Pemerintah: Penyebab kerusuhan di Aceh Singkil bukan soal agama

Rappler.com

This is AI generated summarization, which may have errors. For context, always refer to the full article.

Pemerintah: Penyebab kerusuhan di Aceh Singkil bukan soal agama
Menteri Agama mengatakan evaluasi dan penyempurnaan aturan izin rumah ibadah akan dievaluasi

JAKARTA, Indonesia— Pemerintah mengatakan sedang mendalami akar masalah kerusuhan di Kabupaten Aceh Singkil, Nangroe Aceh Darusallam pada 13 Oktober kemarin. Menurut Menteri Agama Lukman Saifuddin, hingga hari ini, pemerintah berkeyakinan bukan agama penyebab utama kerusuhan. 

“Persoalan Aceh tentu dalam kaitannya dengan yang dalam beberapa hari kemarin terjadi di Aceh Singkil itu tidak sepenuhnya adalah persoalan agama,” kata Lukman usai bertemu presiden di Istana Negara, Sabtu, 17 Oktober. 

“Boleh jadi ada kepentingan-kepentingan lain yang kemudian ikut terlibat sebagai pemicu munculnya kasus di Singkil itu,” katanya lagi. 

Pemerintah akan melihat permasalahan di Aceh Singkil secara menyeluruh dan komprehensif untuk mendapatkan potret yang utuh.

Lukman menambahkan bahwa lembaganya sudah mengirim staf dari departemen penelitian dan pengembangan serta bina masyarakat Kristen-Islam ke Aceh Singkil. Selain itu juga Kepala Kantor Wilayah Kementerian Agama di Aceh Singkil terlibat untuk mendalami informasi yang ada. 

Apa yang membuat pemerintah yakin akar permasalahan bukan agama? 

Menurut Lukman, nilai kebhinnekaan telah mengakar dalam masyarakat, termasuk dalam kehidupan beragama.

“Jadi kalau kemudian muncul gesekan-gesekan, apalagi sampai menimbulkan korban, itu sesungguhnya bukanlah karakter dari masyarakat Indonesia. Sehingga ada sesuatu di balik itu. Ada sesuatu yang lain,” katanya. 

Pemerintah evaluasi aturan izin rumah ibadah

Sementara itu, Lukman menuturkan bahwa pemerintah akan segera melakukan evaluasi terhadap aturan izin rumah ibadah. Aturan ini sebelumnya diduga menjadi penyebab utama sengketa warga penolak gereja dan jemaat di Aceh Singkil sejak 1979. 

“Jadi evaluasi itu harus dilakukan, karena kemudian kita akan melihat apakah ada bagian-bagian tertentu yang harus disempurnakan dari PBM (izin mendirikan bangunan untuk rumah ibadah) itu, tapi tidak menghilangkan semuanya, tapi justru bagaimana penyempurnaan,” katanya. 

Apa yang disempurnakan?

“Ada bagian-bagian yang bila dimungkinkan perlu dihilangkan, atau sebaliknya ada bagian yang belum cukup kuat, belum cukup tegas diatur, itu perlu ditambahkan,” katanya.  

Pemerintah Kabupaten Aceh Singkil sebelumnya memberlakukan persyaratan yang ketat untuk IMB gereja, yakni harus mendapatkan sedikitnya dukungan 150 orang dalam bentuk tanda tangan, dan disahkan oleh lurah atau kepala desa. 

Persyaratan ini lebih ketat dari yang ditetapkan pemerintah pusat lewat Surat Keputusan Bersama (SKB) Dua Menteri No. 8 dan 9 tahun 2006. Salah satu klausul SKB yang ditetapkan Kementerian Agama dan Kementerian Dalam Negeri tersebut menyebutkan bahwa pendirian tempat ibadah harus mendapat sedikitnya dukungan 60 orang dalam bentuk tanda tangan, dan disahkan oleh lurah atau kepala desa.

Karena peraturan tersebut, sebanyak 19 gereja ditutup di Aceh Singkil pada 2012 lalu. Gereja yang ditutup antara lain yang didirikan pada 1932-2003.

Baca laporan Human Rights Watch (HRW) soal gereja-gereja di Aceh Singkil di sini. —Rappler.com

BACA JUGA:

Add a comment

Sort by

There are no comments yet. Add your comment to start the conversation.

Summarize this article with AI

How does this make you feel?

Loading
Download the Rappler App!