Prestasi Risma, penerima Bung Hatta Anti-Corruption Award 2015

Febriana Firdaus

This is AI generated summarization, which may have errors. For context, always refer to the full article.

Prestasi Risma, penerima Bung Hatta Anti-Corruption Award 2015
Risma mengantarkan Surabaya menjadi kota dengan indeks persepsi korupsi terbaik kedua di seluruh Indonesia

JAKARTA, Indonesia— Tri Rismaharini, mantan Wali Kota Surabaya, mendapat penghargaan Bung Hatta Anti-Corruption Award 2015. Jelas, prestasinya melawan korupsi tak sedikit. 

Sejak 2002, ketika masih menjabat sebagai Kepala Bagian Bina Program Pembangunan di Kota Surabaya, Risma sudah memulai e-procurement atau lelang pengadaan barang elektronik agar proses lelang berjalan secara transparan tanpa korupsi. 

Walaupun keputusannya ini tidak disukai oleh atasannya pada waktu itu, Risma tetap menjalankan rencananya. Kualitas kerja Risma yang luar biasa sebagai Kepala Dinas Kebersihan dan Pertamanan dan Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Kota mendapat sorotan masyarakat luas, sehingga mengantarkannya menjadi Wali Kota Surabaya pada 2010.

Inovasi Risma ketika menjadi Wali Kota Surabaya adalah Surabaya Single Window untuk perizinan, juga Pelaporan Online, Pembuatan Akta Kelahiran dan Akta Kematian Online. 

Sistem e-government diterapkan pada seluruh sektor, mulai dari kesehatan, pendidikan, perbaikan jalan, pajak, sampai kenaikan pangkat pegawai. 

Dengan sistem ini, lebih mudah mengontrol pengeluaran semua dinas yang ada di Surabaya. Sistem ini juga digunakan untuk mencegah praktik suap dan korupsi. Melalui sistem tersebut, Risma mematikan aktivitas oknum yang suka meminta jatah dalam proses tender proyek dan lainnya. 

Dengan kebijakan ini, diperkirakan Pemkot Surabaya menghemat Rp 600 miliar sampai Rp 800 miliar tiap tahun. Risma membuat kesepakatan dengan Direktur Jenderal Pajak Kementerian Keuangan dalam membangun database yang dapat mempermudah pengelolaan dan penghitungan pajak di Kota Surabaya, termasuk untuk mengecek perusahaan-perusahaan di Surabaya yang menghindari pajak. 

Seluruh birokrat Surabaya diikutsertakan Risma dalam program Perempuan Anti-Korupsi. Ia membuat peraturan wali kota mengenai antikorupsi yang memberikan tindakan tegas terhadap pejabat yang diduga korupsi. Terdapat standard operating procedure (SOP) pelayanan publik baik di tingkat kelurahan dan kecamatan. 

Layanan kesehatan dan pendidikan diberikan gratis untuk warga Surabaya. Jika ada puskesmas atau sekolah yang terbukti melakukan pungutan langsung dimutasi. Dalam kasus Kebun Binatang Surabaya, Risma langsung meminta KPK untuk turun tangan memeriksa dugaan penyelewengan. Namun kasus ini tidak berlanjut. 

Untuk memancing antusiasme warga, ia banyak memberikan penghargaan baik di tingkat RT/RW serta kelurahan dan kecamatan. Di antaranya Pahlawan Ekonomi untuk PKL dan Ibu RT, membuat peringkat RT/RW/ Kelurahan/Kecamatan terbersih, dan memberikan Gender Award kepada kelurahan dan kecamatan yang melaksanakan anggaran yang sadar gender. 

Tidak jarang Risma melakukan sendiri pekerjaan-pekerjaan bawahannya ketika itu dirasakan perlu. Maka sering sekali masyarakat melihat Risma berada di jalanan atau di berbagai wilayah kota lainnya, dari pagi hingga malam.  

Surabaya di tangan Risma menjadi kota yang cantik dan tertata, tidak hanya di pusat kota namun hingga ke pelosok. Tidak hanya bersih lingkungan fisiknya, Surabaya juga bersih tanpa korupsi dalam tata kelola pemerintahannya. 

Indeks persepsi korupsi terbaik kedua

Dengan terobosan yang dilakukan Risma, Transparency International Indonesia (TII) menempatkan Ibu Kota Provinsi Jawa Timur ini di peringkat kedua indeks persepsi korupsi 2015. Surabaya berhasil melangkahi dua kota metropolitan Jakarta dan Bandung. 

Namun di tengah prestasinya yang berlimpah, Risma sempat diduga memiliki masalah hukum. Bulan lalu, Risma sempat diberitakan jadi tersangka. Kejaksaan Tinggi Jawa Timur mengumumkan bahwa Polda Jawa Timur telah menetapkan Risma sebagai tersangka penyalahgunaan wewenang dalam kasus pemindahan kios Pasar Turi. Namun Kapolri Badrodin Haiti membantahnya. 

Kasus ini muncul saat Risma akan mengikuti Pilkada serentak untuk memperebutkan kembali kursinya sebagai wali kota akhir tahun ini.

“Waktu kasus itu terbuka di pers, saat itu kami mendalami proses dan memfinalisasi keputusan kami. Kami merasa yakin dengan informasi yang kami punya, Risma layak mendapatkan award ini,” kata Ketua BHACA Endy M. Bayuni, Rabu, 4 November. 

Tapi tidak menutup kemungkinan bahwa gelar tersebut dicopot jika Risma terbukti melakukan praktik korupsi. “Harapan kami tidak terjadi dan Ibu Risma tetap konsisten dengan sikapnya yang bersih dan transparan,” katanya. —Rappler.com

BACA JUGA

 

Add a comment

Sort by

There are no comments yet. Add your comment to start the conversation.

Summarize this article with AI

How does this make you feel?

Loading
Download the Rappler App!