pendiri Hijjabers Community. Kunjungi blognya di www.mrsdelonika.com dan follow twitter dan instagramnya di @MrsDelonika 

Add a comment

Sort by

There are no comments yet. Add your comment to start the conversation.

Summarize this article with AI

How does this make you feel?

Loading
Download the Rappler App!