SUMMARY
This is AI generated summarization, which may have errors. For context, always refer to the full article.
JAKARTA, Indonesia — Mantan pelatih Borussia Dortmund Jurgen Klopp resmi menjadi manajer baru Liverpool, Jumat, 9 Oktober.
Klopp ditunjuk untuk menggantikan Brendan Rodgers yang diberhentikan oleh manajemen karena posisi The Reds — julukan Liverpool — yang kurang menggembirakan di Liga Inggris sejauh ini.
Liverpool FC telah resmi memilih Jürgen Klopp sebagai manajer #LFC #LFCIndonesia
Posted by Liverpool FC on Thursday, October 8, 2015
Klopp diharapkan mampu mengangkat prestasi Liverpool yang kurang cemerlang di era Rodgers.
Mampukah Klopp? Masih perlu ditunggu.
Yang jelas untuk melakukannya, ia bisa memulai dari lima hal ini yang terbukti menganggu kualitas permainan Liverpool belakangan:
1. Barisan pertahanan yang rapuh
Lini pertahanan yang keropos adalah salah satu titik lemah Liverpool era Rodgers. Sejak musim 2012/2013 saat Rodgers mengambil alih kursi manajer Liverpool, gawang mereka telah kebobolan sebanyak 151 gol di Premier League.
Musim ini, Liverpool tercatat sebagai tim yang pertahanannya paling sering melakukan kesalahan di Premier League dengan delapan kesalahan. Tiga di antaranya berujung pada gol untuk tim lawan.
2. Skema permainan yang tak konsisten
Di era modern sepakbola, fleksibilitas permainan menjadi salah satu kunci bagi sebuah tim untuk merah kesuksesan. Namun jika kebablasan hingga akhirnya malah tak punya skema permainan yang jelas, tentu dapat berakibat negatif bagi tim itu sendiri.
Inilah gambaran Liverpool era Rodgers yang dari waktu ke waktu kerap bongkar pasang formasi pemain dan skema permainan.
Lalu formasi apa yang bisa digunakan Klopp di masa-masa awal kepemimpinannya? Dengan pulihnya Daniel Sturridge, mungkin Klopp bisa memulai dengan formasi 4-4-2 berlian. Formasi ini yang sering digunakan Liverpool saat mereka nyaris memenangi Premier League dua musim lalu.
3. Penempatan pemain yang tak tepat
Ini rasanya tak perlu diperdebatkan. Entah dalam sebuah perusahaan, partai, atau tim sepakbola, tempatkanlah sumber daya manusia pada posisi yang tepat agar yang bersangkutan dapat memberikan performa optimal.
Liverpool di era Rodgers beberapa kali melanggar prinsip ini. Rodgers dalam beberapa kesempatan menempatkan sejumlah pemain — Emre Can, Joe Gomez dan Alberto Moreno — misalnya di posisi yang bukan merupakan posisi terbaik mereka.
Sekali lagi, fleksibilitas adalah hal yang baik, tapi perlu ada keseimbangan.
4. Tren produktivitas gol yang negatif
Tak hanya soal bertahan, urusan menjebol gawang lawan juga menjadi persoalan bagi Liverpool. Dari musim 2013/2014 saat mereka menduduki posisi kedua di klasemen akhir Premier League ke musim lalu, jumlah gol yang dicetak Liverpool turun dari 101 menjadi 52 gol.
Tentu, kepergian Luis Suarez ke Barcelona menjadi salah satu faktor utama di balik tren negatif ini. Namun kebijakan transfer Rodgers dalam mencari pengganti Suarez juga tak membuat situasi menjadi lebih baik. Klopp harus memperbaiki hal ini.
5. Dilema posisi James Milner
Dalam skuad Liverpool saat ini, mereka bisa dibilang tinggal memiliki dua pemain sayap murni yaitu James Milner dan Jordon Ibe yang permainannya kurang konsisten.
Meski di Liverpool Milner kerap dipasang di tengah — sesuai dengan tujuan kepindahannya dari Manchester City — faktanya ia bermain lebih baik di sayap. Salah satu indikasinya, statistik menunjukkan bahwa Milner adalah pemain Liverpool dengan jumlah umpan silang terbanyak musim ini. —Rappler.com
BACA JUGA:
Add a comment
How does this make you feel?
There are no comments yet. Add your comment to start the conversation.