6 hal penting terkait rencana Perppu kebiri bagi pemerkosa anak

Uni Lubis

This is AI generated summarization, which may have errors. For context, always refer to the full article.

6 hal penting terkait rencana Perppu kebiri bagi pemerkosa anak

AFP

Benarkah Perppu kebiri akan diterbitkan pekan depan?

JAKARTA, Indonesia – Menteri Sosial Khofifah Indar Parawansa mengatakan bahwa pihaknya menghargai perbedaan pendapat yang ada terkait rencana pemerintah menerbitkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) untuk memberlakukan hukuman pengebirian saraf libido bagi pelaku kekerasan seksual terhadap anak.  

“Yang mendorong (Perppu) adalah Komnas Anak dan KPAI (Komisi Perlindungan Anak Indonesia). Yang menolak Komnas Perempuan,” kata Khofifah ketika dikontak Rappler, Kamis pagi, 14 Januari.

Khofifah pertama kali mengungkapkan ide tersebut Oktober tahun lalu. “Terhadap munculnya kekerasan seksual terhadap anak, beliau (Presiden Joko “Jokowi” Widodo) setuju jika dilakukan pemberatan hukuman pada pelaku, termasuk di dalamnya pengebirian saraf libido,” kata Khofifah.  

Kepala Polri Jenderal Badrodin Haiti menyepakati hal tersebut dan menganggap kejahatan seksual terhadap anak harus dimasukkan ke dalam kejahatan kriminal luar biasa. Jaksa Agung H.M. Prasetyo mengusulkan bentuk Perppu untuk merealisasikan hukuman itu. 

Kasus pedofilia terakhir melibatkan seorang anak perempuan berusia 9 tahun yang ditemukan sudah meninggal di dalam kardus. Dari laporan kepolisian ditemukan bukti-bukti pemerkosaan sebelum terjadi pembunuhan. KPAI dan Komnas Anak mendukung Perppu kebiri atau kastrasi pelalu pemerkosaan.

Koalisi Perempuan Indonesia berpendapat bahwa anggapan hukuman kebiri akan membuat efek jera hanya mitos.  “Keyakinan itu tidak didukung data dan fakta yang akurat,” demikian keterangan tertulis koalisi yang diterima oleh Rappler, Rabu malam, 13 Januari.

“World Rape Statistics (Laporan Statistik Pemerkosaan Dunia) yang diterbitkan setiap dua tahun sekali menunjukkan bahwa negara-negara yang menerapkan hukuman mati atau hukuman kebiri justru menduduki posisi 10 besar, sebagai negara yang memiliki kasus tertinggi di dunia,” demikian keterangan Koalisi Perempuan Indonesia yang ditandatangani oleh Sekretaris Jenderal Dian Kartikasari.

Hingga saat ini, ada 10 negara yang memberlakukan hukuman mati dan 20 negara yang memberlakukan hukuman kebiri bagi pelaku perkosaan. Kesepuluh negara yang memberlakukan hukuman mati tersebut adalah: Tiongkok, Afghanistan, Uni Emirat Arab, Mesir, Bangladesh, Iran, Saudi Arabia, India, Pakistan, dan Korea Utara. 

Menurut Koalisi Perempuan Indonesia, 20 negara yang memberlakukan hukuman kebiri adalah 9 negara-negara Eropa dan 9 negara-negara bagian Amerika, satu negara Amerika Latin, dan satu negara di Asia Tenggara. 

Kesembilan negara Eropa tersebut adalah Inggris, Polandia, Rusia, Jerman, Republik Ceko, Denmark, Swedia, dan Spanyol. 

Di AS, ada 9 negara bagian yang memberlakukan hukuman kebiri, yaitu California, Florida, Georgia, Iowa, Lousiana, Montana, Oregon, Texas, dan Wisconsin. 

Satu negara Amerika Latin yang memberlakukan hukuman kebiri adalah Argentina, sedangkan di Asia Timur adalah Korea Selatan. 

World Rape Statistics 2012 menunjukkan 10 negara yang memiliki kasus pemerkosaan tertinggi di dunia, berturut-turut adalah: Amerika Serikat di urutan pertama, disusul oleh Afrika Selatan, Swedia, India, Inggris, Jerman,  Perancis, Kanada, Sri Lanka, dan Ethiopia. 

Sedangkan World Rape Statistics 2014 menunjukkan 10 besar negara dengan kasus pemerkosaan tertinggi, berturut-turut adalah India, Spanyol, Israel, Amerika, Swedia, Belgia, Argentina, Jerman, dan Zelandia Baru.  

Untuk data 2015, urutan pertama adalah Afrika Selatan

Koalisi Perempuan Indonesia memaparkan, sejumlah negara yang menerapkan hukuman mati atau hukuman kebiri juga mengakui, bahwa menurunnya jumlah kasus pemerkosaan yang dilaporkan, tidak menggambarkan situasi sesungguhnya. Banyak kasus pemerkosaan yang tidak dilaporkan, terlebih jika pelakunya merupakan bagian dari keluarga. 

Pemerintah Perancis, yang disebut negaranya berada di urutan ketujuh dalam World Rape Statistics 2012,  menyatakan bahwa kasus pemerkosaan yang dilaporkan mencapai 3.771.850, sangat mungkin hanya 10 persen dari kasus-kasus pemerkosaan yang telah terjadi.  

Tanggapan Istana

Alissa Wahid, psikolog yang juga koordinator jaringan Gusdurian, mendukung sikap Koalisi Perempuan Indonesia menolak pemberlakukan Perppu hukuman kebiri.  

“Hukuman kebiri akan membuat kasus semakin ditutup-tutupi. Jika ketahuan melakukan pemerkosaan, korban anak akan diminta bungkam demi menyelamatkan pelaku,” kata Alissa kepada Rappler.  

Menurutnya, pihak koalisi mendapatkan informasi bahwa Perppu akan diterbitkan pekan depan. Benarkah?

“Sedang disiapkan,” kata Sekretaris Kabinet Pramono Anung Wibowo ketika Rappler menanyakan kapan Peppu diterbitkan.  Sedangkan Khofifah mengatakan bahwa posisi penerbitan Perppu, kewenangannya ada di Kementerian Hukum dan HAM.

Beredar pula informasi bahwa yang tengah disiapkan adalah Perppu pemberatan hukuman bagi pelaku pemerkosaan terhadap anak.

6 hal yang perlu dipertimbangkan terkait Perppu kebiri

Menurut Koalisi Perempuan Indonesia, berikut hal yang perlu dipertimbangkan oleh pemerintah:

Pertama, kejahatan seksual, terutama pemerkosaan terhadap anak yang terjadi di Indonesia meningkat jumlah kasusnya secara pesat dan membutuhkan komitmen nyata pemerintah untuk menghukum  pelaku kejahatan dan perlindungan bagi korban. 

Kedua, data dan fakta dari berbagai negara membuktikan, hukuman kebiri tidak efektif menimbulkan efek jera bagi pelaku perkosaan terhadap anak. 

Ketiga, hukuman kebiri justru berpotensi menghambat pengungkapan kasus pemerkosaan terhadap anak dan mengakibatkan tindakan penyembunyian terhadap pelaku dan korban, dalam kasus-kasus pemerkosaan di mana pelaku dan korban merupakan bagian dari satu keluarga. 

Keempat, hukuman kebiri tidak sejalan dengan perkembangan pembahasan Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP), yang telah memperluas modus operandi kejahatan pemerkosaan, dalam bentuk tindakan: memasukkan tindakan kelamin ke dalam mulut atau anus, memasukkan anggota tubuh selain kelamin kedalam vagina dan memasukkan  benda yang bukan anggota tubuh ke dalam vagina. Dengan perluasan pengertian pemerkosaan demikian, maka hukuman kebiri menjadi tidak relevan.

Kelima, pemerintah perlu memperkuat upaya-upaya pencegahan dan memberikan pemberatan hukuman minimal 15 tahun penjara dan maksimal seumur hidup bagi kejahatan pemerkosaan yang berulang, serta melakukan pemantauan agar setiap hakim  secara konsisten menjatuhkan hukuman tersebut.

Keenam, pemerintah perlu menangani korban secara serius, untuk menghilangkan beban dan berbagai akibat negatif yang dialami oleh korban, termasuk dan tidak terbatas pada upaya pencegahan pengulangan kejahatan pemerkosaan oleh korban.  –Rappler.com

BACA JUGA:

Add a comment

Sort by

There are no comments yet. Add your comment to start the conversation.

Summarize this article with AI

How does this make you feel?

Loading
Download the Rappler App!