Pekerjaan paling sulit di dunia: Menggantikan Sir Alex Ferguson

Agung Putu Iskandar

This is AI generated summarization, which may have errors. For context, always refer to the full article.

Pekerjaan paling sulit di dunia: Menggantikan Sir Alex Ferguson

EPA

Fergie sudah seperti Tuhan bagi Manchester United. Bisakah 'manusia biasa' menggantikannya?

JAKARTA, Indonesia — Dalam sebuah wawancara tentang Sir Alex Ferguson, Sandy Busby berkomentar, “Jika Tuhan turun ke bumi dan duduk di sampingnya, Ferguson akan mengatakan apa yang seharusnya Tuhan lakukan.”

Pernyataan putra legenda Manchester United Sir Matt Busby dalam buku Ferguson: The Legacy tersebut menggambarkan betapa besarnya sosok Fergie bagi United. Bahkan Tuhan pun akan mendapat masukan bagaimana seharusnya Dia bertindak — layaknya seorang pemain United yang mendapatkan pengarahan dari Fergie agar tim Setan Merah meraih kemenangan.

“Tuhan” dari Skotlandia itu mempersembahkan 38 gelar, termasuk 13 piala Premier League, lima Piala FA, dan dua piala Liga Champions. Dengan rentetan gelar tersebut, orang-orang yang datang ke United setelah dia pensiun di akhir musim 2013 pun tak ada apa-apanya dibanding dirinya. Mereka hanya “manusia biasa”.

David Moyes hanya bertahan satu setengah musim. Sedangkan Louis van Gaal setelah melalui periode yang kurang lebih sama, kini menghadapi ancaman pemecatan. Fans Setan Merah mulai menghitung hari-hari terakhir meneer asal Belanda itu di Old Trafford, markas United.

Tiga musim sudah berjalan dan United belum juga menunjukkan tanda-tanda kembali ke jalur juara. Mengapa begitu sulit mencari pengganti Fergie?

Situasi transisi ini sejatinya sudah diprediksi Direktur Utama United David Gill pada 2010 silam. Namun, dia tidak memperkirakan bahwa situasinya bakal begini berat.

Mereka kembali terdepak dari Liga Champions. Musim lalu mereka bahkan absen dari ajang paling bergengsi di Eropa itu akibat hanya finis peringkat ketujuh di liga domestik musim 2013/2014.

Dalam sebuah wawancara dengan media Amerika Serikat, Gill mengatakan bahwa pelatih pengganti nantinya tidak boleh menanggalkan begitu saja warisan Fergie. “Mereka juga harus bervisi jangka panjang,” katanya

Nyatanya, tidak semua manajer anyar United berniat melanjutkan “legacy” Fergie. Saat datang di awal musim 2013, Moyes langsung mengganti semua staf kepelatihan lama, termasuk Mike Phelan yang telah menjadi asisten manajer Fergie selama puluhan tahun.

Moyes pun tak lama menduduki kursinya. Dia dipecat meski masih menyisakan kontrak empat tahun lagi. Lalu datanglah Van Gaal yang membawa filosofi sepak bolanya, berdasarkan penguasaan bola dan pengendalian permainan.

Di tangannya, United memang kembali ke Liga Champions—meski hanya bertahan di fase grup. Tapi di level domestik, mereka mentok hanya bertahan di papan tengah. Bahkan mencapai tiga besar pun mereka tak mampu.

Di musim perdananya, Van Gaal mengantarkan Wayne Rooney dan kawan-kawan finis di posisi keempat. Musim ini, mereka tampaknya tak bisa lebih dari itu. Bahkan untuk bertahan di peringkat keempat saja mereka harus berdarah-darah.

Tidak akan ada pengganti ideal

Kekalahan MU atas Stoke City membawa tekanan tersendiri untuk Louis van Gaal. Foto oleh Paul Ellis/AFP

Mencari pengganti Fergie yang ideal sejatinya tidak akan pernah ada. Sebab, setiap manajer sejatinya dilahirkan untuk zamannya. Fergie dilahirkan untuk sepak bola Inggris yang belum banyak menerapkan pendekatan taktik yang rumit—meskipun dia seiring berjalannya waktu selalu bisa mengatasinya.

Di era Fergie, sangat jarang kita jumpai United bermain dengan filosofi permainan yang kompleks. United akan selalu bermain menyerang dengan mengerahkan segala kekuatannya. Sampai menit terakhir. Dan jika mereka kalah, Fergie selalu mengatakan jurus pemungkasnya.

“Kekalahan ini akan membuat kami semakin kuat,” katanya.

Pendekatan tersebut tak lepas dari pondasi yang dibangun Fergie. Di United, semua pemain bekerja untuk tim. Tidak ada yang mencari “personal glory”.

Hingga beberapa dekade, sangat jarang United memiliki pemain yang “fantastis” dan flamboyan. Kecuali beberapa seperti David Beckham atau Cristiano Ronaldo. Mereka juga tidak bertahan terlalu lama bersama Fergie.

Beberapa pilihan nama manajer pengganti Fergie jelas jauh dari filosofi permainan sekadar “bertarung” habis-habisan di lapangan. Josep “Pep” Guardiola, salah satu kandidat pengganti, bahkan memiliki filosofi yang jauh bertentangan dengan Fergie.

Filosofi permainannya meniru grand master catur Garry Kasparov yang mengatakan, “Tidak semua pion harus dibawa ke depan untuk memenangkan pertandingan.”

Yang bisa dilakukan United bukan mencari pengganti ideal Fergie. Tapi memilih manajer yang bisa membawa kemenangan (dan gelar) kemudian tumbuh bersama manajer tersebut.

Selain itu, obsesi terhadap manajer jangka panjang juga harus dipikirkan ulang. Bukan berarti itu bakal sulit, tapi harus ada kompromi terhadap hasil jangka pendek. Sebab, industri sepak bola hari ini menuntut kesuksesan instan demi menjaga pemasukan klub.

Fergie sejatinya juga melakukan itu di masa awal-awal jabatannya. Dia membeli sejumlah pemain hebat di masanya seperti Mike Phelan dan Paul Ince untuk segera mendongkrak performa tim. Baru setelah muncul generasi “Class of 1992” tulang punggung kesuksesan tim yang organik mulai terbentuk.

Mereka yang menuntut pengganti Fergie juga harus memberi keadilan bagi para manajer anyar. Manajer 73 tahun itu perlu waktu yang tidak sebentar untuk membentuk timnya. Ketika menjabat pada 1986, dia kemudian tidak memberi gelar apapun sepanjang tiga musim pertama.

Pada tiga musim itu United menjadi tim roller coaster. Posisinya naik turun. Bahkan, pada 1989 United finis tipis di luar zona degradasi. Beberapa fans menuntut pemecatan dirinya. “Tiga tahun penuh alasan dan tim tetap saja buruk,” tulis salah seorang fans.

“Itu adalah masa-masa paling gelap dalam karirku,” kata Fergie seperti dikutip dalam buku The Manager.

Siklus takdir United

Reaksi Wayne Rooney saat United menghadapi Norwich City pada 19 Desember 2015. Foto oleh EPA

Situasi buruk pasca ditinggal manajer jangka panjang sejatinya bukan sesuatu yang baru bagi United. Ini sudah menjadi takdir untuk tim dengan manajer jangka panjang. Sesuatu yang juga pasti akan dialami Arsenal sepeninggal Arsene Wenger kelak.

Pada 1969, United mengalami masa sulit pasca ditinggal Sir Matt Busby. Sama seperti Fergie, Busby menangani United dalam rentang waktu yang lama (1945-1969). Jika Fergie menangani United sepanjang 26 tahun, Busby menghuni Old Trafford sepanjang 24 tahun.

Saat dia mundur pada 1969, United mengalami prahara selama bertahun-tahun. Busby menunjuk Wilf McGuiness sebagai penggantinya. Tapi performa buruk membuat dia harus dipecat 18 bulan kemudian.

Dalam lima tahun sepeninggal Busby, United mengalami berbagai macam kesulitan. Mereka bahkan harus terdegradasi di tangan pelatih ketiga pasca Busby, Frank O’Farell.

Enam pelatih keluar masuk dari Old Trafford, termasuk Busby yang comeback selama beberapa bulan. Masa-masa kelam itu harus mereka alami sebelum akhirnya Fergie datang dan membangkitkan kembali raksasa yang tertidur.

Kini, Van Gaal “baru” manajer kedua (yang gagal) pasca kepergian Fergie. “Jatah” gagal dan coba-coba United masih banyak. Mungkin Jose Mourinho perlu dicoba?— Rappler.com

BACA JUGA: 

 

Add a comment

Sort by

There are no comments yet. Add your comment to start the conversation.

Summarize this article with AI

How does this make you feel?

Loading
Download the Rappler App!