Cicipi gudeg Mbah Lindu, resep berumur lebih 70 tahun

Mawa Kresna

This is AI generated summarization, which may have errors. For context, always refer to the full article.

Cicipi gudeg Mbah Lindu, resep berumur lebih 70 tahun
Ia mengaku sudah berjualan dengan resep klasik sebelum dekade 40-an

 

YOGYAKARTA, Indonesia —   Lapak gudeg di pos kamling Jalan Sosrowijayan, Depok, Sleman, Yogyakarta, tampak ramai. Sejak pukul 05.00 WIB puluhan pembeli datang silih berganti. Duduk di lapak itu mbah Lindu.

Kerutan-kerutan dikulitnya tidak mengurangi gerakannya yang cekatan melayani satu persatu pelanggannya yang mengular. “Pakai sayap, nggak pakai krecek mbah,” kata Nugroho salah seorang pelanggan.

Mbah Lindu lantas mengambil pincuk daun pisang dan mulai meracik gudeg. Warga sekitar mengenal gudeg mbah Lindu sebagai gudeg tertua di Yogyakarta yang sampai sekarang masih bertahan.

Sebelum Jepang masuk ke Indonesia, mbah Lindu sudah memulai usahanya. “Saya lupa tahunnya, tapi saya jualan gudeg itu sebelum zaman Jepang. Dulu orang beli masih pakai uang benggol dan sen,” kata mbah Lindu yang memiliki nama asli Setya Utomo pada Rappler saat ditemui di lapaknya, Selasa 19 Januari.

Jauh sebelum Indonesia merdeka, mbah Lindu mengaku sudah menyusuri jalan-jalan di Yogyakarta berjualan gudeg dengan berjalan kaki. Maklum, masa itu kendaraan masih langka. Ia harus berjalan kaki dari rumahnya di Klebengan Caturtunggal, Depok, Sleman.

POJOK JALAN. Di lapak kecil inilah Mbah Lindu melayani pelanggannya. Foto oleh Kresna/Rappler.com

“Gudegnya saya gendong pakai bakul, jaraknya juga jauh. Karena rumah-rumah belum banyak seperti sekarang,” kata nenek 97 tahun itu.

Seingat nenek 15 cucu itu, dia menjual gudeg dengan harga cukup murah. Satu sen bisa mendapat empat pincuk gudeg racikannya.

Resep Berumur Tujuh Dekade

Sejak dulu, mbah Lindu pun memasak gudeg sendiri. Resep yang digunakan juga tidak pernah berganti. Setiap takaran bumbu juga diingatnya. Dia tidak ingin pelanggannya kecewa jika sampai ada perubahan cita rasa pada gudegnya.

“Resep masih seperti dulu tidak pernah berubah sama sekali. Jenisnya juga masih sama, Krecek, Gudeg tahu tempe, dan telur ayam,” tutur mbah Lindu. Bila benar Mbah Lindu sudah meracik gudeg sebelum Jepang menjajah Indonesia (1942), maka resep itu berumur lebih dari 70 tahun.

Mbah Lindu memiliki alasan sendiri mengapa memilih terus berjualan meski usianya sudah tua. Dia ingin melestarian makanan tradisional Yogyakarta yang legendaris itu.

“Nanti saya ingin mewariskan usaha ini ke cucu saya, supaya orang sekarang tidak lupa dengan gudeg,” katanya. Meski tempatnya sederhana dan hanya menempati lapak kecil di pinggir jalan, namun pelanggan konvensional mbah Lindu tetap loyal.

Pelanggan Luar Negeri

Bahkan beberapa wisatawan manca negara dari Singapura, Hong Kong dan Malaysia pun ketagihan. Beberapa di antara mereka memesan dalam porsi besar untuk dibawa pulang ke negara mereka.

“Kalau gudeg ini bisa tahan sampai empat hari. Jadi kalau dibawa ke luar negeri tetap enak,” ujarnya. Tidak hanya penyanyi yang memiliki karakter. Gudeg mbah Lindu pun demikian.

Apa rasa khas gudeg Mbah Lindu?

Nugroho, salah satu pelanggan mbah Lindu mengatakan perbedaan rasa gudeg mbah Lindu cederung gurih dibanding gudeg pada umumnya.

“Biasanya mesti manis pedas, ini gurihnya lebih dominan. Lebih pas buat saya sendiri,” kata Nugroho

Dari harga pun gudeg mbah Lindu cukup ramah di kantong, yaitu mulai dari Rp 15.000 hingga Rp 20.000. Gudeg mbah Lindu ini buka setiap hari mulai pukul 05.00 – 10.00 WIB.

Bagaimana, apakah kamu tak tergoda mampir dan mencicipinya? —  Rappler.com

BACA JUGA

Add a comment

Sort by

There are no comments yet. Add your comment to start the conversation.

Summarize this article with AI

How does this make you feel?

Loading
Download the Rappler App!