Survei indeks persepsi korupsi: Pengusaha paling banyak suap polisi

Febriana Firdaus

This is AI generated summarization, which may have errors. For context, always refer to the full article.

Survei indeks persepsi korupsi: Pengusaha paling banyak suap polisi

EPA

Kepolisian RI menjadi institusi yang miliki risiko pelanggaran integritas publik paling tinggi

 

JAKARTA, Indonesia — Hasil survei indeks persepsi korupsi yang dikeluarkan Transparency International Indonesia (TII) pada Selasa, 15 September, menunjukkan bahwa integritas Kepolisian RI paling buruk. Artinya paling rawan terjadi suap. 

Dengan dasar penilaian insiden penyuapan dalam 12 bulan terakhir, instansi pusat yang memiliki risiko pelanggaran integritas publik adalah Polri dengan jumlah 48 kejadian.

Kemudian disusul oleh Kementerian Perdagangan dengan 37 kejadian dan Kementerian Tenaga Kerja dengan 36 kejadian.  

Sementara itu, dengan dasar penilaian probabilitas penyuapan dalam 12 bulan terakhir, Kejaksaan Agung menempati tempat teratas dengan skor 43%, diikuti oleh Kementerian Agraria/Badan Pertanahan Nasional (BPN) dengan 42%.

Sementara itu, Kementerian Pekerjaan Umum dan Kementerian Perumahan Rakyat masing-masing mendapat skor 30%. 

Menurut survei TII, Integritas publik memiliki relasi yang erat dengan potensi korupsi. Penilaiannya didasarkan pada dua indikator.

Pertama, menghitung insiden suap di masing-masing instansi publik. Semakin tinggu insiden penyuapan, maka integritas institusi tersebut di mata publik akan semakin buruk. 

Kedua, menghitung probabilitas penyuapan yang merupakan perbandingan antara insiden suap dengan total interaksi layanan publik. Semakin tinggi probabilitas penyuapan, maka integritas semakin buruk. 

Bagaimana modus pengusaha menyuap polisi?  

Koordinator Knowledge Management Program TII Wawan Heru Suyatmiko memberi contoh saat pengusaha akan melancarkan urusan bisnisnya, maka biasanya mereka akan merangkul polisi. 

Selanjutnya, pengusaha juga mengaku mengalami “pemerasan”. 

“Salah satu contoh usaha yang potensi suap adalah konstruksi. Di situ kan pasti ada jatah untuk mengelola preman,” kata Wawan. 

“Di sektor kehutanan ada illegal logging. Termasuk sektor pertambangan, ada jasanya. Semuanya untuk melancarkan barang dan jasa,” ungkapnya. 

Wawan mengakui bahwa polisi sudah melakukan reformasi di tubuh instansinya. “Tapi saya kan tidak menilai reformasinya. Silakan masyarakat yang menilai sendiri. Ini juga menurut persepsi pengusaha,” katanya lagi.

Kapolri: Suap atau uang makan? 

Kepala Kepolisian RI Jenderal Badrodin Haiti mengaku tak keberatan dengan hasil survei tersebut.

“Kalau memang itu persepsi, bisa saja dia enggak mengalami, bisa saja karena disampaikan dari pemberitaan di media,” kata Badrodin pada Rappler, Selasa petang.  

Kapolri malah bertanya balik soal suap tersebut. “Itu penyuapan atau dia ngasih uang makan? Kan bisa saja, tolong dijagain. Terus dikatakan suap, padahal uang makan,” ujarnya.  

Menurut Badrodin, biasanya perusahaan memberikan jatah anggaran untuk polisi. 

Modus ini, kata Badrodin, bukan hal baru lagi, karena sudah pernah menjadi temuan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK). 

“Itu yang perlu dicarikan solusinya. Apakah (uang makan) itu masuk ke kas negara atau masuk langsung ke mereka,” katanya. 

Kapolri selanjutnya menyarankan agar tidak memberikan “uang makan” pada satuan kepolisian. —Rappler.com

BACA JUGA:

Add a comment

Sort by

There are no comments yet. Add your comment to start the conversation.

Summarize this article with AI

How does this make you feel?

Loading
Download the Rappler App!