Joshua Oppenheimer desak parlemen AS ungkap keterlibatan negaranya dalam tragedi 1965

Rappler.com

This is AI generated summarization, which may have errors. For context, always refer to the full article.

Joshua Oppenheimer desak parlemen AS ungkap keterlibatan negaranya dalam tragedi 1965
Pemerintah Amerika Serikat dituding berikan bantuan keuangan pada militer Indonesia dan sumbangsih pemikiran dalam pembantaian massal 1965

JAKARTA, Indonesia — Setelah mempertanyakan sikap Presiden Joko “Jokowi” Widodo yang tak segera meminta maaf pada korban pembantaian 1965, sutradara film Jagal dan Senyap Joshua Oppenheimer mendesak pemerintah Amerika Serikat membuka keterlibatan mereka dalam operasi militer tersebut lewat sebuah petisi. 

Petisi dengan latar belakang wawancara dengan seorang jagal itu diluncurkan pada Senin, 5 Oktober 2015, bisa dilihat selengkapnya di sini.

Peluncuran petisi ini bertepatan dengan peringatan hari ulang tahun Tentara Nasional Indonesia ke-70.

Oppenheimer menjelaskan, seperti ditulis dalam petisi tersebut, pada 1 Oktober 1965, militer Indonesia meluncurkan kampanye pembantaian massal. Hingga terjadilah pembantaian pada 500 ribu hingga 1 juta orang oleh kaum militan lokal dan militer. 

Mereka yang menjadi target saat itu antara lain, kaum kiri, etnis Tionghoa, anggota organisasi buruh, guru, intelektual, aktivis lokal, seniman, dan semua orang yang terlibat dengan organisasi peduli perempuan. 

“Mereka disiksa, diperkosa, dipenjara, dipekerjakan secara paksa, digusur secara paksa, dan dieksekusi dengan cara yang tidak wajar,” kata Oppenheimer

Screenschot dari thelookofsilence.com

Ia melanjutkan, “Pada saat itu pemerintah Amerika Serikat memberikan bantuan keuangan pada militer Indonesia, pasukan, bahkan sumbangsih pemikiran saat pembantaian massal itu terjadi.” 

Sementara itu di Indonesia, pelaku pembantaian itu sendiri tidak pernah diadili. Pembahasan mengenai pembantaian ini pun dianggap tabu. 

Kurangnya transparansi dan akuntabilitas dalam pengusutan kasus ini membuat kemungkinan untuk pengungkapan kebenaran, penegakan keadilan, dan rekonsiliasi makin kecil.  

Namun, apa yang bisa dilakukan Amerika untuk membantu korban pembantaian massal dan keluarganya? 

“Amerika bisa mengungkap tentang peran mereka saat itu dan membuka dialog kembali dengan Indonesia tentang pembantaian massal tersebut, kemudian mendesak pemerintah Indonesia untuk menegakkan keadilan dan rekonsiliasi,” kata Oppenheimer

Resolusi dari parlemen Amerika, menurutnya, bisa digunakan untuk mendesak pemimpin dan politikus di Indonesia untuk membentuk komisi khusus hak asasi manusia korban tragedi 1965. 

“Katakan pada senat Amerika bahwa Anda mendukung resolusi ini,” kata Oppenheimer di akhir petisinya.

Dalam peringatan Gerakan 30 September beberapa waktu silam, Jokowi sendiri menegaskan bahwa dirinya, sebagai presiden, dan pemerintah Indonesia tidak akan meminta maaf kepada korban dan keluarga korban pembantaian 1965.

“Tidak ada pemikiran mengenai minta maaf, sampai detik ini tidak ada ke arah itu,” kata Jokowi usai menjadi inspektur upacara Hari Kesaktian Pancasila di Monumen Pancasila Sakti, 1 Oktober. —Rappler.com

BACA JUGA

Add a comment

Sort by

There are no comments yet. Add your comment to start the conversation.

Summarize this article with AI

How does this make you feel?

Loading
Download the Rappler App!