Liga Inggris: Lawan Tottenham, Leicester bawa modal penting dari Piala FA

Agung Putu Iskandar

This is AI generated summarization, which may have errors. For context, always refer to the full article.

Liga Inggris: Lawan Tottenham, Leicester bawa modal penting dari Piala FA
Keajaiban The Foxes musim ini, terhenti atau berlanjut? Pertandingan ini jadi ajang pembuktiannya

JAKARTA, Indonesia — Apakah keajaiban mulai meninggalkan Leicester City? Dalam tiga pertandingan terakhir di Premier League, klub berjuluk The Foxes itu tidak pernah menang.

Nasib sial bahkan mulai menghantui pasukan Claudio Ranieri. Dalam laga melawan tim promosi Bournemouth pada 2 Januari lalu, Wes Morgan dan kawan-kawan batal menang gara-gara Riyad Mahrez gagal mengeksekusi tendangan penalti di menit ke-59.

Akibatnya, mereka hanya bisa bermain seri dan dilewati Arsenal di puncak klasemen dengan selisih 2 poin. Hasil seri tersebut menggenapi catatan tak pernah menang selama tiga laga berturut-turut.

Pertanyaan pun bermunculan. Apakah Leicester mulai kehilangan tuahnya?

Setelah mencapai performa klimaks dengan memimpin klasemen Premier League selama lima pekan, banyak yang menyebut Leicester mulai kepayahan. Penyebabnya, agenda ketat liga dan lawan-lawan kuat yang harus mereka hadapi.

Setelah mengalahkan Chelsea 2-1, tak ada lagi klub besar yang mereka kalahkan. Mereka memang mampu menahan Manchester United 1-1 dan Manchester City 0-0, tapi Leicester tak berkutik saat bertandang ke Anfield, kandang Liverpool. Mereka kalah 0-1.

Dan sejak kekalahan itu, Leicester belum pernah sekalipun menang.  

Padahal, pada Kamis, 14 Januari, dini hari pukul 03:00 WIB, mereka harus kembali bertandang ke Stadion White Hart Lane, markas salah satu tim papan atas, Tottenham Hotspur. Mereka harus menghadapi tuan rumah yang tak terkalahkan dalam lima laga terakhir.

Bahkan dalam 19 laga terakhirnya di Premier League, Spurs hanya sekali kalah.

Situasi bagi Leicester semakin sulit karena bomber mereka, Jamie Vardy, mengalami cedera pangkal paha sejak 3 Januari lalu. Ranieri memang menegaskan bahwa striker 28 tahun tersebut sudah bisa diturunkan. Tapi, tidak ada jaminan bahwa kondisinya sudah 100 persen.

Padahal, Leicester menggantungkan hampir 50 persen produksi golnya dari mantan pemain non-liga tersebut.

Beruntung bagi klub milik konsorsium Thailand, Asian Football Investment, tersebut. Beberapa andalan lain masih bisa diturunkan. Mereka adalah Danny Drinkwater, Riyad Mahrez, dan petarung di lini tengah mereka, N’Golo Kante.

Pemain yang disebut terakhir ini adalah tulang punggung tim. Jika Vardy adalah “tukang” bikin gol, Kante adalah penghubung kompartemen pertahanan dan serangan.

Selain itu, dia kerap mengisi lubang-lubang pertahanan Leicester. Dia juga tak jarang ikut membantu serangan dari lini kedua di belakang Vardy dan Shinji Okazaki. Pergerakannya yang cair membuat dia bebas berkeliaran di sektor manapun.

Memang, Kante tidak terlalu dikenal karena tidak banyak mencetak gol atau assist. Hanya 1 gol dan 2 assists yang dia ciptakan musim ini. Tapi, kinerjanya tak perlu diragukan. Dia adalah pemain dengan 79 tekel dan 81 intersepsi — terbanyak di Premier League.

Pendek kata, pemain Perancis 24 tahun itu adalah unsung hero alias “pahlawan tak kasat mata” Leicester. Tak salah jika Ranieri selalu memasukkan Kante di starting lineup pada semua laga Premier League musim ini.

Modal penting dari Piala FA

Bentrok antara Spurs dan Leicester ini merupakan yang kedua dalam sepekan ini. Tiga hari yang lalu, Minggu, 10 Januari, mereka sudah bertemu di ajang Piala FA. Pertandingan juga digelar di White Hart Lane.

Spurs hampir saja keok 1-2 jika pada menit ke-89 wasit Robert Madley tidak memberi hadiah penalti kepada Harry Kane dan kawan-kawan. Eksekusi penalti sempurna Kane pun membuyarkan kemenangan di depan mata Leicester. Laga berakhir imbang 2-2.

Dalam pertandingan tersebut, Leicester berhasil membuktikan bahwa tanpa Vardy mereka masih tajam. Mereka mampu membalikkan kedudukan dari situasi 0-1 menjadi 2-1 via gol Marcin Wasilewski dan Shinji Okasaki.

Ranieri meredam permainan cepat Spurs dengan menumpuk pemain di belakang. Jika biasanya mereka memainkan strategi 4-1-4-1, 4-2-3-1, atau 4-4-2, melawan Spurs yang memiliki kecepatan dan umpan-umpan terobosan berbahaya, Ranieri memainkan sistem 4-5-1.

Formasi tersebut membuat pemain Spurs frustasi di luar kotak penalti. Sepanjang pertandingan mereka kesulitan menembus kotak penalti lawan karena rapatnya lini tengah dan lini belakang Leicester.

Apakah strategi yang sama akan dilakukan Ranieri? Sepertinya tidak. “Ini akan jadi pertandingan yang berbeda dibanding hari Minggu. Akan ada perubahan pemain,” kata manajer asal Italia tersebut 

Kinerja pertahanan Leicester memang tidak terlalu gemilang jika dibandingkan tim-tim lain di Premier League. Kekuatan utama mereka tetap pada lini serang. Tapi, dengan komposisi pemain bertahan yang biasa-biasa saja, Ranieri tetap mampu menjadikan Leicester sebagai tim dengan pertahanan berlapis khas Italia.

Sebaliknya, Spurs memiliki keunggulan di lini tengah dan belakang. Mereka adalah tim yang paling sedikit kebobolan di Premier League — hanya 16 gol. Artinya, rata-rata kebobolan mereka di tiap pertandingan kurang dari 1 gol.

Tapi, mereka lemah di depan. Saat ini, tim berjuluk Lilywhites itu sedang membutuhkan tukang gedor untuk menopang Harry Kane. Pelapis bomber Inggris itu hanya striker Korea Selatan Heung-Min Son yang performanya tak istimewa.

Tapi, masalah di bursa transfer Januari selalu sama.

“Tidak banyak pilihan. Tidak ada pemain bagus yang dijual di tengah musim. Sekarang yang bisa dilakukan adalah menunggu pemain yang ada jadi hebat,” kata manajer Spurs Mauricio Pochettino seperti dikutip BBC.

Masalahnya, ketatnya persaingan Premier League tidak bisa terlalu lama menunggu. —Rappler.com

BACA JUGA: 

Add a comment

Sort by

There are no comments yet. Add your comment to start the conversation.

Summarize this article with AI

How does this make you feel?

Loading
Download the Rappler App!