Indonesia

Cara penghitungan poin Piala Sudirman dibuat ‘menegangkan’

Mahmud Alexander

This is AI generated summarization, which may have errors. For context, always refer to the full article.

Cara penghitungan poin Piala Sudirman dibuat ‘menegangkan’

ANTARA FOTO

Piala Jenderal Sudirman memiliki sistem penghitungan poin sendiri yang tidak biasa dipakai di liga-liga sepakbola luar negeri

JAKARTA, Indonesia – Di ajang Piala Jenderal Sudirman yang baru dibuka pada Selasa, 10 November kemarin, ada perbandingan poin yang unik.

Tidak seperti lumrahnya poin pertandingan sepakbola (menang = 3 poin, seri = 1 poin, dan kalah = 0 poin), turnamen ini memiliki aturan sendiri. 

Di ajang turnamen yang dinisiasi oleh Mabes TNI tersebut, poin untuk kemenangan dibagi dua. Pertama, menang dalam waktu normal (2 x 45 menit), atau kedua, menang melalui adu penalti.

Tim yang menang dalam waktu normal akan mendapatkan ganjaran tiga poin, seperti biasa. Namun, apabila pertandingan berakhir seri, pertandingan harus dilanjutkan ke babak adu penalti. Sebab, turnamen ini tak mengenal hasil imbang. 

Untuk tim yang menang melalui adu penalti alias tidak dalam waktu normal hanya akan mendapatkan 2 poin. Sementara, tim yang kalah melalui adu penalti, mendapatkan poin hiburan: 1 poin.

Menurut Ketua Panpel Piala Jenderal Sudirman, Hasani Abdul Gani, aturan ini sejatinya tidak mengadopsi liga manapun. Namun, dia tak menampik jika pihaknya terinspirasi Liga Jepang yang kurang lebih menganut sistem poin seperti itu.

“Kami hanya ingin kompetitif, tidak meniru atau mengadopsi dari mana. Dengan poin ini, pertandingan akan seru sampai akhir, dan akan terus menegangkan karena tak ada hasil imbang,” ucapnya.

Format tak wajar ini, kata Hasani, akan membuat penonton puas. Laga tidak akan berakhir dengan skor yang nanggung. Setiap laga akan klimaks karena akan selalu ada pemenang.

Format poin ini pernah digunakan oleh sejumlah liga di luar negeri. Di antaranya Liga Jepang atau J-League, liga sepak bola Amerika Serikat yang kondang disebut MLS (Major League Soccer), dan liga Brasil, Serie A Brasileiro. 

Tapi, sejak era sepak bola modern, di awal tahun 2000-an, format ini mulai ditinggalkan karena FIFA memiliki standar tersendiri.

J-League saat ini menggunakan format umum, 3 poin untuk kemenangan, 1 poin untuk hasil imbang, dan angka nol untuk kekalahan. Perubahan poin itu dilakukan sejak 2004 silam. Mereka menyebut fase 2005 adalah fase sepak bola Jepang menjadi modern, meskipun saat itu J-League sudah disebut liga terbaik di Asia.

MLS sendiri pernah menggunakan format ini pada 1996 sampai 2000. Setelah itu, mereka berkiblat kepada sepak bola Eropa yang tak menggunakan format tersebut. Sementara, Liga Brazil sudah meninggalkan format ini sejak 1990-an.

Format turnamen disesuaikan dengan ‘match fee’

Keputusan panitia pelaksana untuk menggunakan format poin sampai ada adu penalti sejatinya bukan semata mengejar kualitas kompetisi. Tapi juga untuk membagi match fee dengan adil. 

Sebelummnya, di Piala Presiden, match fee dipukul rata. Tim yang menang dan kalah akan mendapat duit sama besarnya. 

Namun, di Piala Jenderal Sudirman sistem itu diubah. Tim yang menang akan mendapatkan match fee Rp 125 juta, sementara yang kalah Rp 75 juta. Penghitungan tersebut didasarkan waktu normal. 

Jika pertandingan harus melalui adu penalti, nilai match fee turun untuk kedua tim. Pemenang hanya mendapat Rp 110 juta dan yang kalah Rp 90 juta.

“Ini adalah adil, bagi tim yang kerja keras untuk menang, ada penghargaan lebih. Jadi kompetisinya itu semakin terasa. Bukan hanya soal poin, tapi juga match fee,” kata Hasani.—Rappler.com

BACA JUGA:

Add a comment

Sort by

There are no comments yet. Add your comment to start the conversation.

Summarize this article with AI

How does this make you feel?

Loading
Download the Rappler App!