Prediksi paruh kedua Serie A: Inter Milan berpeluang akhiri puasa gelar

Agung Putu Iskandar

This is AI generated summarization, which may have errors. For context, always refer to the full article.

Prediksi paruh kedua Serie A: Inter Milan berpeluang akhiri puasa gelar
Bagaimana dengan klub lain? Fiorentina kurang variasi, Napoli terlalu bergantung Higuain

JAKARTA, Indonesia — Inggris dan Italia adalah dua kutub liga sepak bola dunia. Masing-masing memiliki kekhasan sendiri. Secara komersial, Inggris memang masih berkuasa. Tapi soal kompleksitas taktik dan strategi, Negeri Pisa masih diakui sebagai yang paling kompleks.

Di Inggris, penggunaan taktik yang kompleks hanya didominasi klub-klub besar seperti Arsenal, Chelsea, Liverpool, duo Manchester dan Tottenham Hotspur.

Beberapa klub kecil memang melakukannya. Tapi, itu karena pengaruh manajer asing di klub tersebut. Seperti manajer asal Spanyol Quique Sanchez Flores di Watford, Ronald Koeman (Belanda) di Southampton atau Roberto Martinez (Spanyol) di Everton dan Slaven Bilic (Kroasia) di West Ham United.

Di Italia, hampir semua klub memiliki kemampuan strategi yang mendalam. Bahkan klub yang baru promosi ke Serie A tiga musim lalu, Sassuolo, pun memiliki kemampuan taktik yang tak bisa diremehkan. 

Liga Italia bisa melakukan itu bukan karena para pelatih impor. Tapi justru karena allenatore (pelatih) domestik. Para pelatih Italia adalah pemikir sepak bola. Mereka adalah produk budaya sepak bola yang mendalam dan kompleks.

Jika di Inggris, hanya empat manajer yang berasal dari dalam negeri. Di Italia, justru hanya ada dua pelatih asing. Mereka adalah pelatih Fiorentina Paulo Sousa (Portugal) dan pelatih AS Roma Rudi Garcia (Prancis).

Kompleksitas strategi di Italia itu pernah diungkapkan asisten pelatih Jose Mourinho, Rui Faria, dalam sebuah wawancara di stasiun televisi Sky Sports.

Asisten pelatih Mourinho sejak di klub Portugal Uniao Leiria itu mengatakan, perubahan strategi di Italia terjadi hampir setiap menit pertandingan.

“Menit ini mereka mengganti begini. Kami kemudian merespons juga dengan beberapa perubahan. Kemudian lawan juga menggantinya karena kami juga ikut mengganti. Begitu terus yang terjadi selama 90 menit pertandingan,” kata Faria.

Faria di Italia selama dua musim pada 2008/2009 dan 2009/2010. Dia mendampingi Mourinho di Inter Milan dan ikut berkontribusi mempersembahkan treble winners (tiga gelar dalam semusim) untuk La Beneamata—julukan Inter—pada musim keduanya.

“Dari semua negara yang pernah saya datangi, sepak bola Italia adalah yang paling sulit,” ujar lelaki 40 tahun tersebut menambahkan.

Perang taktik yang ketat itupula yang membuat konstelasi di klasemen terus berubah. Hingga giornata (pekan) ke-17, pemuncak klasemen alias capolista berubah sebanyak 9 kali! Dan hingga pekan ini, belum ada yang bisa menjadi capolista lebih dari tiga giornata.

Karena itu, Inter Milan yang kini menguasai singgasana Serie A pun belum tentu bakal langgeng kekuasaannya. Sebab, pasukan Roberto Mancini itu ditempel ketat Fiorentina dan Napoli yang hanya berselisih satu poin di belakang. Di posisi keempat, ada juara bertahan Juventus dengan selisih 3 angka.

Lantas, siapa yang akan keluar menjadi juara di akhir musim?

Inter Milan paling berpeluang juara

Bagaimanapun, Inter Milan adalah klub yang paling berpotensi menjuarai Serie A musim ini. Mereka sudah mulai stabil di musim kedua kembalinya Roberto Mancini di kursi kepelatihan klub tersebut.

Setelah musim lalu hanya finis di peringkat kedelapan, musim ini Inter mulai konsisten di lima besar. Sejak pekan pertama, klub berjuluk Nerazzurri tak pernah keluar dari lima besar. Bahkan, sejak pekan ke-15 mereka memimpin klasemen.

Salah satu kunci sukses mereka adalah pembenahan fundamental Mancini. Mantan manajer Manchester City itu memperkuat barisan pertahanan dengan mendatangkan bek tangguh Atletico Madrid Miranda. Selain itu, bek kanan Martin Montoya dipinjam dari Barcelona.

Begitu juga gelandang bertahan Felipe Melo. Pemain Brasil itu dibawa ke Giussepe Meazza, markas Inter, dari Galatasaray demi memperkuat pertahanan.

Selain mendatangkan pemain baru, Mancini juga mulai mengubah gaya bermain Inter. Rival sekota AC Milan itu cenderung bermain konservatif dan lebih banyak bertahan. Para bek sayap pun tidak terlalu banyak overlapping.

Hasilnya, Inter menjadi tim yang paling sedikit kebobolan. Total jumlah kebobolan mereka hanya 11 gol. Bandingkan dengan Napoli (13 gol), dan Fiorentina (15 gol).

Satu-satunya klub Italia yang tidak pernah terdegradasi dalam sejarah Serie A itu kini tinggal bermain konsisten. Mancini juga harus lebih adaptif dengan dengan perubahan taktik. Sebab, lawan bakal terus berusaha membongkar skema mereka.

Musim ini, sudah lima kali Inter berganti formasi. Di awal musim mereka seperti sudah menemukan stabilitas dalam 4-3-1-2. Bermain dengan tiga gelandang bertahan membuat lawan sangat sulit menerobos pertahanan mereka.

Namun, skema tersebut membuat produktivitas gol Inter minim.  Mereka lantas berubah menjadi 4-3-3, 3-5-2, 4-4-2, dan 4-2-3-1. Skema terakhir inilah yang konsisten mereka lakukan di tiga laga terakhir.

Masalah Inter saat ini tinggal menajamkan lini serang mereka. Sebab, jumlah gol mereka adalah yang paling sedikit dari lima besar klub papan atas. Mauro Icardi dan kawan-kawan hanya mencetak 23 gol.

Karena itulah, mereka berupaya untuk mendatangkan Ezequiel Lavezzi di bursa transfer Januari ini. Tapi, negosiasi dengan winger Paris Saint-Germain (PSG) itu masih terkendala gaji. Kabarnya, Inter bakal angkat tangan jika pemain Argentina itu meminta lebih dari EUR 3 juta (sekitar Rp 45 miliar) per tahun.

Jika ingin meraih gelar liga, saat inilah momen yang tepat bagi Inter. Sebab, baru kali ini persaingan gelar juara Serie A begitu terbuka. Sepanjang empat musim sebelumnya, Juventus terlalu dominan.

Dan karena dominasi Juventus mulai luntur pasca kepergian allenatore Antonio Conte dan beberapa pemain kunci (Andrea Pirlo, Carlos Tevez, dan Arturo Vidal), Inter harus mengambil kesempatan itu musim ini.

Bagaimana dengan klub lain?

Fiorentina kurang variasi, Napoli terlalu bergantung Higuain

Peluang menjuarai Serie A sejatinya masih terbuka untuk tiga klub lain, yakni Fiorentina, Napoli, dan sang juara bertahan Juventus. Namun, mereka memiliki persoalan yang harus diselesaikan jika ingin memenanginya.

Fiorentina, misalnya. Allenatore Paulo Sousa kurang adaptif dalam mengatur formasi. Sepanjang musim, tim berjuluk La Viola itu hanya memiliki dua alternatif skema, yakni 4-2-3-1 dan 3-4-2-1.

Padahal, untuk mengarungi Serie A yang ketat dengan perang strategi, skema yang monoton berpeluang kandas. Apalagi, Sousa terlalu terobsesi dengan penggunaan tiga bek.

Sementara itu, Napoli juga memiliki masalah. Klub berjuluk Il Partinopei itu terlalu bergantung pada striker Gonzalo Higuain. Bomber Argentina itu sudah menjadi capocannonieri (pencetak gol terbanyak) Serie A dengan 16 gol. Itu artinya, hampir 50 persen gol La Viola datang dari Higuain.

Bagaimana dengan Juventus?

Klub milik konglomerat keluarga Agnelli itu mengawali Serie A dengan banyak masalah hingga hanya meraih lima poin dari enam laga pertama. Akibatnya, mereka baru bisa menembus lima besar Serie A di pekan ke-14.

Namun, pasukan Massimiliano Allegri mulai menemukan konsistensinya. Dalam tujuh laga terakhir, mereka terus meraih streak alias kemenangan beruntun. Inter harus mewaspadai mereka karena sejak 28 Oktober belum ada yang bisa mengalahkan Juventus, bahkan menahan seri sekalipun.

Klub berjuluk La Vecchia Signora (Si Nyonya Tua) itu bisa kembali meraih gelar jika Inter, Fiorentina, dan Napoli terus kehilangan poin. Sebab, tidak ada yang bisa menghentikan Juventus jika mental juara mereka telah pulih.

Karena itu, kekalahan Inter 1-2 dari Lazio pada 20 Desember lalu tidak boleh lagi terjadi. Itu jika mereka ingin meraih gelar Serie A untuk kali pertama sejak enam tahun lalu. — Rappler.com

BACA JUGA: 

Add a comment

Sort by

There are no comments yet. Add your comment to start the conversation.

Summarize this article with AI

How does this make you feel?

Loading
Download the Rappler App!