Nasib food delivery online di balik bayangan Go-Food

Audi Eka Prasetyo

This is AI generated summarization, which may have errors. For context, always refer to the full article.

Nasib food delivery online di balik bayangan Go-Food
Bagaimana nasib pemesanan makanan di tengah maraknya salah satu fitur Go-Jek yang memiliki model bisnis serupa, Go-Food?

 

Sebelum membaca artikel ini, perlu kamu ketahui kalau saya tidak berpihak dan tidak bermaksud melakukan promosi atau semacamnya kepada satu atau banyak pihak.

Siapa yang tidak mengenal aplikasi booking transportasi Go-Jek? Rasanya hampir semua orang yang mengikuti perkembangan teknologi mengetahui startup yang didirikan oleh Nadiem Makarim ini.

Di sini, saya mencoba untuk mengangkat topik yang mudah luput dari penglihatan kita. Nasib startup pemesanan makanan di tengah maraknya salah satu fitur Go-Jek yang memiliki model bisnis serupa, Go-Food.

Bagi yang belum pernah mendengar sebelumnya tentang startup pemesanan makanan, penjelasannya sederhana. Mereka yang bergerak di bidang model bisnis ini biasanya menjalin kerja sama dengan restoran-restoran di berbagai kota supaya dapat memesan makanan melalui situs mereka.

Kemudian, makanan yang sudah konsumen pesan akan diantarkan menggunakan jasa pengiriman dari restoran tersebut atau jasa pengiriman startup itu sendiri. Sederhana, bukan?

Beberapa contoh startup pemesanan makanan yang aktif di Indonesia adalah Klik-Eat, FoodPanda, Raja-Makan, dan Pumasera.

Go-Food yang mengancam?

Kemudian, bagaimana dengan hadirnya Go-Food dapat mengancam model bisnis tersebut?

Pada dasarnya, Go-Food memiliki model bisnis yang sama. Go-Food bekerja sama dengan restoran-restoran, dan kios makanan di kota tempat mereka beroperasi. Kemudian, penggunanya dapat memesan makanan langsung menggunakan aplikasinya.

Mengapa saya dapat mengatakan Go-Food, yang jelas-jelas pemain baru di ranah ini dapat mengancam? Jumlah merchant jawabannya.

Jujur, saya tidak pernah menggunakan layanan startup pemesanan makanan online tersebut. Bukan karena alasan saya lebih suka Go-Food atau tidak ingin mengeluarkan uang lebih untuk biaya antar. Namun karena tidak ada merchant yang bekerja sama di dekat tempat saya tinggal.

Alhasil, saya mencoba Go-Food untuk pertama kalinya. Ketika memilih menu, saya dihadapkan dengan banyak pilihan makanan. Mulai dari makanan cepat saji yang sudah memiliki nama, hingga ayam goreng tepung di pinggir jalan yang hanya penduduk di situ saja yang tahu.

Namun, meskipun begitu banyak pilihan makanan yang ada, saya terkadang kesulitan untuk menemukan pengemudi Go-Jek yang bersedia untuk membelikan makanan saya. Karena memang, di daerah Tangerang, pengemudi Go-Jek tidak sebanyak di Jakarta.

Kembali ke topik, Go-Food dapat mengancam startup pemesanan makanan online karena mereka memiliki merchant yang lebih banyak. Dari nama besar, hingga kios yang masih berbasis UMKM. Selain itu, awareness masyarakat terhadap Go-Jek rasanya jauh lebih besar ketimbang startup pemesanan makanan online tersebut.

Menurut saya, dua hal ini lah yang harus lebih ditekankan lagi oleh startup pemesanan makanan online ini untuk dapat bersaing dengan Go-Food.

Menurut kamu, apakah Go-Food dapat benar-benar memberikan ancaman yang nyata kepada para startup pemesanan makanan online ini? —Rappler.com

Artikel ini sebelumnya diterbitkan di Tech in Asia

BACA JUGA:

Add a comment

Sort by

There are no comments yet. Add your comment to start the conversation.

Summarize this article with AI

How does this make you feel?

Loading
Download the Rappler App!