Kafe di Paris dibuka kembali setelah serangan teroris

  

Simpati dan pikiran kami untuk keluarga korban, para pengunjung, dan teman-teman yang hadir. Terima kasih untuk para pemadam kebakaran, polisi, dan semua yang membantu pada malam yang mengerikan itu. Terima kasih untuk dukungan yang tak putus pasca tragedi 13 November. Kini saatnya bagi kita untuk bangkit bersama, bersatu dan melanjutkan hidup dan tidak melupakan.

Café La Bonne Biere

Tulisan di atas terpampang di papan tulis di pintu masuk kafe La Bonne Biere yang terletak tak jauh dari Place de la Republique, di tengah kota Paris. 

Malam itu, sepekan lalu, tepatnya pada 7 Desember, ketika saya datang hampir tengah malam ke La Bonne Biere, separuh dari 80-an kursi di kafe itu terisi pengunjung. Saya memesan secangkir cokelat panas dan mulai melihat sekeliling ruangan. 

Ada keceriaan. Pelayan mondar-mandir bersemangat melayani tamu. “Selalu penuh sejak kami buka kembali,” kata Lillian, seorang pelayan kafe.

La Bonne Biere adalah satu dari kafe yang diserang teroris pada tragedi 13 November malam.  Di malam tragis itu, pengunjung penuh, termasuk di teras. 

Tiba-tiba dua penembak lewat menggunakan sepeda motor dan memberondong pengunjung di teras. Lima tewas, beberapa luka-luka. 

Ketika saya datang pada awal Desember, ratusan rangkaian bunga duka cita dan lilin masih bertumpuk di pinggiran jalan depan kafe. Di atas pagar teras lantai dua, ada spanduk bertuliskan, “Je suis en terrase, (saya di teras).” Itu bentuk ekspresi tidak takut duduk di teras.

“Terus-terang saya baru pertama kali ke sini. Kami tadi ke Place de la Republique, lalu jalan ke sini karena tahu dari berita bahwa Bonne Biere sudah buka,” kata Cyrill, pemuda Prancis yang saya ajak ngobrol di teras Bonne Biere malam itu.

Cyrill tinggal di kawasan perumahan sedikit di luar kota Paris, namanya daerah Boulogne Billancourt.  Dia datang bersama Elliot, temannya yang tinggal di Montreuil. Elliot keturunan Karibia.

Teman saya, Yanti, yang tinggal di Paris, membantu saya berkomunikasi dalam bahasa Prancis.

“Di sini, orang biasa ngumpul di kafe, terutama akhir pekan. Bisa dibilang nongkrong di kafe dan membicarakan apa saja adalah budaya di Paris,” kata Cyrill.  

Mereka mengaku tidak takut duduk di teras. Tapi, merasa khawatir juga ada mobil dengan jendela warna gelap mendekat. 

Pada malam 13 November itu, Cyrill tengah berada di jalan utama Paris yang selalu ramai, Champs-Elysees.

La Bonne Biere yang pertama kali buka.

“Kehidupan harus kembali berjalan,” kata Lillian. 

Di tempat lain seperti Café Bataclan, di mana 89 tewas, dan La Belle Equipe, di sini 20 tewas, bangunan masih tertutup, rusak, dan dikepung rangkaian bunga dan ucapan duka cita.

Saya mengunjungi tempat-tempat yang diserang teroris di sela-sela kesibukan meliput konferensi lingkungan hidup COP 21 yang berakhir tepat sebulan setelah tragedi 13 November.

Semangat yang ada di konferensi yang untuk pertama kalinya berhasil menyepakati perjanijian untuk menurunkan emisi karbon itu menulari, dan saya yakin juga sebaliknya, diiinspirasi oleh semangat rakyat Paris yang bangkit dari ancaman teror. 

Meme pas peur. Kami tidak takut. —Rappler.com

BACA JUGA:

• Mengapa Paris jadi sasaran serangan teroris?
• Muslim muda ini cerita soal hidup di Paris pasca teror 13 November
• Pergantian wajah Paris: Kota cinta, teror, dan perlawanan

Uni Lubis adalah seorang jurnalis senior dan Eisenhower fellow. Dapat disapa di @UniLubis.