SUMMARY
This is AI generated summarization, which may have errors. For context, always refer to the full article.
JAKARTA, Indonesia—Tragedi penembakan seorang pengendara motor hingga tewas oleh Anggota Tentara Nasional Indonesia Angkatan Darat Serda Yoyok H pada Selasa sore, 3 November, memicu kemarahan publik.
Beberapa komentar di Twitter misalnya mempertanyakan sikap TNI atas insiden ini. Mereka minta TNI membuktikan bahwa penegakan hukum tak pandang bulu dan penggunaan senjata api dikawal ketat.
Seret anggota Kostrad, yang sewenang2 menembak kepala penyerempet kendaraan. Jangan. Biarkan lolos! Kasus Jopi dibunuh AL aja masih suram
— Ulin Yusron (@ulinyusron) November 3, 2015
Insiden kelakuan koboi djln raya oleh anggota TNI mnjdi Trending Topic.Penggunaan senjata api prlu ∂ĩ tinjau ulang.Kjadian yg merengut nyawa
— Puzi Haryanto (@puzi06) November 4, 2015
@PRFMnews setuju,,senjata api itu berbahaya,,hrs ada tes untuk siapa saja yg memegangnya,,jgn sampe di pegang oleh org yg g bertanggung jwb
— asep maftuh (@asepmaftuh) November 4, 2015
Waduu..lagi lagi senjata api merenggut Nyawa” Aparat harusnya bijaksana dlm brtindak Jgn lngsung cabut Pistol.!!! pic.twitter.com/7wULvy7fDr
— Moch.Rhafly (@kak_rafly) November 4, 2015
Apa reaksi TNI?
Kepala Dinas Penerangan TNI Angkatan Darat (Kadispenad) Brigjen TNI M Sabrar Fadhilah mengatakan bahwa TNI sebenarnya sudah memilki regulasi yang cukup untuk mengawasi penggunaan senjata api oleh personel.
“Ada aturan tentang pembawaan senjata. Kita punya aturan panglima, KSAD, protap,” katanya.
Peraturan tersebut teruang dalam Pasal 7 ayat (1) Peraturan Menteri Pertahanan Republik Indonesia No 7 Tahun 2010 tentang Pedoman Perizinan, Pengawasan dan Pengendalian Senjata Api Standar Militer Di Luar Lingkungan Kementerian Pertahanan Dan Tentara Nasional Indonesia. Aturan itu menyebut bahwa untuk ekspor, impor pembelian, penjualan, produksi, pemilikan, penggunaan, penguasaan, pemuatan, pembongkaran, pengangkutan, penghibahan, peminjaman, pemusnahan senjata api standar militer dan amunisinya diperlukan izin Menteri.
Pembahasan lengkapnya bisa dibaca di sini.
Peraturan tersebut berlaku untuk instansi pemerintah non Kementerian Pertahanan dan TNI, badan hukum nasional Indonesia tertentu, perorangan, kapal laut Indonesia, pesawat udara Indonesia.
Selain itu, Sabrar melanjutkan anggota TNI yang memegang senjata api juga harus dipastikan memiliki kondisi kejiwaan atau psikologis yang baik.
“Secara umum ada aturannya, beban tugas, kepangkatan. Ada clearance test dan tes psikologi. Tidak hanya kecerdasan tapi kestabilan jiwa juga dicek,” kata dia.
Tes kejiwaan dilakukan beberapa kali selama menjadi anggota TNI. Hanya saja, dia belum bisa memastikan kapan terakhir kali Serda Yoyok menjalani tes kejiwaan.
Dia memastikan bahwa anggota TNI yang memegang senjata api harus sepengetahuan komandannya.
Kontrol TNI lemah?
Direktur Eksekutif Imparsial Poengky Indarti mengatakan dalam kasus Cibinong, ada indikasi kelalaian terhadap kontrol penggunaan senjata api oleh TNI.
“Di daerah konflik setahu saya aparat diharuskan membawa. Tapi kalau di daerah aman seperti Cibinong tidak boleh. Kebetulan saya juga tinggal di Cibinong. Daerah TKP (Tempat Kejadian Perkara) adalah daerah ramai,” katanya.
Kata Poengki, pemerintah perlu kontrol penggunaan senjata api oleh personel TNI. “Karena masih tingginya arogansi aparat TNI terhadap masyarakat sipil, sehingga dia bisa sewenang-wenang menembak,” katanya.
Anggota Komisi Pertahanan Dewan Perwakilan Rakyat Tantowi Yahya juga ikut menyayangkan lolosnya pengawasan TNI terhadap penggunaan senjata api personelnya.
“Kami menyesalkan adanya penembakan tersebut. Senjata yang dipercayakan kepada prajurit TNI bukannya untuk melukai atau membunuh rakyat. TNI harus lebih ketat lagi dalam menitipkan senjata kepada prajuritnya,” katanya pada Rappler.
Tantowi mengatakan tak perlu mengevaluasi penggunaan senjata api. “Tes kejiwaan menurut saya yang harus dilakukan secara berkala. Yang pegang senpi itu harus stabil emosi dan kejiwaannya,” katanya.
Soal regulasi, kata Tantowi, sudah benar hingga saat ini.
Sementara itu dari data gunpolicy.org jumlah kepemilikan senjata api oleh militer pada 2013 sekitar 900.000 pucuk.
Bukan kasus luar biasa
Alih-alih mengkritik TNI, Guru Besar Universitas Pertahanan, Profesor Salim Said meminta kasus ini untuk tidak dibesar-besarkan.
“Saya kira kasus ini insiden pribadi. Isolated case,” katanya pada Rappler. Salim mengatakan penggunaan senjata api tak selalu dikontrol atasan.
Insiden yang memakan korban satu jiwa itu juga tak bisa dijadikan ukuran bahwa TNI melakukan penembakan.
Salim melanjutkan, mungkin saja saat itu personel TNI yang ‘berdarah muda’ sedang khilaf. Ia juga menolak memberikan rekomendasi untuk TNI. Menurutnya aturan yang dimiliki TNI sudah cukup. Benarkah demikian? Bagaimana menurut Anda? —Rappler.com
BACA JUGA
- Panglima TNI: Tentara tidak berpolitik praktis dan tidak berbisnis
- Anggota tembak pengendara hingga tewas, Panglima TNI minta maaf
Add a comment
How does this make you feel?
There are no comments yet. Add your comment to start the conversation.