Prediksi paruh kedua La Liga: Berat, hadang Barcelona menuju juara

Agung Putu Iskandar

This is AI generated summarization, which may have errors. For context, always refer to the full article.

Prediksi paruh kedua La Liga: Berat, hadang Barcelona menuju juara
Barcelona di ambang 'back to back' alias kembali meraih gelar juara Primera Division, La Liga Spanyol. Sampai pekan ke-18, duo Madrid belum bisa menghambat laju mereka

JAKARTA, Indonesia — Beberapa tahun lalu, setiap kali musim baru Liga Spanyol digelar, setiap kali itu pula pertanyaan yang sama muncul: Siapa yang bisa menyaingi duopoli Barcelona dan Real Madrid?

Dengan peruburuan gelar hanya didominasi dua rival abadi tersebut, pertarungan di kasta tertinggi La Liga, Primera Division, menjadi monoton dan membosankan. Para penggemar sepak bola hanya menyemut saat laga-laga yang mempertemukan keduanya dalam tajuk El Clasico.

Namun, sejak kehadiran pelatih Diego Simeone di Atletico Madrid, mulai muncul “orang ketiga” di antara mereka. Atletico kerap menghambat perburuan gelar Real dan Barcelona. Puncaknya, pada musim 2013/2014, Atleti—sebutan Atltico Madrid—menjuarai Primera Division.

Musim ini, mereka kembali bersaing bersama Real dan Barcelona. Bahkan, klub berjuluk Los Rojiblancos itu tak pernah keluar dari dua besar klasemen sementara sejak pekan ke-12. Saat ini mereka berada di puncak dengan selisih 2 poin dari Barcelona di peringkat kedua.

Tapi, melihat soliditas di Barcelona, tampaknya gelar juara bakal kembali ke Catalonia. Baik Atleti maupun Real bakal sangat kesulitan menghambat klub berjuluk Blaugrana itu menjemput takdirnya.

Stabilitas baru di bawah Luis Enrique

Musim lalu Barcelona sempat mengalami masa-masa yang kurang mulus dengan kedatangan entrenador (pelatih) anyar Luis Enrique. Enrique yang gagal di AS Roma dan Celta Vigo ditunjuk menjadi pelatih salah satu klub terbesar di dunia.

Dengan profil tak meyakinkan, keberadaan Enrique di ruang ganti pemain tidak terlalu diterima. Apalagi, dia justru bermain api dengan membangkucadangkan simbol klub Lionel Messi. Manajer 45 tahun itu juga menjalankan sistem rotasi pemain.

Kebijakan baru Enrique tidak berbuah manis. Paruh musim dilewati dengan tiga kekalahan dan dua kali seri. Demi kembali menyelamatkan performa klub, Enrique pun berdamai dengan Messi. 

Hasilnya, Enrique mampu memimpin pasukannya meraih treble winner untuk kali pertama sejak era Josep “Pep” Guardiola. 

Meski mengawali debut sebagai pelatih Barcelona dengan tidak mulus, Enrique membawa perubahan yang siginifikan. Salah satunya adalah pada kekuatan pertahanan klub berjuluk Azulgrana tersebut.

Bahkan, banyak pihak menyebut salah satu kunci keberhasilan mereka musim lalu adalah pertahanan yang kuat. Di Primera Division, mereka menjadi tim yang paling sulit dibobol. Hanya kebobolan 21 gol.

Dengan paradigma sepak bola menyerang yang dimainkan Barca, kebobolan 21 gol adalah sebuah pencapaian yang luar biasa. Bandingkan dengan Atleti yang dibobol 29 kali. Padahal, rival sekota Real itu bermain jauh lebih bertahan daripada Barca.

Namun, Barcelona versi Enrique musim lalu tersebut lebih irit gol. Mereka “hanya” mencetak 110 gol. Jumlah gol tersebut defisit 8 gol dibanding koleksi Real. Jauh lebih produkif ketika Barca meraih trofi La Liga 2012/2013 dengan koleksi 115 gol.

Karena itu, di musim kedua kiprahnya, fokus pembenahan Enrique ada pada lini depan. Dengan kehadiran Luis Suarez melengkapi duet maut Neymar dan Lionel Messi, mereka disebut-sebut sebagai trio penyerang paling berbahaya sejagat. Ketiganya sudah menghasilkan 35 gol dan 14 assist di Primera Division.

Siapa yang bisa menghentikan ketiganya? Untuk saat ini, hanya diri mereka sendiri.

Tantangan Enrique hanyalah menjaga agar kondisi di internal tim solid. Seperti yang dikatakan legenda Barca Johan Cruyff kepada Guardiola ketika lelaki asal Catalonia itu ditunjuk sebagai pelatih klub.

“Di Barcelona, tahun pertama selalu sulit. Tapi, tahun kedua bakal lebih sulit. Dan tahun ketiga jauh lebih sulit daripada tahun kedua,” kata Cruyff seperti dikutip dalam buku Pep Guardiola, Another Way of Winning tulisan Guillem Balague.

Hari-hari di Barca tetap sulit karena pelatih harus menjinakkan ego para pemain. Dan pemain yang kooperatif di musim pertama belum tentu tidak akan berulah di musim kedua.

Karena itulah, Guardiola memilih mundur setelah musim keempatnya di Camp Nou, markas Barca, berakhir pada 2012. Alasannya, dia tak lagi menemukan cahaya antusiasme dari Xavi Hernandez dan kawan-kawan setelah musim-musim penuh gelar bersamanya.

“Seharusnya dia mundur sejak dua musim sebelumnya,” kata Cruyff.

Bagi Enrique, musim kedua masih berjalan baik untuknya. Setidaknya hingga pekan ke-18.

Kiprah duo Madrid: Real tak stabil, Atletico kekurangan bintang

Musim ini, kondisi lawan-lawan Barca tidak berada dalam performa terbaiknya. Entrenador anyar Real Rafael Benitez di awal musim justru menuai gejolak dengan para pemain. Dia pun dipecat dan posisinya kini digantikan legenda klub Zinedine Zidane sejak Selasa, 5 Januari.

Pergantian kursi kepelatihan di tengah kompetisi tak pernah mudah.  Sebab, tak banyak yang bisa dilakukan pelatih anyar. Skema dan komposisi pemain sudah dibangun untuk pelatih sebelumnya. Yang bisa dilakukan Zidane hanya membangun kembali mentalitas tim.

Dengan situasi tak menentu itu, bakal sulit bagi Real untuk bisa menyaingi Barca. Apalagi, musim ini mereka sudah dibantai 0-4 oleh musuh abadinya tersebut.

Bagaimana dengan Atletico?

Klub yang bermarkas di Vicente Calderon itu masih menggunakan pendekatan konservatif dalam investasi pemain. Mereka membeli pemain dengan harga murah dan menjadikannya pemain hebat. Begitu sudah sukses, para pemain itu mereka lepas ke klub-klub kaya.

Situasi itu terjadi pada bomber-bomber berbahaya yang mereka hasilkan seperti Diego Costa, Radamel Falcao, dan yang awal musim ini Mario Mandzukic. Itu belum termasuk bek asal Brasil Miranda yang merantau ke Italia bersama Inter Milan.

Sistem beli-sukses-jual memang menguntungkan neraca keuangan klub. Tapi tidak dengan perolehan gelar. Akibat penjualan para pemain utama, musim ini mereka hanya bergantung pada Antonie Griezmann.

Memang, masih ada striker lain seperti Fernando Torres. Pahlawan lama Vicente Calderon itu masih belum bisa menemukan kembali ketajamannya. Dia baru mencetak 2 gol. Dengan komposisi pemain seperti itu, bagaimana mereka bisa menghentikan Barca? — Rappler.com

BACA JUGA: 

Add a comment

Sort by

There are no comments yet. Add your comment to start the conversation.

Summarize this article with AI

How does this make you feel?

Loading
Download the Rappler App!