Mengapa Suryadharma Ali terus menyalahkan Anggito Abimanyu?

Febriana Firdaus

This is AI generated summarization, which may have errors. For context, always refer to the full article.

Mengapa Suryadharma Ali terus menyalahkan Anggito Abimanyu?

ANTARA FOTO

Hanya pada zaman Suryadharma Ali, ada istilah 'pendamping Amirul Hajj', padahal tak diatur dalam undang-undang

 

JAKARTA, Indonesia — Usai vonis dibacakan pada Senin, 11 Januari, mantan Menteri Agama Suryadharma Ali langsung merapat ke meja kuasa hukumnya, Humphrey Djemat. Ia berbisik-bisik untuk beberapa lama, dan kemudian duduk kembali. 

Ia kemudian berujar, “Atas nama Tuhan berikan saya kesempatan untuk berpikir dengan kuasa hukum saya, langkah apa yang akan kami lakukan”.

Menurut Suryadharma, setelah dia menyimak secara seksama pertimbangan hakim, apa yang disampaikan sama sekali tidak mempertimbangkan fakta-fakta yang ia kerjakan. 

Suryadharma dinyatakan bersalah dalam kasus korupsi penyelengaraan haji di Kementerian Agama pada 2010-2011 dan 2012-2013. Ia divonis 6 tahun penjara dan denda Rp 300 juta, serta uang pengganti Rp 1,8 miliar. 

Usai sidang, ia mengumpulkan awak media dan mengangkat sebuah buku berwarna hijau berjudul Penyelenggara Haji Diadili, Politisasi, atau Islamophobia? yang ia tulis sendiri. 

Ia kemudian menjelaskan poin-poin di dalamnya, yang terkait dengan vonisnya, antara lain soal sisa kuota bebas nasional. 

Jaksa Penuntut Umum Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sebelumnya menyatakan bahwa selaku Menteri Agama, Suryadharma telah memberikan sisa kuota bebas nasional ke berbagai kalangan dengan cara tidak adil dan berakibat kerugian keuangan negara. 

Perihal tentang sisa kuota nasional ini pernah ditanyakan jaksa pada mantan anak buah Suryadharma, Anggito Abimanyu, yang dulu menjabat sebagai Direktur Jenderal Pelaksana Haji dan Umroh pada sidang keterangan saksi pada 26 Oktober 2015. 

Anggito ditanya terkait pemberian sisa kuota nasional setelah ditemukan bahwa peruntukannya tak sesuai. Ia membenarkan tentang hal itu. 

Masalah di peruntukan itu timbul karena ada surat izin untuk mendampingi “Amirul Hajj” atau Menteri Agama dalam kegiatan pelaksanaan haji. 

Amirull Hajj dalam hal ini adalah perwakilan negara negara sebagai pemimpin haji saat penyelenggaraan haji, dan semua Menteri Agama adalah Amirull Hajj. 

Menurut sumber Rappler di Kementerian Agama, hanya pada zaman Suryadharma saja ada istilah “pendamping Amirul Hajj”. Sebelumnya tak pernah ada “pendamping” untuk Menteri Agama yang dibiayai Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN).

Suryadharma Ali divonis 6 tahun penjara ditambah denda Rp 300 juta dan uang pengganti Rp 1,8 miliar karena terbukti melakukan tindak pidana korupsi pelaksanaan ibadah haji periode 2010-2013. Foto oleh Hafidz Mubarak/Antara

Anggito membeberkan bahwa ia diminta untuk mengurus izin agar istri Suryadharma dapat menjadi “Pendamping Amirul Hajj”. 

“Saya mendapatkan usulannya dari Sesmen (Sekretaris Menteri, Saefuddin Syafi’i) melalui Direktur Pembinaan (Ahmad Kartono),” kata Anggito. 

Anggito mengaku awalnya 11 nama diusulkan sebagai pendamping, tapi kemudian dikerucutkan menjadi 7 orang. Selain istri, ada ajudan, dan pihak lainnya yang masih orang dekat Suryadharma. 

Usulan nama-nama ini kemudian diamini oleh Istana dengan menerbitkan Surat Persetujuan Presiden. Surat Persetujuan Pemerintah yang dikeluarkan oleh Sekretariat Negara No.943/Kemsetneg/Setmen/KTLN/KL.00/04/2012 bertanggal 27 April 2012 itu kemudian terbit untuk Wardatul Asriah, istri Suryadharma. 

Tak diatur dalam UU

Perihal “Pendamping Amirul Hajj” ini memang tak pernah diatur dalam undang-undang.

“Tidak ada aturan Amirul Hajj di undang-undang. Amirul Hajj itu dari Arab Saudi. Itu kewenangan menteri (menunjuk pendamping Amirul Hajj), kami tidak bisa menjawab,” kata Anggito saat itu. 

Usai penetapan kebijakan sisa kuota bebas nasional untuk “Pendamping Amirul Hajj” inilah, Suryadharma dan Anggito tak akur. Menurut sumber Rappler, Anggito mensinyalir ada yang salah dengan pembagian kuota itu.

“Kuota zaman (SDA) dulu banyak kepentingan,” katanya. 

Hubungan antara keduanya memburuk, apalagi setelah Anggito membenarkan tentang penunjukan Suryadharma pada orang-orang dekatnya itu sebagai “Pendamping Amirul Hajj”. 

Suryadharma “membalasnya” dengan mengungkit-ungkit peran Anggito sebagai Direktur Jenderal Penyelenggaraan Haji dan Umrah dan koleganya, mantan Direktur Pelayanan Haji Ahmad Kartono. Nama-nama itu, menurut Suryadharma, telah lari dari tanggung jawab mereka.

Terakhir usai pembacaan vonis pada Senin kemarin pun, Suryadharma masih menyebut bahwa direktorat yang dibawahi Anggito saat itu harusnya bertanggungjawab juga atas berbagai penyelenggaran haji yang dituduhkan padanya, salah satunya adalah korupsi penyelenggaraan ibadah haji tahun 2010-2013. 

“Verifikasi administrasi, verifikasi lapangan, negosiasi harga, penetapan harga, menandatangani kontrak, melakukan pembayaran, itu semua bukan menteri,” kata Suryadharma kepada wartawan usai pembacaan vonis.

“Siapa, Pak? Dirjen Pembinaan Haji maksudnya?” tanya wartawan balik.

“Iya,” kata Suryadharma seraya berlalu menghampiri pendukungnya di ruang sidang Tindak Pidana Korupsi malam itu. —Rappler.com

BACA JUGA:

Add a comment

Sort by

There are no comments yet. Add your comment to start the conversation.

Summarize this article with AI

How does this make you feel?

Loading
Download the Rappler App!