Beda nasib pengusaha dan buruh dalam kebijakan ekonomi Jokowi

Irham Duilah

This is AI generated summarization, which may have errors. For context, always refer to the full article.

Beda nasib pengusaha dan buruh dalam kebijakan ekonomi Jokowi

ANTARA FOTO

Alih-alih pemerintahan Jokowi-JK memberikan kemudahan bagi pengusaha untuk berusaha, kalangan buruh justru dicekik dengan kebijakan PP Pengupahan

 

JAKARTA, Indonesia – Sekitar seribu buruh berkumpul di Tugu Proklamasi, Jakarta Pusat, Jumat siang, 20 November. Mereka kembali memprotes Peraturan Pemerintah No. 78 tahun 2015 tentang Pengupahan yang dinilai merugikan pihak buruh.

“Ini merupakan kesekian kalinya aksi protes buruh terhadap Peraturan Pemerintah Nomor 78 tahun 2015 tentang Pengupahan,” kata Guruh kepada Rappler, salah satu anggota Komite Aksi Upah Gerakan Buruh Indonesia (KAU-GBSI).

Peraturan yang disahkan akhir Oktober lalu ini antara lain memuat aturan mengenai upah minimum buruh tiap tahunnya. Dalam kebijakan teranyar, penentuan kenaikan upah buruh hanya berdasarkan inflasi nasional, produk domestik bruto (PDB) nasional tanpa menggunakan variabel Komponen Hidup Layak (KHL).

KHL yang berisi item-item kebutuhan hidup buruh sehari-hari, seperti beras, pakaian, dan sewa rumah hanya akan dihitung tiap 5 tahun sekali. Kenaikan upah minimum tiap tahun tidak lagi dilandasi oleh kenaikan harga-harga kebutuhan sehari-hari yang sebenarnya mengalami kenaikan tiap tahun.

“Dengan demikian, nantinya penentuan kenaikan upah tiap tahun tak lagi melalui mekanisme Dewan Pengupahan, atau adanya perwakilan buruh,” ujar Guruh.

PP tentang Pengupahan dikeluarkan tak lama setelah Pemerintahan Joko “Jokowi” Widodo mengeluarkan paket kebijakan ekonomi pada September ini. Paket kebijakan Jokowi dikeluarkan dalam rangka memberikan kemudahan bagi kalangan pengusaha untuk berinvestasi demi berkembangnya penyebaran kegiatan industri.

“Karpet merah” untuk kalangan pengusaha di antaranya deregulasi, kemudahan layanan investasi, tax allowance, tax holiday lebih cepat, penurunan tarif listrik untuk industri, gas untuk industri, dan peniadaan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) bagi sebagian jasa transportasi. 

Dengan berbagai kemudahan ini, para pengusaha dimudahkan dalam menjalankan operasinya. 

Namun tidak demikian dengan nasib buruh.Melalui kebijakan PP tentang Pengupahan, kalangan buruh justru harus mengencangkan ikat pinggang demi bertahan hidup. 

Berikut perbedaan kebijakan ekonomi pemerintahan Jokowi terhadap nasib pengusaha dan buruh:  

Isi dari paket kebijakan ekonomi jilid I, II, dan III:

  • Deregulasi, debirokratisasi, percepatan izin investasi.
  • Kemudahan layanan investasi 3 jam
  • Tax allowance, tax holiday lebih cepat
  • Penurunan harga BBM, listrik, dan gas
  • Penyederhanaan izin pertanahan untuk kegiatan penanaman modal

Peraturan Pemerintah No. 78 tahun 2015 tentang Pengupahan:

  • Komponen Hidup Layak (KHL) dihitung setiap 5 tahun sekali
  • Penentuan upah minimum berlandaskan inflasi nasional dan PDB nasional yang ditentukan oleh Badan Pusat Statistik (BPS). Dengan demikian, BPS secara tidak langsung menentukan kenaikan upah buruh tiap tahun.

—Rappler.com

BACA JUGA:

Add a comment

Sort by

There are no comments yet. Add your comment to start the conversation.

Summarize this article with AI

How does this make you feel?

Loading
Download the Rappler App!