35 calon kepala daerah perempuan menang di Pilkada 2015

Febriana Firdaus

This is AI generated summarization, which may have errors. For context, always refer to the full article.

35 calon kepala daerah perempuan menang di Pilkada 2015
“Calon perempuan yang menang sebagian besar adalah petahana dan mengandalkan politik kekerabatan,” kata Titi.

JAKARTA, Indonesia—Setidaknya 35 perempuan memenangkan pertarungan dalam hitung cepat Pemilu Kepala Daerah (Pilkada) yang digelar serentak Rabu, 9 Desember kemarin.

Dari mereka yang terpilih, masing-masing terdapat kepala daerah yang berprestasi, kerabat petahana atau bagian dari dinasti politik, dan kontroversial. 

“Rekap sementara, dari 123 calon kepala dan wakil kepala daerah perempuan yang mengikuti Pilkada 2015, setidaknya ada 35 calon yang terpilih,” kata Direktur Eksekutif Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) Titi Anggraini, pada Rappler, Kamis, 10 Desember. 

Siapa saja mereka? 

  1. Airin Rachmi Diany, Walikota Tangsel.
  2. Ratu Tatu, Bupati Serang.
  3. Tri Rismaharini, Walikota Surabaya.
  4. Sri Sumarni, Bupati Grobogan.
  5. Cellica, Bupati Karawang.
  6. Neni Moerniaeni, Walikota Bontang.
  7. Rita, Bupati Kutai Kertanegara.
  8. Chusnunia, Bupati Lampung Timur.
  9. AsminLaura, Nunukan.
  10. Ilmiati, Wakil Bupati Wakatobi.
  11. Indah Putri, Bupati Luwu Utara.
  12. Anna S, Bupati Indramayu.
  13. Kartika, Lamongan.
  14. Vonnie Anneke Panambuan, Kabupaten Minut (Sulawesi Utara).
  15. Irna, Bupati Pandeglang.
  16. Ibu Mas Sumantri, Kabupaten Karangasem Bali.
  17. Indah Damayanti Putri, Kabupaten Bima Nusa Tenggara Barat.
  18. Faida, Bupati Jember.
  19. Hayati, Kediri.
  20. Christine E Paruntu, Minahasa Selatan.
  21. Neti Herawati, Wabup Kepahiang, Bengkulu.
  22. Mirna, Bupati Kendal.
  23. Maya Rosida, Kabupaten Wonosobo.
  24. Hairiah, Wakil Bupati Sambas.
  25. Badingah, Bupati Gunung Kidul.
  26. Sri muslimatin, Wakil Bupati Sleman.
  27. Hevearita, Wakil Walikota Semarang.
  28. Sri Hartini, Bupati Klaten.
  29. Sri Mulyani, Wakil Bupati Klaten.
  30. Kusdinar Untung, Bupati Sragen.
  31. Windarti Agustina, Wakil Walikota Magelang.
  32. Yuli Hastuti, Wakil Bupati Purworejo.
  33. Nurbalistik, Wakil Bupati Kabupaten Pekalongan.
  34. Dyah Hayuning Pratiwi, Wakil Bupati Purbalingga.
  35. Erlina, Wakil Bupati Pesisir Barat Lampung. 

Dari 35 kepala daerah yang memenangkan hitung cepat dalam Pilkada serentak, Titi mengkategorikan menjadi tiga bagian.

Pertama, kepala daerah terpilih yang dianggap berprestasi antara lain, Tri Rismaharini dari Surabaya. Dia dianggap sebagai calon kepala daerah alternatif dan memiliki rekam jejak yang baik. 

“Kalau calon seperti Risma memang sedikit dari calon perempuan yang menjadi figur alternatif karena kinerjanya yang baik sebagai petahana,” kata Titi. 

Ada juga Chusnunia, aktivis Partai Kebangkitan Bangsa yang dianggap merupakan calon kepala daerah alternatif. Chusnul-panggilan akrab Chusnunia-yang merupakan keluarga besar kyai Nahdlatul Ulama itu, sebelumnya merupakan anggota dewan yang rajin turun ke daerah pemilihan. 

Kedua, kepala daerah terpilih yang masih memiliki hubungan kerabat dengan petahana atau dikenal memiliki dinasti politik. Mereka antara lain Airin Rachmi Diany dari Tangerang Selatan dan Ratu Tatu dari Serang. Keduanya memiliki hubungan kekeluargaan dengan mantan Gubernur Banten Ratu Atut Choisiyah. 

Titi mengaku tak heran dengan calon perempuan dari keluarga petahana bisa menang di daerah mereka. “Calon perempuan yang menang memang sebagian besar adalah petahana dan sebagian besar mengandalkan politik kekerabatan,” katanya. 

Ketiga, kepala daerah terpilih yang kontroversial, yakni Airin.

“Airin itu banyak faktor. Pesimisme, pragmatisme, dan apatisme pemilih serta juga kelompok menengah yang tidak banyak peduli dengan politik lokal di Tangerang Selatan,” katanya.

Tak heran jika istri dari Chaeri Wardhana, terpidana kasus suap mantan Ketua Mahkamah Konstitusi, Akil Mochtar tersebut bisa berjaya di kota itu. 

Namun kata Titi, harapan pada perempuan sebagai calon kepala daerah alternatif harus selalu ada dan dipelihara. “Meski juga harus disertai catatan bahwa kita punya banyak pekerjaan rumah soal politik kekerabatan dan perempuan yang terfragmentasi kepentingan elit,” katanya. —Rappler.com

BACA JUGA

Add a comment

Sort by

There are no comments yet. Add your comment to start the conversation.

Summarize this article with AI

How does this make you feel?

Loading
Download the Rappler App!