Indonesia

Pelobi asing lumrah digunakan entitas Indonesia sejak zaman Sukarno

Febriana Firdaus

This is AI generated summarization, which may have errors. For context, always refer to the full article.

Pelobi asing lumrah digunakan entitas Indonesia sejak zaman Sukarno
Dua tahun setelah kemerdekaan pun, entitas Indonesia sudah memakai jasa pelobi

  

JAKARTA, Indonesia — Informasi yang dipublikasikan jurnalis Financial Times Benjamin Bland perihal data Foreign Agents Registration Act (FARA) tentang dokumen sewa jasa pelobi oleh oknum pejabat Republik Indonesia menggemparkan Tanah Air.

Bukan keputusan untuk menyewa pelobi, melainkan nominal 80.000 dolar Amerika Serikat atau sekitar Rp 1 miliar lebih yang harus dikeluarkan untuk membayar pelobi tersebut.

FARA adalah sebuah undang-undang yang disahkan sejak 1938 dan dimaksudkan untuk memastikan pemerintah dan rakyat Amerika Serikat memiliki informasi yang memadai dan terbuka mengenai identitas atau individu asing yang ingin memengaruhi opini dan kebijakan publik.

Sebelumnya diberitakan situs New Mandala bahwa sebuah perusahaan konsultan Singapura membayar 80.000 dolar AS kepada firma public relations di Las Vegas untuk  melobi Gedung Putih agar membuka akses Presiden Joko “Jokowi” Widodo supaya bertemu dengan Presiden AS Barack Obama. 

Informasi ini telah dibantah oleh Menteri Luar Negeri RI Retno Marsudi pada Sabtu, 7 November. Tapi masih tersimpan pertanyaan, benarkah Indonesia sudah biasa menggunakan jasa pelobi? 

Menurut data FARA, Indonesia sudah menggunakan jasa pelobi sejak 1947 hingga 2015.

Setidaknya ada 107 entitas Indonesia, baik pemerintah pusat, pihak swasta, pemerintah provinsi, individu, bahkan beberapa tokoh politik di Indonesia, yang menggunakan jasa pelobi dengan tujuan berbeda. 

Jika demikian, apakah penggunaan jasa pelobi sudah lumrah? 

“Benar,” kata mantan Duta Besar Indonesia untuk Washington DC Dino Patti Djalal pada Rappler, Senin, 9 November. 

Dino mengaku tidak kaget dengan data yang dibeberkan FARA. Indonesia memang sudah menggunakan jasa pelobi sejak era setelah kemerdekaan.

“Tapi saya tidak ingat jumlahnya,” katanya. Menurut Dino, bukan sesuatu yang luar biasa juga bagi kedutaan untuk memakai jasa pelobi.  

Alasan diplomat memakai pelobi

Mengapa kedutaan memutuskan untuk memakai jasa pelobi? “Karena dalam dunia diplomasi, networking itu penting sekali. Kadang ada simpul-simpul yang tidak tersentuh,” kata Dino. 

Menurutnya, keputusan untuk menggunakan jasa pelobi tergantung dari kebijakan masing-masing era pemerintahan. Biasanya, pertimbangannya adalah apakah ada nilai tambah atau tidak. 

“Kalau diplomatnya aktif, tidak masalah. Biasanya kan pintu itu bisa dibuka oleh diplomat kalau banyak akal,” ujarnya. Jika diplomat tersebut berperan aktif, maka tak perlu menggunakan jasa pelobi. 

Data FARA menyebutkan bukan hanya kedutaan yang memakai jasa pelobi, melainkan juga tokoh politik. Tapi Dino enggan menyebut tokoh politik yang dimaksud. 

Namun kata Dino, saat era Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY), Kedutaan Besar RI di Washington DC tak pernah menggunakan jasa pelobi. 

“Era SBY waktu itu tidak pakai dan memang KBRI sangat aktif. Tidak terpikir untuk memakai lobbyist,” katanya. 

Meski demikian, akunya, setiap pekan ada pelobi yang menghubunginya dan menemuinya untuk menawarkan jasa. “Mereka saya terima, tapi tidak ada jasa pelobi yang kita sewa,” ungkapnya. 

KAREN BROOKS. Seorang pelobi asal Amerika Serikat, kerap bekerjasama dengan entitas di Indonesia pada saat era Megawati menjabat jadi presiden. Foto diambil dari situs cfr.org.

Dalam menawarkan jasanya, pelobi biasanya “menjual” pengetahuannya tentang Indonesia, soal citra Tanah Air misalnya. 

Para pelobi ini, kata Dino, biasanya merupakan para mantan senator. 

Bagaimana dengan era pemerintahan sebelum SBY, seperti Megawati Soekarnoputri? “Saya tidak punya kapasitas menjawab,” kata Dino. 

Namun seorang sumber Rappler yang merupakan wartawan senior menyebut, selain Derwin Pereira yang aktif pada era sekarang sebagai pelobi, ada seorang pelobi lain bernama Karen Brooks yang kerap bekerjasama dengan entitas di Indonesia saat Megawati menjabat sebagai presiden.

Pebisnis paling butuh pelobi

Anggota Komisi I DPR  RI yang membidangi hubungan luar negeri, Tantowi Yahya, mengatakan juga tak terkejut dengan data FARA.

Menurut Tantowi, jasa pelobi memang banyak dibutuhkan di AS, terutama entitas perusahaan sebagai pelanggan. 

Keterlibatan para pelobi, misalnya, tidak bisa dihindari dalam agenda pertemuan Jokowi dengan sejumlah petinggi perusahaan teknologi di Silicon Valley di San Francisco bulan lalu. Meski pada akhirnya, Jokowi akhirnya membatalkan kunjungannya karena harus segera bertugas di daerah bencana asap. 

“Ada jamuan makan siang Jokowi dengan perusahaan top. Itu bisa saja menghubungi pelobi. Ada media blow-up. Bisa saja itu dibantu oleh pelobi,” ujar Tantowi. 

Bagaimana dengan politisi atau tokoh politik yang menggunakan jasa pelobi?

“Kalau DPR kita punya jalur sendiri. Ada Badan Kerja Sama Antar Parlemen (BKSAP). Kita ketemu delegasi dan kenalan,” katanya. Di situlah biasanya, menurut Tantowi, para politisi menjalin relasi, tanpa dibantu pelobi. 

Jokowi klaim tak pakai pelobi

Sementara itu, meski jasa pelobi sudah lumrah digunakan di Tanah Air, Menlu Retno menegaskan bahwa pemerintah Indonesia di era Jokowi tidak pernah melibatkan satu pelobi pun.

Retno mengklaim sejak Jokowi menjabat sebagai presiden, pemerintah belum menggunakan pelobi untuk kepentingan apapun di AS, apalagi menggunakan dana Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) seperti yang dilakukan Indonesia sebelumnya sejak tahun 1947. 

“Kemlu tidak menggunakan lobbyist atau tidak mengeluarkan sedikit pun anggaran untuk membayar lobbyist dalam mempersiapkan kunjungan Presiden Jokowi ke AS,” kata Retno dalam konferensi pers pada Sabtu kemarin.

Juru bicara Kementerian Luar Negeri Arrmanatha Nasir mengakui jasa pelobi memang lazim digunakan di dunia perpolitikan AS. Tapi ia menegaskan bahwa pemerintah tak menggunakan jasa pelobi dalam kunjungan Jokowi ke AS tersebut.

“Yang bisa saya konfirmasi, untuk kunjungan ini, tidak ada Kemenlu menggunakan jasa lobbyist,” kata Arrmanatha.

Bagaimana dengan kunjungan-kunjungan kenegaraan lainnya?

“Saya tidak ingat, apakah pemerintah kita atau swasta. Saya tidak tahu daftar itu,” ujarnya.

Namun data FARA menunjukkan bahwa tahun ini ada empat entitas Indonesia bukan pemerintah yang menggunakan jasa pelobi. Entitas tersebut bisa berupa pihak swasta, pebisnis, hingga politisi. —Rappler.com

BACA JUGA:

Add a comment

Sort by

There are no comments yet. Add your comment to start the conversation.

Summarize this article with AI

How does this make you feel?

Loading
Download the Rappler App!