BLOG: Di hari ibu, mereka berbagi cerita soal menyiapkan makanan untuk anak

Uni Lubis

This is AI generated summarization, which may have errors. For context, always refer to the full article.

BLOG: Di hari ibu, mereka berbagi cerita soal menyiapkan makanan untuk anak
Mencoba makanan harus dijadikan sebuah petualangan yang menggembirakan

 

JAKARTA, Indonesia—Almarhum Ibu saya suka dan pintar memasak. Masakannya enak-enak. Meracik bumbu pakai perasaan. Tanpa takaran. Pas.

Ibu saya selalu menyiapkan sendiri makanan untuk keluarganya. Tidak pernah punya asisten rumah tangga, bahkan ketika membuka warung makan untuk menambah penghasilan bagi keluarga. Ayah saya pegawai negeri. Seorang hakim.

Saya bisa masak karena membantu ibu saya. Memasak menjadi wahana melepas kepenatan dan stress usai bekerja. 

Belakangan, memasak tak lagi rutin saya lakukan. Seringkali karena lelah, atau harus bekerja sampai dini hari, saya bangun kesiangan. Sarapan sudah disediakan asisten rumah tangga.

Menyiapkan menu masih, terutama untuk anak. Setiap kali saya pergi ke luar kota untuk waktu lama, saya secara rinci menyiapkan menu harian. Dari sarapan, makanan ringan untuk anak saya, Darrel, sampai makan malam. Yang saya tekankan adalah variasi. Jangan sampai menu harian cuma gorengan. Eksekusi oleh asisten rumah tangga yang sudah belasan tahun bekerja di rumah, sejak Darrel lahir.

Kalau pergi lama seperti itu saya juga menitipkan ucapan di secarik kertas untuk ditaruh di atas kotak bekal Darrel. Ucapan pendek, misalnya: put first, things first.  Atau, “with great knowledge, comes great responsibility. Kalau perginya lama, suka kehabisan ide, akhirnya ya, “Hi D, enjoy your meals. Love You, Mom.” Ucapan sudah saya buat berlembar-lembar sesuai hari. Titip asisten.

Darrel sampai kini, kelas 1 SMP, masih membawa bekal untuk makan siang dari rumah. Saat di TK dan SD, memang sekolahnya tak membuka kantin. Ada jasa katering untuk makan siang, tapi Darrel memilih makanan dari rumah. Setiap hari, jelang waktu makan siang, asisten RT mengirim makan siang Darrel ke sekolah, yang jaraknya 15 menit naik mobil. Cukup dekat.

Ada kantin di SMP tempat Darrel bersekolah. Darrel juga saya bekali uang saku jika dia ingin jajan. Tapi dia memilih makan dari rumah. Lebih variatif dan tidak antri, katanya. Darrel tidak suka makan sayuran. Susah. Bisa makan wortel rebus dan tauge yang dicampur mie sudah bagus. Makanya sejak kecil dia selalu minum jus buah tanpa gula, 4-5 gelas sehari.

Bagi ibu rumah tangga maupun ibu bekerja, urusan menyiapkan bekal anak untuk sekolah, acapkali bikin pusing. Lebih pusing daripada memutuskan urusan kantor. Saya ingat dulu Mama kadang nyeletuk, “masak apa ya hari ini.”

Membuat menu harian tidak mudah, meskipun sekarang ide bertebaran di internet. Buku masak di mana-mana. Teman saya yang punya lebih dari satu anak bercerita, bagaimana menyiapkan untuk dua anak dengan selera makan yang berbeda.

Di Hari Perempuan ini, yang kita sebut juga dengan Hari Ibu, saya mengundang beberapa teman, untuk berbagi pengalaman menyiapkan bekal sekolah bagi anak mereka. Menyiapkan sendiri secara langsung, maupun mendelegasikan ke asisten, saya menangkap nuansa yang sama. Ibu-ibu menyiapkannya dengan rasa cinta dan peduli pada anaknya.

Wianda Pusponegoro
Vice President Corporate Communication
PT Pertamina (Persero)

Aku pilih menu yang sehat dan simple, seperti capcay sayur, nasi goreng ayam dan ayam panggang. Anakku juga suka makan sandwich tuna atau salmon. Kalau enggak sempat menyiapkan di pagi hari, biasanya sudah aku siapkan semalam sebelumnya, pagi tinggal dipanaskan ulang. Ada perasaan bangga dan happy bisa memberikan makanan yang sehat kepada anak.  

Wianda memiliki dua anak, usia 11 dan 8 tahun.

Raynia Atmadja (@Ray_nia)
Penyiar Radio, Pemilik Toko @SepotongKue

Anakku bukan tipe penyuka sarapan berat, karena break pertama sekolah jam 10 biasanya dia lebih suka bawa bekal utk semi brunch itu. Sarapan pagi cukup sereal sebelum mandi, kadang teh manis hangat plus buah pisang. Telur mata sapi setengah matang campur roti dia juga suka. Telur mata sapi tanpa apapun dia suka.

Bekal semi brunch-nya yang agak berat. Nasi goreng mentega campur sosis iris dan wortel potong kotak kecil. Kalau ada stok sambal terasi ya nasi goreng sambal terasi plus telur.

Kalau ada ayam juga disuwir campur ke nasi gorengnya. Yang wajib ada telurnya itu di beragam nasi gorengnya. Roti tawar isi pisang potong dan selai kacang juga bisa bikin kenyang.

Nah kalau mau agak repot karena punya waktu, malamnya aku siapin makaroni atau spaghetti rebus, masuk kulkas, paginya bikin spagetti ala Italia, pakai bawang putih, bombay dirajang, tumis, tambahkan daging asap, atau kornet, bakso, sosis atau apa saja yang ada di kulkas, siram susu atau cream masak, tabur keju. Menu ini dia sudah bisa bikin sendiri. Tabur sedikit oregano supaya ada wangi ala Italia-nya. 

Kalau memang enggak sempat buat apa-apa biasanya dia comot pisang saja dan break pertamanya pergi ke  kantin sekolah. 

Raynia adalah ibu seorang anak yang kini sudah di bangku SMP.

Nadya Jeska Kamka (@NadyaKamka)
Ibu rumah tangga dengan dua putri

Aku menyiapkan sarapan buat anak-anak sejak mereka kecil sampai sekarang. Seperti ritual wajib, setiap hari sekolah. Menunya berbeda-beda. Anak tertua soal menu tidak se-ribet adiknya. Adiknya benar-benar perut orang Minang. Wajib makan nasi dengan sambal. Pokoknya menu sarapan bagai menu makan siang.

Tapi secara umum menu sarapan yang aman adalah: Nasi, Nugget, scramble eggs, saus sambal. Atau variasinya: Nugget, Nasi Goreng. Sarapan dari rumah buat kami penting. Karena pernah kejadian enggak disiapin sarapan anak-anak merasa perutnya kembung.

Anyway, sarapannya tidak di rumah, tapi di mobil. Hehehe.

Oh, iya. Uang jajan di sekolah untuk masing-masing anak saya aku kasih Rp 30 ribu per hari. Aku kasi mingguan. Setiap hari anakku pulang sekolah sore hari. Khusus untuk si adik saat dijemput selalu dibekali makanan. Beda dengan si kakak yang makan di rumah tanpa perlu dibekali.

Susi Ivvaty (@susiivatty)
Jurnalis

Punya dua anak yang usianya tidak terpaut jauh, laki-laki kelas 2 SMP usia 13 tahun dan perempuan kelas 6 SD usia 11 tahun. Bisa dibilang repot-repot sedap. Segala kebutuhan harus diusahakan dan disiapkan dua kali secara bersamaan, terutama menyangkut hal-hal yang berhubungan dengan sekolah. Belum kalau harus berbenturan dengan selera yang berbeda. Misalnya, maunya membeli sepatu di satu toko saja, tapi karena selera berbeda, akhirnya masuk ke dua toko.

Soal bekal sekolah pun demikian. Si sulung, Fata, cenderung mudah dalam hal makanan. Apa saja doyan. Makanya badannya pun bongsor dan gendut. Ssstttt sekarang badannya lebih sentosa dari ayahnya yang berusaha keras diet.

Nah, si bungsu, Silmy, sebaliknya, pilih-pilih menu. Untuk membawa bekal sekolah, dicicipin dulu. Kalau cocok, dibawa, kalau enggak, dia akan bilang, “Uang saku aja deh”. Makanya badannya langsing dan tinggi, hampir melampaui ibunya.

Tentu pusing memikirkan menu bekal sekolah saban hari. Paling gampang, nugget ayam olahan yang dibeli di supermarket. Tinggal goreng, dan semua suka. Namun, ibunya tentu sadar kalau menu itu tidak sehat. Jadi, nugget hanya sesekali saja. Ada lagi menu yang Fata dan Silmy sama-sama suka: Mi instan. Sama tidak sehatnya.

Untuk Fata, saya lebih sering memberi bekal roti yang saya beli di supermarket atau toko roti. Biasanya milih yang roti gandum (meski tetap ada gluten-nya lho). Selain itu, menu nasi dan telur dadar atau bakso atau ayam goreng plus sayur sup tanpa kuah (takut bau) juga dia suka. ‎Kadang-kadang saya membikin agar-agar, lumpia, dan pastel. Tapi, sekali lagi, repot, jadi ya kadang-kadang saja.

Untuk Silmy, nah ini, pusing. Roti, bosan. Nasi dengan telur dan sayur, tidak doyan. Daging, tidak doyan. Akhirnya, sejak dua tahun ini saya memesan katering di koperasi sekolah. Menunya saya perlihatkan ke Silmy, dan ia okay. Kalau kebetulan menunya tidak ia suka, ia berikan kepada temannya. Maka itu, uang jajan harus disiapkan setiap hari.

Sejumlah ibu sedang berpose setelah melakukan kegiatan bersama anak. Foto dok.pri Uni

Eny Firsa (@blanthik_ayu)
Ibu rumah tangga, bekerja dari rumah

Sampai sekarang, kecuali akhir pekan, pagi di rumah selalu dimulai lebih awal untuk menyiapkan sarapan anak lanang. Lumayan pusing, padahal anaknya sih enggak rewel. Emaknya aja kudu muter otak gimana caranya biar enggak bosen.

Ngobrolin menu sarapan untuk anak, sepertinya para ibu akan kompak bilang bikin pusing dan repot. Mulai dari yang standar, seperti roti dengan aneka isi, (favorit-nya tetap meses coklat), nasi goreng, nasi dan nugget atau chicken wings, sampai sok-sok-an bikin aneka bento, kadang jagung atau kentang rebus, brokoli, wortel, telur rebus dikasih mayonaise, kadang salad (sambil diingatkan harus dimakan sampai habis), mie instan rebus dibuat semacam dadar pake telor plus irisan wortel ala martabak, atau cukup nasi plus telor ceplok atau dadar kalo emaknya kesiangan.

Bisa juga bacang anget kalo pas yang jual lewat, pisang goreng, leftover martabak manis/telor, aneka pasta yang saus-nya bisa dibikin sehari atau semalam sebelumnya. Pagi tinggal rebus pastanya. Tapi dibekali apapun tetap dimakan sih, cuma selalu bilang jangan banyak-banyak porsinya.

Siang makan katering di sekolah, dan tetap membawa uang jajan Rp 50 ribu untuk hari Senin-Jumat (di luar tambahan buat ojek kalo lagi males bawa sepeda). Sekarang sih anakku sudah bisa bikin sarapan sendiri kalau emaknya lagi sibuk.

Maina Sumapradja (@Funjunkies)
Ibu dua anak, berbisnis dari rumah

Menyiapkan bekal untuk sekolah anak terakhir kali setahun yang lalu. Sekarang anakku beli makanan di kantin sekolah. Tapi tantangan sebagai ibu ya biasalah masalah variasi menu dan memaksa menyajikan makanan yang seimbang, dalam hal ini agar anak makan sayuran.

Soalnya kalau makan sayuran kan biasanya ditungguin baru mau. Menjaga kesegaran makanan juga penting makanya kita belikan termos makanan yang bagus biar tetap hangat sampai siang.

Ide menu enggak rumit, kebetulan aku memang suka masak dan anak-anak ya mintanya masakan ibu. Suka bangga kalau makanan kita jadi favorit teman-temannyanya dan diminta teman pas lunch time. Enggak ada keribetan khusus karena semua bahan sudah ada.

Made Marthini (@MadeMartini)
Diplomat, kini pejabat di Kementerian Perdagangan

Untuk anakku, Maya, aku siapkan menu sarapan dan bekal sekolah yang praktis dan dia suka (pasti habis). Tentu menu yang sehat dan tidak ribet menyiapkannya saat waktu terbatas di pagi hari. Biasanya tuna cheese sandwich yang aku buat sendiri. Atau nasi pakai telur dadar iris,, bisa juga lauk udang goreng tempura. Kali lain menu nasi goreng sosis.

Ide untuk menu anak bisa dari majalah atau diskusi dengan anakku malam sebelumnya. Pas lagi di jalan nemu ide, I will run into her untuk memberitahu.

Supaya penyajian menarik, aku kadang-kadang membuatkan makanan yang mirip dengan bentuk binatang. Ada cetakannya. Kasih mata dan mulut.

Maya agak susah makan sayur. Tapi makan brokoli mau. Jadi biasanya aku sembunyikan di bawah nasi. Nah, gurunya di sekolah biasanya membantu mengawasi agar anak-anak menghabiskan sayurannya. Sekarang Maya suka minum jus buah juga. Dia akan bangga kalau bisa menghabiskan makan siangnya, dan memberi tahu saya, “I eat all the lunch, Mommy.”

Dian Noeh Abubakar (@dian_noeh)
Founder Kennedy Voice Berliner PR

Bekal sekolah saya urus pagi, setelah bangun jam 5.00 WIB. Ide bisa dari Pinterest dan Instagram. Banyak ide menu di sana. Anak saya, Aryo, paling suka makan mie dan membuatnya praktis juga. Saya berusaha membuat sarapan dan bekal makanan sendiri. Lalu kalau Aryo di sekolah, pakai ucapan via whatssapp.

Aryo kini sudah ABG, anak baru gede. Jadi suka jajan juga. Apalagi dia ke sekolah dan ke mana-mana naik bis atau ojek. Anak yang independen. Yang penting, in anything, Aryo WA. Digital mom and son banget. Aryo juga memantau kegiatan saya via Path.

Atik Herwening Widiyanti
Ibu rumah tangga, kini di Madrid, Spanyol

Sejak anak-anak lahir, kami tinggal di luar negeri. Pindah-pindah.

Menjelang tidur, dí sela-sela persiapan istirahat malam, ada pertanyaan yang harus sudah terjawab oleh anak-anak: Apa bekal sekolah esok hari?

Bila terlewatkan, alamat paginya kelancaran tugas terganggu. Tiga anak, yang sedang tumbuh dan berkembang dan selalu merasa kelaparan, membuat saya harus pintar-pintar memilih menu yang mengenyangkan, tapi tidak menggemukkan.

Dalam sehari, paling tidak anak-anak akan berada tujuh jam di sekolah. Ada snack pertama, kemudian makan siang dan snack setelah pulang sekolah kalau mereka ada kegiatan ekstra kurikuler. Snack siang agak ringan. Bisa berupa buah maupun biskuit. Bahkan terkadang mereka hanya minta uang koin karena akan membeli dari vending machine saja. Yang benar-benar menguras pikiran adalah snack pagi dan bekal makan siang. Daripada salah, biasanya saya memberi tiga pilihan pada anak-anak. Terkadang, di akhir minggu, saya menyiapkan menú untuk mereka. Sekaligus buat patokan belanja mingguan.

Sebenarnya di sekolah ada kafetaria. Ada dua pilihan malah. Makanan panas dan kantin siap saji yang menyediakan bermacam-macam sándwich serta minuman. Tetap anak-anak memilih bekal dari rumah. Selain terjamin kehalalannya, juga tentu saja sesuai dengan selera. Kafetaria adalah pilihan terakhir, dalam keadaan darurat. Ketika saya benar-benar kepepet tidak sempat menyiapkan bekal untuk mereka.

Karena kami hidup berpindah-pindah antar negara, selera makan anak-anak juga universal. Tapi tetap ketiga anak saya punya menú favorit yang berbeda-beda. Ada yang suka pasta dengan saus yang berganti-ganti,ada yang senang sándwich baguette dengan isi yang bisa bervariasi, dan ada yang senang makanan Meksiko, tortilla, dengan isi wrap yang berbeda-beda.

Tapi di antara semuanya, paling favorit tetap saja nasi goreng. Lidah Jawa, gitu lho. Dulu, saking seringnya bawa nasi, sampai ditanya temannya, “Why do you eat rice every day?”

Padahal, nasi yang saya bawakan berbeda-beda penampilannya. Nasi kuning, nasi uduk, nasi goreng, nasi briyani, bahkan sampai paella yang ala Spanyol sini. Bagi orang asing, ternyata, nasi ya nasi. Tetap saja mengundang pertanyaan. “Don´t you feel bored?” Apa jawab anak saya? “Because I am Asian. I eat rice everyday…

Pertanyaan simple di atas, ternyata menghadirkan “rasa berbeda” pada anak saya. Mereka yang bersekolah di American School, dan didominasi oleh orang-orang Amerika maupun Spanyol membuat mereka ingin kelihatan sama di antara teman-temannya. Yang paling tua sih, cuek saja. Usia sudah 15 tahun, tentu saja hal-hal kecil tersebut tidak mengganggunya. Nasi tetap minimal seminggu sekali ada dalam menunya,

Nah, kedua adiknya, memilih membawa variasi sándwich. Kalapun nasi, maka hadir dalam bentuk arem-arem. Bisa dipegang, tanpa perlu sendok garpu. Sandwich isi bisa bervariasi. Sandwich ala bule, yang berisi tuna, salmon asap, atapun ayam, maupun sandwich nusantara.

Sandwich nusantara? Ya, sandwich yang diisi dengan sisa lauk semalam. Bisa rendang, gule, maupun ayam balado.

Lima kali dalam seminggu, kadang mentok juga kreasi saya. Musuh utamanya adalah kebosanan anak-anak, dan membandingkan dengan bekal makanan temannya. Saya kadang harus menghabiskan waktu untuk mencari resep. Kira-kira, makanan apa yang dimaksudkan oleh mereka.

Untunglah sekarang ada aplikasi Pinterest, yang bisa dipakai untk menyimpan resep-resep praktis untuk bekal anak. Kadang permintaan anak-anak, saya terjemahkan lewat media itu. Mereka saya minta untuk melihat, dan memilih yang mirip. Kalau ketemu…wuih..leganyaaa…

Ventura Elisawati (@VenturaE)
Direktur InMark Digital

Bagi saya, ujian terberat menyiapkan bekal sekolah untuk anak-anak bukan memasaknya, tapi bangun paginya. Soalnya saya paling sulit untuk bangun pagi. Padahal kedua anak saya, bahkan Wangi, sampai lulus SMA pun masih lebih suka bawa bekal makanan dari rumah.

Tantangan kedua adalah: Selera dua anak ini berbeda. Sang kakak menunya harus ada sayur, sang adik tidak suka sayur alias lebih suka lauk dan makanan kering.

Untuk mengatasi kedua tantangan tadi, sebagian menu saya masak malam hari, sepulang kantor. Seperti sayur orak-arik, oseng oseng jagung muda, sup, dan lainnya. Menu untuk Ebhin bahan bakunya sudah disiapkan untuk lima hari di kulkas, dari udang, ayam, ikan, sosis. Biasanya digoreng tepung. Nah yang ini biasanya dimasak pagi.

Mulai pertengahan tahun ini, kehebohan di pagi hari mulai berkurang, karena anak anak mencoba beli makan siang dari kantin sekolah. Tapi tetap aja sesekali mereka request, minta dibuatin untuk membawa bekal ke sekolah. Alasannya, kangen..

Selamat hari ibu, selamat menikmati peran ibu yang tanpa batas.

Rara (@raravebles)
Ibu rumah tangga

Raul, anak semata wayang saya, dari kecil punya masalah dengan makan. Ada gangguan pencernaan ‘gastritis’ sewaktu balita. Hanya menu makanan tertentu yang dia mau. Raul sangat sensitif, dan bisa muntah karena makanan. Akhirnya sampai usia 15 tahun sekarang ini, dia pemilih terhadap makanan, tetapi sudah lumayan beragam jenis makanan yang dia suka.

Meskipun punya kendala ‘susah makan’ terutama saat sarapan, beruntung Raul masih mau makan buah. Ada buah ‘wajib’ di keluarga kami karena hampir setiap hari tersedia, yaitu pisang. Pisang Barangan atau pisang Medan adalah favorit kami sekeluarga. Jika tidak ada pisang Medan, kami memilih pisang Cavendish. Buah kesukaan selain pisang antara lain mangga dan apel. Saya merasa ‘aman’ dengan kebiasaan sarapan buah ini terutama pisang, yang mempunyai kandungan gizi yang hampir sempurna. Menyehatkan.

Selain buah-buahan tersebut, sarapan yang bisa ‘masuk’ adalah roti panggang dengan selai pilihannya; coklat impor yang sekarang ini banyak digemari 😀 ditambah butter, ayam panggang, omelet atau telur ceplok, sereal, susu coklat panas atau susu kedelai. Dan yang menjadi andalannya jika malas makan makanan lain adalah chicken muffin.

Karena kendala susah makan, Raul tidak pernah mau membawa bekal makanan ke sekolah. Dingin katanya. Raul memilih membeli makan di sekolah yang masih hangat. Makanya buat saya kantin sekolah menjadi penting. Saya bersyukur banyak tersedia makanan sehat di kantin sekolah.

Seorang ibu sedang menyiapkan makanan untuk anak. Foto dok. Sekolah Gemala

Nah, membaca cerita para Ibu-ibu di atas, kita bisa merasakan. Menyiapkan makanan dan bekal sekolah untuk anak itu gampang-gampang susah. Bahkan sudah dibantu beragam informasi digital.

Teman saya, Jasmin Jasin (@jazziontwit), pendiri sekolah Gemala Ananda di kawasan Cipete, Jakarta, punya pengalaman terkait bagaimana mengenalkan makanan kepada anak-anak.

Oh, ya, sama halnya dengana anak-anak lain, Darrel tadinya cuma suka ayam goreng dan nasi goreng. Juga kentang dan ikan goreng. Lalu saya mulai mengguyur spagheti dengan kuah semur atau kuah rendang. Dagingnya dipotong kecil-kecil. Sekarang Darrel suka. Yang penting setiap makan harus ada sambal.

Di sekolah Gemala Ananda, setiap dua bulan sekali ada tema makanan. “Idenya mulung dari Totto-Chan. Anak bawa makanan dari rumah sesuai tema. Tujuannya supaya anak-anak mau mengeksplorasi, mencoba jenis makanan yang baru. Lumayan banget untuk memotivasi anak mencoba makanan,” kata Jasmin.

Temanya bervariasi. Misalnya tema perenang ulung. Maka makanan harus mengandung protein hewan air. Ibu-ibu senang dan mau repot, karena cuma sekali dalam dua bulan.

Menurut pengamatan Jasmin, orang tua suka berasumsi anaknya tidak suka suatu jenis makanan, karena sudah pernah disuruh mencoba dan enggak mau. Sesudah itu tidak pernah dicoba lagi. Padahal belum tentu anaknya enggak mau kalau ditawarkan lagi makanan itu.

“Kadang dengan mengubah tampilan makanan, anak jadi mau. Misalnya, anak tidak suka donat. Gurunya ambil tusuk sate, domat dipotong kecil-kecil, ditusuk sate, nyatanya anaknya mau makan,” tutur Jasmin.

Ketika makanan dikemas dengan cerita tematik, anak jadi tertarik. Anak-anak juga diminta bertanya ke orang tuanya, apa bahan untuk membuat suatu masakan. Bagaimana cara membuatnya? Di sekolah, anak-anak diminta menceritakan ke teman-teman. Mereka antusias. Malah kalau makanannnya dibawa, habis. Padahal kalau di rumah tidak mau makan.

“Intinya, jangan jadikan makanan sebagai kewajiban dan makanan sebagai rutinitas. Kegiatan makanan itu menyenangkan. Mencoba makanan baru itu sebuah petualangan. Menikmati makanan itu karunia Tuhan,” ujar Jasmin. Saya sepakat. Bagaimana dengan Ibu-ibu sekalian?

Dan, ya, saya tidak lupa. Di Hari Ibu ini, saya juga mengingat para Ibu yang bersusah payah menyediakan makanan untuk anaknya, bukan karena memikirkan selera, tapi karena tak punya uang dan tak ada makanan yang bisa dimakan. Ibu yang memasak batu agar anaknya berhenti menangis. –Rappler.com

BACA JUGA

Add a comment

Sort by

There are no comments yet. Add your comment to start the conversation.

Summarize this article with AI

How does this make you feel?

Loading
Download the Rappler App!