Mempertanyakan urgensi Pansus Asap

Febriana Firdaus

This is AI generated summarization, which may have errors. For context, always refer to the full article.

Mempertanyakan urgensi Pansus Asap
Walhi dan Greenpeace sepakat bahwa anggota pansus harus bebas dari koneksi perusahaan sawit atau yang terbakar

 

JAKARTA, Indonesia—Bencana asap belum berlalu. Badan Penanggulangan Bencana Daerah Provinsi Riau memutuskan memperpanjang status darurat asap hingga sebulan mendatang.

“Jangan sampai lengah, hotspot di Riau menurun namun kabut asap kembali muncul. Dengan pertimbangan itu, status diperpanjang,” kata Kepala Badan Penanggulangan Bencana Daerah Riau, Edwar Sanger di Pekanbaru, Sabtu 31 Oktober 2015. 

Di daerah bencana asap lainnya, Palangkaraya, Kalimantan Tengah, kondisi telah membaik karena kota tersebut diguyur hujan. Tapi udaranya belum benar-benar bersih. Pekerjaan untuk mengawal bencana asap ini belum selesai.  

Banyak pertanyaan mengenai tindakan apa saja yang sudah dilakukan pemerintah. Seperti yang dituturkan Menteri Kehutanan Siti Nurbaya pada Rappler, pemerintah sudah mencabut izin tiga perusahan yang terlibat kebakaran hutan. 

Tapi pemerintah menolak untuk membuka nama-nama perusahaan yang diduga membakar lahannya sendiri itu. Menurut Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan, pemerintah tak mengumumkan nama dengan alasan ekonomi. 

Sementara itu, Dewan Perwakilan Rakyat mulai menggagas panitia khusus asap. Pansus ini diusung oleh 9 fraksi dari 10 fraksi yang ada di DPR. Antara lain Partai Keadilan Sejahtera, Partai Amananat Nasional, Golongan Karya, Demokrat, dan Gerindra yang berseberangan dengan pemerintah. 

Benarkah pansus asap adalah jawaban untuk mendorong pemerintah menanggulangi bencana asap? 

Agenda Pansus Asap 

Sebelum diputuskan apakah pansus ini akan dibentuk atau tidak pada pertengahan November, politisi Partai Amanat Nasional (PAN) Viva Yoga Mauladi menuturkan bahwa ia dan ‘koalisinya’ terus mendorong agar pansus ini bisa lolos di sidang paripurna berikutnya. Tepatnya pada pertengahan November nanti. 

Ia mengatakan bahwa pansus ini bukan hanya milik partai oposisi tapi kebutuhan fraksi di DPR. Alasannya, pansus memiliki agenda penting dan mendesak. Apa saja? 

“Pertama, evaluasi kebijakan dalam penanganan kebakaran hutan dan lahan,” kata Viva pada Rappler, Rabu 4 November. 

“Kedua, soal evaluasi regulasi yang menyangkut peraturan perundang-undangan karena soal kebakaran hutan dan lahan kan diatur di beberapa undang-undang,” katanya. 

Yakni Undang-undang nomor 41 tahun 1999 tentang Kehutana yang membahas tentang kebakaran hutan, Undang-undang nomor 32 tahun 2009 tentang pengertian pengelolaan lingkungan, dan Undang-undang 18 tahun tentang pencegahan dan pemberantasan perusakan hutan

“Di peraturan Gubernur Kalteng misalnya disebutkan bahwa kepala keluarga boleh membakar maksimal 2 hektar lahan, meskipun ada local wisdom-nya, itu tidak boleh,” katanya. 

“Ketiga, penegakan hukum di sektor perkebunan dan hutan. Pemerintah selalu kalah kalau masuk wilayah hukum,” katanya. Salah satu kelemahan pemerintah di penegakan hukum, kata Viva, adalah tidak membuka nama-nama perusahaan yang diduga membakar lahannya sendiri. 

Viva mengatakan bahwa pansus bukan untuk merongrong kewibawaan pemerintahan Joko “Jokowi” Widodo, sebaliknya untuk sinergi antara lembaga negara ke depan agar tidak terulang lagi. 

Walhi: Evaluasi komisi IV lebih urgen

TIM PEMADAM. Anggota TNI yang hendak berangkat ke Sumatera untuk memadamkan titik api yang menyebabkan kabut asap sedang mendengarkan pengarahan di Bandara Halim Perdanakusuma, Kamis, 10 September. Foto oleh Rappler Manajer Kampanye Hutan dan Perkebunan Eksekutif Nasional Wahana Lingkungan Hidup Indonesia Zenzi Suhadi mengatakan target untuk sinergi tidak cukup jadi alasan untuk menggelar pansus asap. 

“Kalau itu targetnya, bukannya da komisi IV yang punya mekanisme komunikasi dengan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan dan Komisi II dengan Kapolri,” katanya pada Rappler. 

Apalagi, kata Zenzi, Komisi IV punya kontribusi besar terhadap pembukaan lahan hutan. “Introspeksi internal dulu, karena kebijakan rekomendasi pembukaan lahan jutan dari Komisi IV. Surat-surat keputusan yang diterbitkan mencakup 7,7 juta lahan yang dilepaskan di 17 provinsi itu rekomendasi Komisi IV. 

Komisi IV, seharusnya, melakukan evaluasi internak terhadap kebijakan yang mereka ambil  sendiri sebelum menggelar pansus. 

Jika pansus memang harus digelar, Zenzi mengingatkan DPR untuk membuat target terlebih dulu, bukan sekedar soal sinergi. 

DPR bisa memulai dari mengevaluasi kebijakan perkebunan selama satu dekade terakhir yang tertuang di Peraturan Pemerintah nomor 6 tahun 2007 tentang kriteria kawasan hutan untuk Hutan Tanaman Industri (HTI). 

“Penting untuk melihat PP ini karena setelah diterbitkan posisi HTI jadi melonjak tinggi, menyebabkan kebakaran itu meluas di Sumatra dan Kalimantan,” katanya. 

Zenzi juga mengingatkan agar jangan sampai ditunggangi perusahaan yang terlibat dalam pembakaran hutan. 

Greenpeace: Pastikan anggota DPR bersih dari koneksi Sawit

Teguh Surya, Juru Kampanye Hutan Greenpeace Indonesia sepakat dengan Zezin. Sebelum Pansus digelar harus ada cek dan ricek terhadap anggota DPR. “Perlu dibikin prasyarat bagi anggota pansus, yaitu bebas dari anggota yang punya kebun sawit dan terbakar,” katanya pada Rappler. 

Setelah itu, DPR bisa fokus mendorong penyelesaian akar masalah bencana asap. Antara lain praktik deforestasi, konversi, dan pengeringan lahan gambut. 

Caranya? Dengan mendesak pemerintah membuat peta jalan menuju nol deforestasi. Peta itu akan mengintegrasikan segala upaya dan strategi pencegahan dan penanggulangan bencana asap. 

Pansus juga perlu menguliti regulasi mana saja yang harus direview. “Karena jika saja UU Kehitanan dan UU Lingkingan Hidup dilaksanakan dengan tepat dan tegas berikut aturan pelaksananya, maka bencana ini sangat bisa diatasi. 

Tapi Teguh khawatir bahwa pansus asap tak memahami klaususl ini. “Maka hanya akan menjadi proyek legislasi yang akan menghabiskan uang rakyat alias menjadi bola liar,” katanya. 

Pemerintah enggan tanggapi pansus asap 

Sementara itu, Menteri Sekretaris Negara Pratikno menyiratkan bahwa pemerintah tidak akan mencampuri wacana pembentukan Panitia Khusus masalah Asap oleh DPR RI karena pemerintah saat ini hanya akan fokus kepada upaya penanganan bencana ini.

“Kita prioritaskan pada penanganannya saja, (Pansus Asap) itu kan inisiatif DPR,” jelas Pratikno di Jakarta, Rabu, 3 November seperti dikutip dari Antara. 

Hingga Selasa malam, delapan fraksi di DPR RI menyatakan sepakat membentuk Pansus Asap. Kedelapannya adalah PDI Perjuangan, Gerindra, PAN, PKS, Demokrat, PPP, Golkar dan PKB.

Ketua Komisi IV DPR Edhy Prabowo mengatakan tinggal Nasdem dan Hanura yang masih belum mengambil keputusan.

Namun Viva dari PAN menegaskan, Hanura sudah menandatangani kesepakatan. 

Akankah pansus ini benar-benar terwujud?—Rappler.com

BACA JUGA

Add a comment

Sort by

There are no comments yet. Add your comment to start the conversation.

Summarize this article with AI

How does this make you feel?

Loading
Download the Rappler App!