Adil kepada HMI

Arman Dhani

This is AI generated summarization, which may have errors. For context, always refer to the full article.

Adil kepada HMI

ANTARA FOTO

Berita miring tentang HMI memiliki latar belakang penyebaran kebencian sesama organ ekstra kampus

JAKARTA, Indonesia – Bagi saya ada banyak alasan untuk bersikap negatif kepada Himpunan Mahasiswa Islam (HMI).

Sejak kuliah, saya berkenalan dan berinteraksi dengan kelompok mahasiswa ini. Di awal kanda-kanda (senior-red) HMI adalah sosok yang baik, mengayomi dan cerdas. Tapi belakangan saya tidak suka dengan HMI ketika mereka mulai membicarakan organ ekstra kampus lainnya secara negatif.

Bukan hanya HMI, hal yang sama juga dilakukan organ ekstra kampus seperti PMII, LMND, dan GMNI. Setelah lulus dari Univeristas Jember hal ini justru menjadi bahan tertawaan sesama alumni, betapa tololnya kami bermusuhan untuk hal-hal sepele semacam itu.

Sebagian masih percaya, rivalitas sesama organ ekstra kampus dipelihara untuk hal positif, menguatkan solidaritas di internal dan bersaing secara sehat. Tapi di sisi lain, kebencian masing-masing organ ekstra kampus bisa jadi bom waktu, yaitu kebencian.

Pengalaman selama kuliah, saya banyak menemukan rivalitas antar organ ekstra di kampus-kampus ditanamkan kepada para junior, termasuk HMI.

Belakangan citra HMI makin buruk karena framing media dan stigma negatif yang lahir dari para pembencinya. Kebencian itu diproduksi melalui fakta-fakta tentang kelakuan pengurus atau pun anggota HMI sendiri.

MUNAS HMI. Puluhan senjata tajam ditemukan petugas kepolisian dari sejumlah peserta kongres HMI ketika polisi menggelar razia senjata tajam di Gedung Olahrga Gelanggang Remaja yang dijadikan lokasi Musyawarah Nasional Himpunan Mahasiswa Islam (Munas HMI) XXIX di Pekanbaru, Riau, 23 November 2015. Foto oleh ANTARA Foto

Salah satu kasusnya adalah lima aktivis HMI Kota Semarang yang tersangkut kasus korupsi dana bantuan sosial. Kasus ini dieksploitasi dan digunakan sebagai pembenaran organ ini korupsi. Ditambah lagi, kasus ini dikaitkan dengan korupsi Anas Urbaningrum yang pernah menjadi ketua PB HMI.

Kasus lainnya adalah tindakan pengurus HMI Cabang Salatiga yang menuntut tim redaksi Pers Mahasiswa Lentera meminta maaf kepada masyarakat setempat. HMI Cabang Salatiga menilai majalah Lentera yang mengusung tema “Salatiga Kota Merah” menimbulkan keresahan. Ketua HMI Cabang Salatiga bahkan menyebut komunis sebagai paham yang meniadakan keberadaan Tuhan.

Berpikir dan bersikap negatif terhadap HMI bukan hanya diproduksi hari ini. Dulu, HMI pernah diserang, dikritik, coba dibungkam dan disingkirkan. Bukan main main, organ sebesar Partai Komunis Indonesia (PKI) juga pernah memandang HMI sebagai rival yang sepadan.

Pada 29 September 1965, dalam penutupan Kongres Concentrasi Gerakan Mahasiswa Indonesia (CGMI, gerakan mahasiswa onderbow PKI) berkumandang yel-yel “Bubarkan HMI.”

DN Aidit, tokoh komunis saat itu di tengah seribuan massa yang memadati Istora Senayan pernah  berteriak, “Kalau kalian tidak dapat membubarkan HMI, pakai sarung saja!”

Di Jember, Sekretaris Fakultas Hukum Unibraw cabang Jember (sekarang Universitas Jember) Prof Drs Ernest SH Utrecht menetapkan HMI sebagai organisasi terlarang. HMI dituduh terlibat PRRI/Permesta, DI/TII, percobaan pembunuhan Presiden Soekarno dan agen CIA.

MUNAS HMI. Massa Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) asal Makasar merusak dan membakar sejumlah fasilitas Gedung Olahraga Gelanggang Remaja di Pekanbaru, Riau, Sabtu 21 November 2015. Foto oleh ANTARA Foto.

Apakah ini hasil tradisi buruk dari rivalitas antar organ ekstra kampus? Menurut saya, ini adalah kebencian yang dibuat sendiri oleh HMI dan organ-orang ekstra kampu lainnya atas nama rivalitas konyol.

Organ ekstra kampus hari ini semestinya tidak meneruskan tradisi buruk tersebut. Mahasiswa juga semestinya bijak untuk tidak mudah termakan hasutan dari senior-seniornya untuk membenci organ lain tanpa alasan.

Bagi saya, HMI tidak bisa dinilai dari alumninya yang bermasalah seperti Anas Urbaningrum. Sederet nama lain dalam tubuh alumni HMI justru dikenal sebagai kalangan intelektual, misalnya Dawam Rahardjo, Kuntowidjojo, Djohan Efendi dan Yudi Latief.

Dua nama lain Alumni HMI yang saya kagumi selain Ahmad Wahib adalah Almarhum Munir Said Thalib dan Nurcholis Majid.

HMI bukan organ monolit yang dikuasai satu dua orang atau satu paham. Ia adalah bangunan organisasi yang dibentuk oleh banyak pemikiran, haluan politik dan juga semangat gerakan. Menghakimi total seluruh HMI hanya karena kerusuhan di Riau bisa jadi tindakan kerdil. Tapi lebih kerdil lagi mereka yang gagap menilai bahwa persoalan rusuh ini cuma perkara nasi bungkus tanpa ada kesadaran perihal sejarah panjang organisasi ini.—Rappler.com

Baca Juga:

Add a comment

Sort by

There are no comments yet. Add your comment to start the conversation.

Summarize this article with AI

How does this make you feel?

Loading
Download the Rappler App!