Philippine economy

Anak, cucu tersangka pembunuhan Salim Kancil tak mau sekolah

Harry Purwanto

This is AI generated summarization, which may have errors. For context, always refer to the full article.

Anak, cucu tersangka pembunuhan Salim Kancil tak mau sekolah
Hak anak bukan hanya memberikan terapi pada anak Salim Kancil, namun juga anak-cucu tersangka

LUMAJANG, Indonesia — Bukan hanya anak Salim alias Kancil yang mengalami trauma pasca peristiwa penganiayaan dan pembunuhan ayahnya, seorang aktivis penolak tambang liar tersebut, tapi juga anak dan cucu tersangka di Desa Selok Awar-Awar, Kabupaten Lumajang, Jawa Timur.

Belasan anak-anak dan cucu dari tersangka kasus penganiayaan dan pembunuhan Salim Kancil tidak mau masuk sekolah.

“Mereka enggak mau masuk sekolah lantaran takut dikata sebagai anak seorang pembunuh,” kata Sekretaris Dinas Pemberdayaan Masyarakat (DPM) Lumajang Syamsul Arifin pada Rappler, Rabu, 7 Oktober.

“Jadi ada trauma yang luar biasa dari anak dan cucu dari tersangka dan korban, aksi kekerasan orang tuanya di Selok Awar-awar,” katanya. 

Untuk mengatasi itu, tim dari Pemerintah Kabupaten dan Kepolisian Resor Lumajang turun langsung untuk memberikan trauma healing atau terapi pada anak-anak tersebut.

“Jadi ada gangguan psikis. Takut anaknya jadi gunjingan dan sebaliknya anak cucu tersangka juga sama,” kata Kepala Sub Bagian Humas Polres Lumajang Inspektur Dua Gatot Budi.

Untuk mempercepat pemulihan trauma anak-anak ini, Pemerintah Kabupaten dan Kepolisian Resor Lumajang juga melakukan rekonsiliasi antara kelompok pro dan kontra tambang, yang sebelumnya berkonflik dan berujung pada aksi kekerasan dan pembunuhan.

Langkah yang dilakukan antara lain dengan mempertemukan keluarga dari korban dan tersangka kasus pembunuhan secara bertahap.

“Seperti melakukan silaturahmi antara keluarga korban dan tersangka,” ujarnya. 

Rekonsiliasi ini sesuai dengan rekomendasi dari Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM), bahwa hak rasa aman di masyarakat Selok Awar-awar harus dijamin sepenuhnya dari Pemkab dan Polres Lumajang.

Selain itu, hak anak bukan hanya memberikan terapi pada anak Salim Kancil, namun juga anak-cucu tersangka.

“Ini harus segera dilakukan, konflik ini sudah memberikan efek psikis pada masyarakat dan generasi penerus bangsa di Desa Selok Awar-awar,” kata Ketua Komnas HAM Nur Kholis.

Dalam kunjungannya ke Lumajang, Nur Kholis menemukan sejumlah pelanggaran HAM dalam kasus ini, salah satunya adalah pelanggaran terhadap hak anak.

Anak Salim, Dio Eka Saputra (13 tahun), menyaksikan aksi penculikan dan kekerasan terhadap ayahnya. Ditakutkan, hal tersebut dapat mengganggu kesehatan psikis dan mentalnya.

“Saya kasihan, anak sekecil dia harus mengalami hal yang tidak pantas dilihat dan disaksikan, apalagi menimpa almarhum bapaknya,” kata Nur Kholis.

Komnas HAM pun meminta kepada Bupati Lumajang agar segera melakukan rekonsiliasi antara warga pro tambang illegal dan yang menolaknya.

Sebelumnya, kepolisian telah menetapkan 38 tersangka atas kasus tambang ilegal dan penganiayaan terhadap Salim.

Menurut temuan Komisi Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS) Surabaya, sekelompok orang yang diduga merupakan anggota Tim 12 ini berjumlah 40 orang menganiaya Salim Balai Desa Selok Awar-Awar.

Mereka kemudian merebahkan Salim untuk menyetrumnya. Upaya pembunuhan atas Salim dengan setrum itu diduga disaksikan oleh anak-anak PAUD (Pendidikan Anak Usia Dini), yang kebetulan sedang menggelar kelas di sebelah Balai Desa. Anak-anak pun ketakutan.—Rappler.com

BACA JUGA:

 

Add a comment

Sort by

There are no comments yet. Add your comment to start the conversation.

Summarize this article with AI

How does this make you feel?

Loading
Download the Rappler App!