Liga Inggris: Lawan Liverpool, Arsenal siap redam ‘gegenpressing’

Agung Putu Iskandar

This is AI generated summarization, which may have errors. For context, always refer to the full article.

Liga Inggris: Lawan Liverpool, Arsenal siap redam ‘gegenpressing’
Strategi 'gegenpressing' Juergen Klopp di Liverpool memang belum membawa banyak kemenangan. Tapi, beberapa klub besar sudah takluk dibuatnya. Bagaimana dengan Arsenal?

JAKARTA, Indonesia — Gegenpressing, strategi andalan Jurgen Klopp di klub-klub yang ditukanginya memiliki sebuah premis dasar: Musuh yang kehilangan bola di daerahnya bakal lebih gampang dibobol.

Karena itu dalam implementasinya, strategi ini menuntut penerapan pressing ketat terhadap lawan sejak bola masih di daerah mereka. Ini akan membuat lawan jadi terpojok dan bola bisa segera direbut.

Tapi, ada harga yang harus dibayar dalam strategi tersebut. Salah satunya, fisik pemain. Pemain yang menjalankan gegenpressing harus lebih banyak berlari. Mereka terus menekan dan mengikuti arah umpan-umpan lawan sampai bola berhasil direbut.

Dengan permainan yang lebih mengandalkan fisik, tubuh para pemain pun harus menanggung beban yang berat. Akibatnya, badai cedera pun menyerang Liverpool, klub yang kini ditangani Klopp. Setidaknya tujuh pemain cedera. Tiga di antaranya menderita cedera hamstring.

Beberapa yang masuk daftar cedera itu justru pemain andalan: Philippe Coutinho, Martin Skrtel, dan Daniel Sturridge. Itu belum termasuk barisan bek yang ikut cedera seperti Dejan Lovren dan Mamadou Sakho.

Hamstring adalah kata-kata sialan sepanjang tahun untukku,” katanya dalam wawancara setelah kemenangan tipis 1-0 melawan Leicester, 26 Desember lalu.

Harga yang dibayar untuk gegenpressing memang kelewat mahal. Selain pemain yang bertumbangan karena cedera, kemenangan juga masih jauh panggang dari api.

Sejak kehadiran manajer asal Jerman tersebut, baru 5 kemenangan yang diraih Liverpool dari 12 pertandingan bersama Klopp. Sisanya, mereka lebih banyak seri (3 kali) dan kalah (4 kali). Bahkan kekalahan itu harus diderita dari klub-klub yang di atas kertas kalah kualitas seperti Crystal Palace (1-2), Newcastle (0-2), dan Watford (0-3). 

Tapi, bukan berarti Klopp tidak membawa perbedaan apapun di Anfield—markas Liverpool. Permainan klub berjuluk The Kop itu kini lebih terorganisir. Mereka juga lebih garang di lini tengah. Gegenpressing membuat Liverpool jadi lebih mudah dan cepat merebut bola dari lawan. 

Dengan sendirinya, mereka lebih dominan. Sepanjang 12 laga bersama Klopp tersebut, mereka selalu unggul penguasaan bola. Hanya sekali mereka kalah dominasi, yakni ketika menggasak Manchester City 4-1. Ball possession The Reds—julukan Liverpool—hanya 41 persen ketika itu.  

Selain itu, strategi gegenpressing membuat mereka lebih mudah membabat klub-klub besar. Beberapa raksasa Inggris yang bertumbangan di tangan Liverpool adalah Chelsea (3-1), Manchester City (4-1), dan pemuncak klasemen selama lima pekan berturut-turut Leicester City (1-0).

Lantas, bagaimana dengan Arsenal? Pasukan Arsene Wenger akan bertandang ke Anfield pada Kamis, 14 Januari dini hari pukul 03.00 WIB. Apakah tim berjuluk The Gunners itu akan menjadi raksasa keempat korban Liverpool? 

Arsenal siap redam ‘gegenpressing’ 

Salah satu penyebab kehancuran Manchester City di tangan Liverpool adalah blunder di barisan pertahanan. Tekanan tinggi dalam strategi gegenpressing membuat bek kanan Bacary Sagna kehilangan bola di daerahnya sendiri kemudian berbuah gol. 

Situasi itu tentu sudah dipahami Arsene Wenger. Karena itu, manajer asal Prancis itu pasti menginstruksikan anak buahnya menjauhkan bola secepatnya dari wilayah pertahanan mereka. Dengan begitu, tekanan tinggi Liverpool bisa diredam. 

Selain itu, kalaupun bola berhasil direbut di tengah, masih ada lini belakang yang langsung menekan Jordan Henderson dan kawan-kawan untuk merebutnya kembali.

Upaya untuk melakukannya sangat mudah bagi Arsenal. Musim ini klub London Utara itu bukan lagi tim yang keras kepala memainkan sepak bola menyerang. Mereka lebih adaptif. Mereka juga tidak ragu untuk menunggu di belakang (drop deep) setiap melawan tim-tim maniak penguasaan bola. 

Saat mengalahkan duo Manchester, Manchester United dengan skor 3-0 dan Manchester City 2-1, Per Mertesacker dan kawan-kawan justru menjalankan skema serangan balik.

Mereka membiarkan lawan-lawannya dominan dan menunggu waktu yang tepat untuk menyerang balik secara cepat. Karena itu, jangan heran jika penguasaan bola Arsenal saat melawan duo Manchester ada di bawah 40 persen. 

Upaya untuk menerapkan skema semacam itu lagi terbuka lebar bagi Arsenal. Mereka memang sama-sama mengalami badai cedera seperti Liverpool. Tapi, komposisi starting eleven dalam beberapa pekan terakhir sudah cukup mumpuni.

Para pemain sayap cepat seperti Theo Walcott dan Joel Campbell bisa kembali diturunkan. Begitu juga tukang assist Mesut Oezil. Olivier Giroud yang baru menemukan ketajamannya musim ini juga siap menghuni posisi ujung tombak.

Liverpool bongkar pasang karena badai cedera

Sebaliknya, Klopp harus memutar otak dengan komposisi pemain yang terus berubah gara-gara cedera. Absennya Coutinho membuat dia harus menggeser Roberto Firmino sebagai winger kiri dalam formasi 4-3-3.

Barisan bek yang ditinggalkan Skrtel dan Dejan Lovren kemungkinan juga akan kehilangan Mamadou Sakho dan Kolo Toure yang diragukan bisa tampil.

Jika mereka benar-benar tak bisa diturunkan, Klopp bisa jadi akan memaksa pemain lain menjadi bek, seperti bek sayap Jose Enrique, gelandang bertahan Lucas Leiva, atau pemain yang minim pengalaman Thiago Illori.

Belum selesai dengan persoalan komposisi pemain, Klopp juga harus menghadapi fakta bahwa kinerja para penyerangnya sangat bobrok. Mereka menjadi klub Liga Primer paling buruk untuk urusan penyelesaian akhirnya.

Rasio konversi (perbandingan antara peluang dan terciptanya gol) mereka terburuk di liga. Hanya 10,2 persen. Bandingkan dengan klub yang kini sedang bertarung di zona degradasi, Sunderland. Mereka memiliki rasio konversi lebih baik, 14,2 persen. 

Dengan situasi tersebut, Arsenal memang layak diunggulkan. Tapi, Wenger tak mau gegabah. Dia menganggap, lawatan ke Anfield selalu tidak mudah. Siapapun pelatihnya.

“Pertarungan di Anfield selalu berat. Dengan Brendan Rodgers (manajer Liverpool sebelumnya) kami sangat sulit menghadapi mereka. Apalagi dengan Klopp yang memiliki karakter permainan yang khas,” kata Wenger seperti dilansir BBC. —Rappler.com

BACA JUGA: 

Add a comment

Sort by

There are no comments yet. Add your comment to start the conversation.

Summarize this article with AI

How does this make you feel?

Loading
Download the Rappler App!