Senja kala bisnis Riza Chalid

Uni Lubis

This is AI generated summarization, which may have errors. For context, always refer to the full article.

Senja kala bisnis Riza Chalid
Benarkah skandal minta saham Freeport cuma sasaran antara untuk menjebak saudagar minyak ini?


Akhir minggu yang relatif tenang. Pekan ini, Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) DPR RI menutup sesi sidang pelanggaran kode etik Ketua DPR Setya Novanto tanpa keputusan.   

Setya mundur dari kursi ketua DPR. Ia akan digantikan Ade Komarudin, Wakil Ketua Umum Partai Golkar yang kini menjabat Ketua Fraksi di DPR. Setya akan menduduki kursi yang akan ditinggalkan Ade.  

Presiden Joko “Jokowi” Widodo menyambut baik pengunduran diri Setya dari ketua DPR. Wakil Presiden Jusuf Kalla mengkritisi keputusan Golkar mengangkat Setya sebagai ketua fraksi.  

Babak pertama pertempuran terkait skandal rekaman #PapaMintaSaham PT Freeport Indonesia selesai. Tapi, bagaimana dengan pengusaha Riza Chalid?

Ketika tagar #PapaMintaSaham itu diramaikan oleh pengguna Twitter, rujukannya adalah Setya Novanto. Itu sebabnya desakan agar Setya dilengserkan dari kursi DPR menguat.

Padahal, sebagaimana diakui oleh Direktur Utama PT FI Maroef Sjamsoeddin dalam sidang MKD, “Tidak ada permintaan saham dari SN, tapi MR.” 

SN adalah singkatan nama Setya Novanto. MR adalah Muhamad Riza, nama lengkapnya Mohamad Riza Chalid.

Nominee-nya, Pak… Dari Pak Luhut (Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan). Saham itu juga memang kemauannya Pak Luhut, gitu. Cari referensi Freeport dari pengusaha seperti yang dulu dilakukan oleh kita kepada pengusaha,” demikian bunyi transkrip tersebut. Ini omongan Riza Chalid.

(BACA: ‘Kalau Riza Chalid yang atur, semua happy’)

Jumat, 18 Desember, Jaksa Agung Muhammad Prasetyo memastikan bahwa suara dalam rekaman yang pernah diperdengarkan di sidang MKD benar suara Setya dan pengusaha perminyakan Riza Chalid.  

“Itu hasil dari ahli IT, ahli suara ITB,” kata Prasetyo kepada media, Jumat itu.

Setelah identifikasi suara, Prasetyo mengatakan tim penyelidik akan meminta keterangan ahli pidana untuk menetapkan unsur pidananya. Ia menduga ada percobaan korupsi dan permufakatan jahat dalam kasus yang melibatkan Setya dan Riza.  

Menurut Prasetyo, Setya bertindak sebagai inisiator pertemuan dan Riza sebagai penyokong dana fasilitas pertemuan di hotel Ritz-Carlton di Jakarta, pada 8 Juni 2015.

Prasetyo juga mengatakan tak mau gegabah menangani kasus ini dan memastikan akan meminta keterangan beberapa saksi, termasuk Setya dan Riza.

Mengingat Setya masih anggota DPR, maka penegak hukum perlu izin presiden untuk memeriksa anggota legislatif. Ini putusan Mahkamah Konstitusi dalam sidangnya pada 22 September 2015 lalu.

Untuk Riza, yang pertama kali harus dilakukan tentu mencari di mana posisi Riza yang memang lebih banyak menghabiskan waktu di luar negeri, terutama di Singapura.

Riza tidak memenuhi dua kali pemanggilan oleh MKD. Kepala Kepolisian RI Jenderal Badrodin Haiti mengaku kesulitan memanggil Riza. 

Riza meninggalkan Tanah Air begitu namanya disebut dalam transkrip rekaman dalam laporan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Sudirman Said ke DPR.

(BACA: Syarat mencari Riza Chalid)

Keterlibatan Riza Chalid dalam skandal #PapaMintaSaham Freeport pasti menyulitkan bisnisnya.  Riza diketahui adalah pemilik saham penerbangan AirAsia untuk operasional di Indonesia. Industri penerbangan sarat dengan regulasi. Ketergantungan terhadap regulator, dalam hal ini pemerintah, sangat tinggi.

Awal Desember lalu, Komisi Nasional Keselamatan Transportasi (KNKT) mengumumkan hasil investigasi atas kecelakaan pesawat AirAsia QZ8501 jurusan Surabaya-Singapura pada 28 Desember 2014. Manajemen Air Asia harusnya bertanggungjawab atas temuan itu. 

Riza Chalid terlibat dalam skandal Petral?

Aktivis melakukan aksi di depan Gedung KPK, Jakarta, pada 15 Desember 2015, menuntut KPK mengusut tuntas kasus Freeport dan menangkap Setya Novanto dan Riza Chalid. Foto oleh Rivan Awal Lingga/Antara

Tapi, menurut saya, skandal Freeport cuma sasaran antara untuk menjebak Riza yang namanya disebut-sebut dalam pusaran pembenahan pasokan impor minyak di Pertamina. 

Melalui Global Energy Resources, cukup lama Riza memenangi tender pengadaan minyak untuk perusahaan plat merah itu, melalui anak perusahaan mereka, Pertamina Energy Trading Limited (Petral).  

Ini terjadi sampai 2006. Kemudian terjadi perubahan kebijakan saat ganti direksi di Pertamina dijabat Martiono Hadianto.

Begitupun, kiprah Riza Chalid terus berlangsung. Namanya disebut ada di belakang lima perusahaan berbasis di Virgin Island, wilayah yang dikenal sebagai tax heaven, yang memasok minyak mentah untuk Pertamina. Riza tak pernah membantah, apalagi membenarkan soal ini. Dia sosok pengusaha yang jarang muncul di media.  

Bulan November tahun lalu, Menteri ESDM Sudirman Said membentuk Tim Reformasi Tata Kelola Migas yang diketuai ekonom Faisal Basri. Tim ini lantas disebut sebagai tim anti-mafia migas dan salah satu kerja utamanya membongkar lika-liku pengadaan minyak di PT Petral.

Hasil kerja tim Faisal Basri selama enam bulan, Petral tidak boleh transaksi impor minyak dan hanya berfungsi sebagai semacam pemantau pasar. Tim juga merekomendasikan audit forensik terhadap operasional Petral selama ini. Ujungnya pembubaran Petral.

Dalam beberapa kali kesempatan, Faisal Basri menyebut nama “Mr. R” sebagai sosok di balik dominasi tender impor minyak. Banyak yang menerjemahkan Mr. R sebagai Mr. Riza.

Setelah pemerintah mengumumkan pembubaran Petral, Pertamina mengklaim berhasil menghemat Rp 250 miliar per hari,

“Transaksi (impor minyak) yang beredar tiap hari sebesar US$ 150 juta atau setara Rp 1,7 triliun per hari. Setelah pembubaran (Petral), Pertamina menghemat 22 juta dolar Amerika Serikat (setara Rp 250 miliar),” kata Sudirman Said pada 17 Mei 2015.

Sepekan kemudian, masih di bulan Mei tahun ini, Faisal Basri menyerahkan temuannya terkait Petral ke Badan Reserse Kriminal (Bareskrim) Polri. Bareskrim yang saat itu dipimpin Komisaris Jenderal Polisi Budi Waseso mengatakan akan mendalami kasus Petral.  

Orang dekatnya mengenal Riza sebagai sosok yang percaya diri, dan mudah meyakinkan orang.  Pintar berbicara. Ini membuatnya mudah masuk ke berbagai kalangan pengusaha dan pemimpin politik.

Ganti rezim, bisnis Riza terus melaju

Saya pertama kali mengenal Riza Chalid pada tahun 1997, pertengahan bulan Agustus, di Moskow, Rusia. Dia mewakili PT Dwipangga yang berniat menjembatani pembelian pesawat jet tempur Sukhoi dari Rusia.  

Di PT Dwipangga, Riza berkongsi dengan Mamiek Suharto, putri mantan Presiden Suharto.  

Menteri ESDM Sudirman Said menyapa wartawan sebelum mengikuti sidang etik MKD, pada 2 Desember 2015. Foto oleh Puspa Perwitasari/Antara

Saat itu saya bekerja di Majalah Panji, dan menjadi satu-satunya peliput kunjungan delegasi Menteri Negara Perencanaan Pembangunan Nasional/Ketua Bappenas Ginanjar Kartasasmita. 

Oh iya, saya pergi sendiri, dibiayai Panji. Rencana pembelian pesawat Sukhoi itu kami anggap menarik untuk liputan utama karena membeli pesawat tempur ke Rusia pasti akan membuat AS berang.  

Konstelasi politik luar negeri agak berubah. Saat itu pemerintahan Suharto memang dapat tekanan dari negara barat terutama AS terkait kinerja Suharto, terutama dugaan korupsinya.

Selain Ginandjar Kartasasmita, di Moskow saat itu juga ada Jenderal Wiranto, Kepala Staf Angkatan Darat. Saat itu Indonesia juga berencana membeli alat utama sistem pertahanan lainnya dari Rusia.

Untuk melengkapi liputan di Moskow, kembali ke Tanah Air, saya mewawancarai Riza Chalid di kantornya di kawasan Warung Buncit, Jakarta Selatan.

Di situ saya dikenalkan dengan Johnny G. Plate, orang kepercayaan Riza. Johnny sempat menjadi Direktur AirAsia, dan kini adalah anggota DPR dari Fraksi NasDem daerah pemilihan NTT. 

Pembelian Sukhoi gagal karena krisis ekonomi 1997, yang berujung pada lengsernya Suharto pada Mei 1998. 

Rezim berganti, rupanya bisnis Riza Chalid terus melaju.

Saya mengikuti perkembangan bisnis Riza, termasuk cerita dia mendirikan sekolah membaca Al-Qur’an, bisnis jus buah segar dengan merek Toza, sampai bisnis rekreasi edukasi KidZania. 

Terakhir saya kontak dengan Riza usai Pilpres 2009. Sebenarnya salah telepon. Orang yang ingin saya telepon punya nomor telepon yang mirip dengan Riza, beda operator.

Ketika Riza mengangkat telepon itu, dia tengah di lapangan golf bersama petinggi. Saya iseng menanyakan beberapa pos menteri di kabinet Susilo Bambang Yudhoyono. Dia menjawab, dan benar.

Tapi, saya tidak merasa itu istimewa juga karena spekulasi susunan kabinet sudah beredar luas. 

Berapa yang diperoleh Riza dari bisnis minyak?

Menurut saya, semua kegiatan Riza Chalid itu tak ada artinya dibandingkan dengan bisnis minyaknya.

MKD. Setya Novanto di DPR. Foto: Antara

Sumber di bisnis perminyakan memperkirakan cukup lama Riza menguasai sekitar 30 persen impor minyak, termasuk minyak mentah, dari rata-rata impor 1 juta barel per hari yang dibutuhkan Pertamina. Per hari, ya!  

Kalau merujuk ke ucapan Sudirman Said, setelah Petral dibubarkan, Pertamina untung Rp 250 miliar per hari. Kalau benar Riza Chalid kuasai sepertiganya, berarti sehari minimal omzet bisnis Riza Chalid Rp 80-an miliar!

“Jangan cuma dihitung volume yang diimpor. Bisnis impor minyak itu urusannya end-to-end, angkutan transportasi sampai ke lokasi di daerah-daerah dan asuransi juga dikuasai. Ini duitnya gede sekali,” kata sumber saya yang paham lika-liku bisnis impor minyak ini.

Benar atau tidaknya, saya berharap Riza Chalid menjawabnya jika benar dia diperiksa aparat penegak hukum. Dengan bisnis menggiurkan dan duit yang berlimpah, apa susahnya bagi Riza menembus pintu penguasa?

Setelah namanya muncul terang-benderang dalam skandal #PapaMintaSaham, mencatut nama Luhut, mencatut nama Jokowi dan Jusuf Kalla, pintu-pintu penguasa kemungkinan menutup. Mungkin.  Soalnya teman Riza Chalid banyak. Luhut pun mengakui Riza sebagai teman baiknya.

Bubarnya Petral, kebijakan pemerintahan Jokowi untuk melakukan transaksi impor minyak secara langsung ke pemerintahan negara asal, bakal membuat bisnis Riza terganggu.  

Kemarin, Sabtu, 19 Desember, utusan pemerintahan Arab Saudi datang ke Indonesia, dan dibawa ke Lombok untuk melihat kawasan Mandalika yang akan dibangun sebagai Kawasan Ekonomi Khusus, termasuk resor.  

Ini salah satu investasi yang ditawarkan Indonesia ke Arab Saudi, menyusul kunjungan Jokowi September lalu ke sana, dan bertemu dengan Raja Arab Saudi Salman Bin Abdul Aziz al Saud. Jokowi minta dibantu, Raja Salman menyanggupi.

Jokowi menunjuk Sudirman Said sebagai menteri yang bertanggungjawab untuk urusan investasi dari Timur Tengah. Raja Salman menunjuk Pangeran Mohammed bin Salman, yang juga putra mahkota kerajaan. Pangeran Mohammed adalah Menteri Pertahanan Arab Saudi, yang juga membawahi soal energi.  

Al Khateeb, nama utusan itu, juga akan dibawa pihak Kementerian ESDM mengunjungi tempat lain terkait investasi oleh Arab Saudi.

November lalu, Jusuf Kalla menyaksikan penandatanganan kerjasama induk antara Pertamina dan Saudi Aramco untuk revitalisasi kilang Pertamina di Cilacap, Balongan dan Dumai, masing-masing senilai US$ 5 miliar. 

Kilang yang beroperasi akan mengurangi ketergantungan pada impor. Mengurangi peluang bisnis para pedagang seperti Riza Chalid. Secara bisnis pengaruhnya dikikis. Secara hukum, Riza Chalid diincar dengan kasus pencatutan nama yang bisa dianggap permufakatan jahat untuk korupsi di kasus Freeport.  

Dan yang bakal lebih memberatkan lagi karena sudah terjadi cukup lama, adalah kasus impor minyak melalui Petral.

Investasi dengan Arab Saudi adalah salah satu pola yang ingin dijalankan Jokowi. Berurusan langsung secara resmi dengan pemerintah.

Jokowi tengah mengonsolidasi kekuatan politiknya, mencoba memotong suplai gizi kepada politisi dan penegak hukum yang selama ini mendapatkan keuntungan dari bisnis rente, termasuk di sektor energi.

Berhasilkah upaya Jokowi menjadikan dirinya kekuasaan utama politik (yang besar pengaruhnya untuk regulasi ekonomi dan bisnis), sangat bergantung kepada bagaimana Jokowi bisa menguasai jejaring penegak hukum. Tak ada yang kebetulan dalam insiatif perekaman oleh Dirut Freeport Indonesia.

Saya mendukung upaya Jokowi memberangus bisnis rente, dengan alasan bisnis rente membebani ekonomi. Semoga Jokowi konsisten. Sebab nafsu melanggengkan kekuasaan seringkali membuat kompromi dilakukan, karena tak ada kekuasaan tanpa dukungan uang. Pemain baru, kebiasaan lama.

Bagi Riza Chalid, ini senja kala bisnisnya. Juga pengaruh politiknya. Untuk sementara waktu atau selamanya? –Rappler.com

BACA JUGA:

 Uni Lubis adalah seorang jurnalis senior dan Eisenhower fellow. Dapat disapa di @UniLubis

Add a comment

Sort by

There are no comments yet. Add your comment to start the conversation.

Summarize this article with AI

How does this make you feel?

Loading
Download the Rappler App!