Yang membunuhmu bukan HIV, tapi ketidaktahuan

Amahl S. Azwar

This is AI generated summarization, which may have errors. For context, always refer to the full article.

Yang membunuhmu bukan HIV, tapi ketidaktahuan
Beruntung sebagai warga negara Indonesia, karena obat untuk cegah virus HIV agar tak berkembang jadi AIDS, disubsidi penuh pemerintah

Pertama kali gue berbagi pengalaman sebagai orang dengan HIV/AIDS (ODHA) dengan terbuka adalah melalui artikel di situs Magdalene.co yang dimuat tepat satu tahun silam.

Tidak lama setelah itu, beberapa tulisan gue juga dimuat di situs Bali Peduli, sebuah lembaga swadaya masyarakat (LSM) yang memusatkan perhatian terhadap kasus-kasus HIV/AIDS di Pulau Dewata.

Gue punya alasan mengapa sebelumnya semua kisah tentang tentang kondisi gue sekarang hanya dapat diakses di laman-laman tertentu. Namun, sudah satu tahun berlalu dan rasanya sudah tiba saatnya gue lebih terbuka tentang hal ini.

Setiap kali teman-teman lama menghubungi melalui jejaring sosial seperti Facebook setelah membaca artikel-artikel tersebut, kebanyakan dari mereka menggunakan kalimat-kalimat seolah gue sudah mau mati.

Well, umur memang di tangan Tuhan, tetapi biar gue tegaskan kali ini bahwa gue baik-baik saja.

Sejauh ini, gue sudah berurusan dengan HIV selama dua tahun dan belum pernah sekalipun gue sakit sampai harus rawat inap. Saat ini gue memang harus lebih berhati-hati: Berhenti merokok, berhenti mengonsumsi minuman beralkohol, berhenti bergadang, dan minum obat tepat pada waktunya dan tidak boleh alpa.

Tetapi di luar itu semua, gue bisa dengan percaya diri mengatakan kondisi gue saat ini adalah kondisi paling fit yang pernah dialami selama hayat dikandung badan.

Hubungan asmara? Pacar gue sekarang (yang notabene ketemu sama gue setelah gue berstatus HIV positif) berstatus HIV negatif dan sudah hampir satu setengah tahun kami bersama. Tidak ada masalah sama sekali.

Kami tetap dapat menemukan cinta yang kami cari — dan mungkin, ditemukan oleh cinta (lho, kok jadi dangdut?).

Percayalah, bukan HIV yang akan membunuh kita, Sobat, melainkan ketidaktahuan dan ketidakpedulian tentang virus yang selama ini menjadi momok kita semua.

Sudah banyak teman atau kenalan gue yang telah menghembuskan napas terakhirnya setelah bertahun-tahun menolak untuk dites dan tidak mengonsumsi obat-obatan yang diperlukan. Apakah ini yang kalian inginkan?

Kenyataannya, banyak kok teman-teman yang mengidap virus HIV tapi sampai saat ini masih tetap sehat dan berkarya. Banyak dari mereka yang akhirnya menikah dan memiliki keturunan (yang, sekadar informasi, tidak tertular virus HIV).

Sebagai warga negara Indonesia, kita sangat beruntung karena obat-obatan yang diperlukan untuk mencegah virus HIV supaya tidak berkembang menjadi AIDS disubsidi pemerintah secara penuh.

Salah satu teman gue yang berasal dari Eropa Timur saat ini harus bolak-balik ke Thailand dan India hanya untuk bisa mendapatkan obat-obatan anti-retroviral mengingat negaranya tidak memberikan fasilitas seperti yang dapat kita nikmati saat ini.

Gue mengerti banyak dari kita yang masih takut untuk pergi ke klinik demi mengetahui status HIV mereka. Tetapi, kawan, percayalah, hidup itu indah dan patut untuk dirayakan. Dengan mengetahui status HIV kita sejak dini, kita dapat segera ditolong dan masih bisa berkarya untuk kurun waktu yang lama.

Apa yang gue sampaikan saat ini memang sekilas terkesan berceramah, tetapi jujur gue sudah tidak tahan lagi untuk membuka suara.

Kehidupan tidak pernah tanpa harapan — bahkan untuk orang-orang ODHA sekalipun. —Rappler.com

Amahl S. Azwar adalah penulis lepas yang kini tinggal di Shanghai, Tiongkok.

BACA JUGA:

Add a comment

Sort by

There are no comments yet. Add your comment to start the conversation.

Summarize this article with AI

How does this make you feel?

Loading
Download the Rappler App!