Profil 5 tokoh nasional yang mendapat gelar pahlawan tahun ini

Rappler.com

This is AI generated summarization, which may have errors. For context, always refer to the full article.

Profil 5 tokoh nasional yang mendapat gelar pahlawan tahun ini

ANTARA FOTO

Gelar pahlawan nasional tahun 2015 dinobatkan kepada 5 individu mulai dari tokoh gereja hingga Muhammadiyah

JAKARTA, Indonesia — Bertepatan dengan Hari Pahlawan Nasional, Presiden Joko “Jokowi” Widodo menganugerahkan gelar pahlawan pada lima tokoh nasional pada Selasa, 10 November.

“Atas nama negara, saya ucapkan terima kasih kepada ahli waris atas jasa dan pengorbanan kusuma bangsa untuk Indonesia,” kata Jokowi saat berpidato dalam upacara Hari Pahlawan di lapangan Tugu Pahlawan, Surabaya, Jawa Timur, Selasa.

Siapa saja mereka? Berikut profilnya: 

Bernard Wilhelm Lapian dari Sulawesi Utara

Bernard lahir di Kawangkoan, Minahasa, Sulawesi Utara, pada 30 Juni 1892. Ia adalah seorang pejuang zaman penjajahan Belanda hingga pendudukan Jepang dan kemerdekaan. 

Bernard memberontak dari pemerintah Hindia Belanda dengan mendirikan sekutu gerejanya sendiri bernama Kerapatan Gereja Protestan Minahasa pada 1933, untuk menghindari dari komunitas gereja Kristen bentukan kolonial bernama Indische Kerk. 

Ia pernah turun di medan perang sebagai pimpinan sipil pada saat Peristiwa Merah Putih, 14 Februari 1946 di Manado. 

Bersama Barisan Pemuda Nasional Indonesia (BPNI) dan Koninklijk Nederlands Indisch Leger (KNIL), ia berhasil melucuti pasukan Belanda dan membebaskan para petinggi KNIL yang sebelumnya telah ditangkap.

Pengibaran bendera Merah Putih di seluruh penjuru Sulawesi, terlebih di wilayah Minahasa dan Manado, terlihat mewarnai semangat juang mereka dan kemudian dikenal sebagai Peristiwa Merah Putih di Manado. 

Ia kemudian dipercaya menjabat sebagai Gubernur Sulawesi pada 1950-1951. 

Mas Isman dari Jawa Timur

Mas Isman diketahui sebagai pendiri Kesatuan Organisasi Serbaguna Gotong Royong (Kosgoro). Ia membentuk organisasi pelajar bersenjata itu pada 30 Agustus 1945 dengan dasar pemikiran bahwa pelajar harus berjuang mengangkat senjata melawan penjajah.

Pada 22 September 1945, pasukan pelajar dilantik oleh Sungkono di Sekolah Darmo-49 Surabaya dan Mas Isman sebagai komandannya.

Perjuangan tentara pelajar ini dimulai pada 9 November 1945 dengan pernyataan “Soempah Keboelatan Tekad” mempertahankan kedaulatan bangsa dan negara Indonesia.

Mas Isman yang lahir pada 12 Desember 1924 dan wafat pada 12 Desember 1982 ini memiliki enam anak, yakni Edi Isman, Hayono Isman, Hayani Isman, Maulana Isman, Ananda Isman dan Ininda Isman.

Riwayat pekerjaannya di antaranya sebagai Inisiator dan Komandan BKR/TKR Pelajar Surabaya (1945-1946), Inisiator dan Komandan TRIP Jawa Timur (1946-1950), Inisiator dan motor penggerak “People Defence” (1946-1950), Pendiri KOSGORO (1957), Delegasi RI untuk PBB (1958), Kepala Perwakilan RI untuk Rangoon (1959-1960), Duta Besar untuk Thailand (1960-1964), Duta Besar RI untuk Mesir (1964-1968), Asisten VI Pangad (1978-1982), Anggota DPR/MPR RI (1978-1982).

Komisaris Jenderal Moehammad Jasin dari Jawa Timur

Setelah Indonesia merdeka, Jasin terlibat secara aktif dalam perjuangan mempertahankan kemerdekaan. Misalnya, ia ikut memproklamasikan Polisi Istimewa menjadi Polisi Indonesia.

Dengan proklamasi tersebut, ia berhasil melepaskan keterikatan Polisi Istimewa dengan Jepang dan mengubah status polisi ini dari polisi kolonial menjadi polisi negara merdeka. 

Sosok Jasin juga tidak dapat dilepaskan dari keterkaitannya dengan Mobiele Brigade (Mobbrig) yang kemudian berganti nama menjadi Brigade Mobil (Brimob). Ia pun diangkat sebagai Komandan Mobiele Brigade Besar MBB Jatim sekaligus Koordinator Mobbrig di semua keresidenan Jawa Timur.

Tak hanya itu, selain berkiprah di lingkungan kepolisian, Jasin pernah diangkat sebagai anggota Dewan Pertimbangan Agung (DPA), anggota MPRS dan MPR. Ia pun pernah ditunjuk sebagai Duta Besar Luar Biasa dan Berkuasa Penuh RI untuk Tanzania.

I Gusti Ngurah Made Agung dari Bali

Raja di Puri Agung Denpasar itu merupakan sosok yang pantang menyerah membela kebenaran ketika hendak dibohongi Belanda.

Rekam jejak perjuangannya berawal dari Sri Komala, nama sebuah perahu dagang milik Belanda. Waktu itu, 27 Mei 1904, Sri Komala runtuh di laut sebelah timur Pantai Kerajaan Badung yang memicu Perang Bubutan Badung. 

Pada saat Perang Bubutan Badung melawan Belanda, Raja Badung mengerahkan segala upaya. 

Hingga pada 20 September 1906 adalah masa paling genting yang terjadi kala itu. Pasukan Belanda mulai mendekat, dan Raja I Gusti Ngurah Made Agung pun telah mengetahui akan kedatangan Belanda.

Pengikut setia raja yang jumlahnya sekitar 250 orang telah siap bertempur. Masing-masing baik laki-laki maupun perempuan memegang keris dan tombak.

Dengan wajah tegang penuh perkasa, rombongan pengikut raja yang sudah berhadap-hadapan dengan Belanda kala itu sudah diminta untuk berhenti, namun rupanya rombongan tetap berjalan mendekat, dan terus mendekat.

Akhirnya, dalam jarak sekitar 70 meter tembakan Belanda menerpa I Gusti Ngurah Made Agung yang berada sisi paling depan rombongan tersebut.

Ia pun gugur dalam perang heroik tersebut.

Ki Bagus Hadikusuma dari Yogyakarta

Pahlawan perintis Kemerdekaan Nasional Indonesia ini dilahirkan di Kampung Kauman, Yogyakarta. Ia putra ketiga dari lima bersaudara dari Raden Haji Lurah Hasyim, seorang abdi dalem putihan agama Islam di Kraton Yogyakarta. 

Seperti umumnya keluarga santri, Ki Bagus mulai memperoleh pendidikan agama dari orang tuanya dan beberapa Kiai di Kauman. 

Ia merupakan pemimpin Muhammadiyah yang besar andilnya dalam penyusunan Muqadimah UUD 1945, karena ia termasuk anggota Panitia Persiapan Kemerdekan Indonesia (PPKI).

Peran Ki Bagus sangat besar dalam perumusan Muqadimah UUD 1945 dengan memberikan landasan ketuhanan, kemanusiaan, keberadaban, dan keadilan.

Pokok-pokok pikirannya dengan memberikan landasan-landasan itu disetujui oleh semua anggota PPKI.

Pokok-pokok pikiran Ahmad Dahlan berhasil ia rumuskan sedemikian rupa sehingga dapat menjiwai dan mengarahkan gerak langkah serta perjuangan Muhammadiyah. Bahkan, pokok-pokok pikiran itu menjadi Muqadimah Anggaran Dasar Muhammadiyah.

Kekecewaannya itu ia ungkap kembali saat menyampaikan pidato di depan Sidang BPUPKI atau Badan Panitia Persiapan untuk Kemerdekan Indonesia (PPKI).

Ki Bagus Hadikusumo menjadi Ketua Pengurus Besar Muhammadiyah selama 11 tahun (1942-1953) dan wafat pada usia 64 tahun. —Rappler.com

BACA JUGA:

Add a comment

Sort by

There are no comments yet. Add your comment to start the conversation.

Summarize this article with AI

How does this make you feel?

Loading
Download the Rappler App!