Setahun 10 juta ekor hiu ditangkap di perairan Indonesia

Dyah Ayu Pitaloka

This is AI generated summarization, which may have errors. For context, always refer to the full article.

Setahun 10 juta ekor hiu ditangkap di perairan Indonesia
Permintaan pasar tinggi, tidak ada aturan yang tegas menjadi penyebabnya

 

MALANG, Indonesia  —   Pagi itu, di bulan September 2015, sejumlah kapal nelayan di Pantai Kondang Merak Desa  Sumberbening Kecamatan Bantur Kabupaten Malang mulai merapat ke pantai. Kapal kecil dengan dua awak nelayan mulai menurunkan muatannya.

Ada ratusan kilo gram ikan hasil tangkapan tersangkut di rawai mereka yang terpasang sejak semalam. Beberapa di antaranya adalah selusin ikan hiu yang siap untuk ditimbang dan dijual dengan harga lumayan.

Ikan hiu yang disebut dengan hiu bekam oleh penduduk setempat segera didahulukan untuk ditimbang kemudian dibeli oleh pengepul langganan. Hiu lengkap dengan sirip dihargai Rp 18 ribu hingga 28 ribu per kilo, hiu tanpa sirip dihargai Rp 9000 per kilo.

Maka seekor hiu dengan berat sekitar 70 kilogram bisa menghasilkan pendapatan sekitar Rp 2 juta. Belum lagi ratusan kilo ikan cakalang, kerapu, tuna dan ikan karang lain yang sedang banyak di bulan itu. Jika pengepul menghendaki sirip saja, harganya mencapai Rp 400 ribu sekilo dan dagingnya bisa segera dipotong-potong untuk daging asap.

Pancing Hiu Sebagai Bonus

Desa Sumberbening kini memiliki sekitar 18 kapal kecil milik 30 kk yang menetap di sana. Meskipun tak sebesar pelabuhan Sendang Biru Desa Tambakrejo Kecamatan Sumbermanjing Wetan Kabupaten Malang, pelabuhan terbesar tempat banyak tuna terjual. Tradisi berburu hiu di bulan September hingga November saat ini sudah tak sebanyak dulu.

Andik Saifudin, koordinator Sahabat Alam Indonesia (Salam) telah banyak melihat perubahan pola pancing ikan hiu di Kondang Merak sejak lima tahun terakhir. Tahun 2012, mereka bisa mendapatkan 1,8 ton hiu dalam waktu 2,5 jam. Hiu jadi komoditas andalan untuk mendongkrak perolehan rupiah dan nelayan belum mengerti mana hiu yang dilindungi dan yang tidak.

“Daripada susah pilih-pilih hiu, saya mengajak nelayan untuk tidak memancing semua jenis hiu. Hasilnya pola mereka berubah, saat ini hiu yang tertangkap adalah hiu yang tidak sengaja menyangkut di rawai. Mereka tidak khusus mencari hiu lagi,” kata Andik, Kamis 31 Desember 2015.

Pantai Kondang Merak menurutnya banyak didiami oleh penyu, lumba-lumba dan hiu. Di sekitar 4- 6 mil lepas pantai arah barat dengan kedalaman antara 7 meter hingga 25 meter hiu jenis black tip, white tip, hiu bendera, hiu karpet atau wapegong dan juga hiu paus sering terlihat oleh penyelam. Juga ikan pari, penyu dan lumba-lumba.

Nelayan mulai meninggalkan hiu dan berburu ikan karang lain setelah empat rumpon atau rumah ikan terpasang di lepas pantai Kondang Merak. “Motif mereka memancing hiu memang untuk memenuhi kebutuhan ekonomi. Setelah ada rumpon, ikan karang banyak, nelayan tak lagi khusus mencari hiu,” kata koordinator lembaga konservasi yang fokus bekerja di hutan lindung Kondang Merak itu.

KAPAL ASING. Menimbang hasil tangkapan di Pantai Kondang Merak, Kabupaten Malang, Jawa Timur. Foto oleh Slam Indonesia

Setahun 10 Juta Ekor Hiu

Kondisi di Kondang Merak tidak mencerminkan tempat lain. Di banyak pantai di Jawa, seperti di Muncar Banyuwangi, juga di Blitar, berburu hiu masih banyak dilakukan pada musim-musim tertentu. Kasus terbaru, bahkan perburuan hiu diduga sudah masuk ke kawasan konservasi di Papua, Raja Ampat setelah bangkai hiu ditemukan tergeletak tanpa sirip di dasar laut pada akhir Desember 2015 ini. Perairan Indonesia Timur paling banyak menyumbang catatan perdagangan hiu.

Lembaga konservasi hutan dan satwa Protection of Forest and Fauna (ProFauna) mendapatkan informasi bahwa angka perburuan hiu di Indonesia mencapai jumlah puluhan juta ekor dalam satu tahun. “Beberapa sumber mengatakan perburuan hiu di Indonesia mencapai angka 10 juta ekor dalam satu tahun. Tingginya potensi pasar dan aturan yang tidak menyeluruh membuat perburuan hiu terus berlanjut,” kata Chairman ProFauna Rosek Nursahid, Kamis 31 Desember 2015.

Hiu di Indonesia banyak ditemukan di perairan Indonesia Timur, bersama paus, penyu dan pari manta. Pola penjualanya, sirip hiu dari Indonesia Timur akan dikirim ke Jawa sebelum di ekspor ke beberapa negara seperti Singapura, Hong Kong, China dan Taiwan.

“Di Indonesia hanya ada dua jenis hiu yang dilindungi. Sementara yang lain tidak. Peraturan yang tidak menyeluruh ini membuat penegakan aturan sulit,” kata Rosek.

Sesuai PP nomor 7 tahun 1999 tentang Pengawetan Jenis Tumbuhan dan Satwa Liar hanya hiu paus dan hiu gergaji saja yang dilindungi. Sementara tak banyak orang yang bisa membedakan mana sirip miik hiu gergaji dan hiu paus jika dibandingkan dengan hiu jenis lain.

Rosek menyebut, di Australia jual beli sirip hiu sudah dilarang. Di sana, nilai eknomis hiu akan lebih tinggi dalam keadaan hidup ditunjang dengan sektor pariwisata. Hiu hidup dijadikan aset untuk menarik wisatawan. Sementara di Indonesia, belum ada upaya meningkatkan nilai ekonomis hiu selain untuk diburu dan diambil siripnya.

Foto oleh Slam Indonesia

Dibutuhkan aturan yang lebih tegas untuk melarang jual beli hiu yang diburu karena siripnya. Sementara hingga saat ini belum ada upaya penangkaran hiu untuk menjaga kelestarian populasi hiu di alam. “Penangkaran akan sangat mahal dan tidak menguntungkan, sementara memancing di laut sangat mudah dan lebih murah. Aturan tentang hiu harus dipertegas agar perburuan dan jual beli hiu di Indonesia bisa berhenti,” katanya.

ProFauna mencatat temuan penyelundupan 10 kilogram insang ikan pari manta, 4 karung campuran tilang ikan hiu dan ikan pari manta, serta 2 karung tulang ikan hiu dan 4 buah sirip hiu di Flores Timur pada Juli 2015.

ProFauna juga mencatat 25 persen dari total kasus 67 kasus perdagangan satwa yang terdokumentasi di media sepanjang tahun 2015 didominasi oleh perdagangan satwa laut yaitu penyu, pari, hiu dan yang lain, disusul satwa jenis kucing besar seperti harimau, kucing hutan dan yang lannya sebanyak 16 kasus, burung paruh bengkok 12 kasus, primata 11 kasus dan berbagai jenis burung berkicau 10 kasus.

Perdagangan sirip hiu bahkan sudah ditemukan sejak tahun 1997 dan 1998. Saat itu, lembaga konservasi yang berbasis di Malang ini sedang melakukan investigasi perburuan Penyu di Flores. Dari salah satu perairan, terdapat informasi adanya kapal berbendera asing yang sering berburu paus dan hiu.

“Informasi itu dari masyarakat setempat, tapi kami belum mendapatkan bukti fotonya,” kata Rosek. Tanpa aturan yang tegas dan tidak tebang pilih, dikhawatirkan populasi hiu akan semakin mengecil dan berdampak pada rantai makanan dan ekosistem di laut.

Sebab, selain perburuan, rusaknya kualitas air laut juga berdampak pada penurunan jumlah hiu. Hiu yang bergantung pada plankton dan ikan kecil juga bergantung pada ekosistem terumbu karang. Pada laut yang penuh polusi, terumbu karang tak akan bisa hidup sehat.   —  Rappler.com

BACA JUGA

Add a comment

Sort by

There are no comments yet. Add your comment to start the conversation.

Summarize this article with AI

How does this make you feel?

Loading
Download the Rappler App!