ISIS merekrut pengikut dalam 3 tahap

Uni Lubis

This is AI generated summarization, which may have errors. For context, always refer to the full article.

ISIS merekrut pengikut dalam 3 tahap

EPA

Ayub Abdurrahman, mantan Jihadi Jamaah Al-Islamiyah, mengingatkan masyarakat bagaimana menghindari rekrutmen kelompok radikal. Dia juga bercerita tentang pemimpin ISIS Indonesia, sosok yang kharismatis


“Kalau ISIS ini saya juga ngeri, karena saya juga punya anak. Jangan sampai anak saya mengikuti jejak saya, sampai meninggalkan keluarga berperang di Afghanistan selama lima tahun, dianggap sudah mati sama keluarga saya, karena saya enggak pamit dan enggakboleh berkomunikasi,” ujar Ayub Abdurrahman pada Maret 2015 dalam sebuah acara diskusi mengenai Negara Islam Irak dan Suriah (ISIS).  

Di situlah saya pertama kali mengenal mantan petinggi Jamaah Al-Islamiyah (JI) itu. Ayub adalah bapak delapan anak, dari satu istri.

Ayub datang ke diskusi dibawa oleh Kepala Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) Komisaris Jenderal Polisi Saud Usman Nasution. Diskusi membahas soal bagaimana melawan radikalisme di media sosial.

ISIS sangat piawai merekrut melalui media sosial. Yang menjadi sasaran  adalah anak muda, termasuk dari kalangan keluarga kelas menengah.

“Hati-hati jika punya anak yang gemar menutup diri di kamar, atau menyendiri dalam mengakses Internet. Kalau dia mengakses konten porno, masih mendingan. Jika yang diakses adalah situs radikal, itu artinya musibah besar bagi keluarga,” kata Ayub saat itu.

Ayub adalah lulusan STM Boedi Oetomo di Jakarta tahun 1980-an. Sejak masa sekolah, dia merasa tidak mendapat pelajaran agama yang cukup layak. Pada 1984, dia bertemu dengan Sulaiman Mahmud, anggota organisasi Darul Islam di Aceh. Kepada Sulaiman, Ayub berguru.

Pada 1985, saat berusia 22 tahun, Ayub mendengar ada sosok Abu Bakar Ba’asyir, pemimpin Pesantren Al-Islam Ngruki di Solo. Ba’asyir dianggap sebagai pemimpin JI di kawasan Asia Tenggara. Ayub terkesan dengan kharisma dan kedalaman pengetahuan agama Ba’asyir saat itu. 

“Bayangkan, dia berani menantang presiden. Menentang negara yang dianggap kafir,” kata Ayub yang lantas menyatakan bai’at, atau sumpah setia kepada pemimpin yang ingin mendirikan negara berdasarkan syariat Islam. 

“Pada saat itu yang dimaksud ya NII, Negara Islam Indonesia. Tapi Ustadz Abu Bakar sudah mendeklarasikan JI juga,” tutur Ayub.

Ayub Abdurrahman, saat ditemui Rappler, setelah Bom Sarinah, pada 18 Januari 2016. Foto oleh Uni Lubis/Rappler

Dengan status sebagai anggota NII pada 1986, Ba’asyir mengirim Ayub ke Afghanistan untuk mengikuti pelatihan di akademi militer yang terletak di pegunungan di perbatasan Afghanistan dan Pakistan. Rombongan yang berangkat dari Indonesia ada 24 orang, termasuk Ayub dan Hambali. 

Hambali kemudian dikenal sebagai salah satu otak Bom Bali. Mantan Presiden Amerika Serikat George W. Bush pernah menyebut Hambali sebagai salah satu teroris paling berbahaya di dunia

Hambali ditangkap di Thailand pada 2003, dan sejak 2006 menghuni penjara militer di Guantanamo, AS.

“Saya saingan dengan Hambali. Dia sejak awal memilih jalan kekerasan. Saya masuk JI karena ingin meyakinkan pentingnya mendirikan negara dengan syariat Islam melalui jalan dakwah,” ujar Ayub. 

Pelatihan militer dijalani selama dua tahun. Mereka terampil menggunakan senjata Uzi dari Israel, M16 buatan AS, dan Kalashnikov dan Makarov buatan Uni Soviet. 

“Latihan dengan medan berat,” beber Ayub. 

Di Afghanistan, Ayub mendapat posisi sebagai komandan 2 dengan pangkat letnan. Komandan satu dijabat Abu Tholut, alias Mustofa, yang kemudian diganjar hukuman penjara 11 tahun pada 2011 terkait kasus pelatihan militer di Jantho, Aceh. Oktober 2015, Abu Tholut bebas bersyarat setelah menjalani dua per tiga dari masa tahanan. 

Abu Tholut dan Ayub menyatakan menolak cara-cara kekerasan yang dilakukan ISIS. Ketika Ba’asyir mendeklarasikan dukungan kepada ISIS pada Agustus 2014, yang diikuti sejumlah terpidana teroris di Lapas Nusakambangan, Abu Tholut yang ditahan di LP Kedungpane Semarang, menolak. 

“ISIS itu sesat,” kata Abu Tholut, sebagaimana dikutip Ayub. Mereka menyadari itu setelah melihat kekejian ISIS membunuhi orang tidak bersalah dan membaca tulisan para ulama.

Ayub dan Abu Tholut memilih berseberangan dengan Ba’asyir. Padahal, Ayub pernah dipercaya Ba’asyir menjadi petugas yang menyiapkan pendirian JI di Sabah, Malaysia. 

“Waktu itu kan Ustadz Abu Bakar sudah ke JI. Jemaah bingung. Mau tetap di NII atau ikut ke JI. Saya diutus untuk menyebarkan JI di Sabah dan berkoordinasi dengan pemimpin setempat agar JI mendapat tempat. Saya juga mondar-mandir ke Moro, Filipina, untuk memastikan mereka yang bergabung dengan JI juga dapat tempat di Kamp Hudaibiyah,” kata Ayub. 

Lima tahun dia tinggal di Sabah untuk menjadi penghubung antara Ba’asyir dan pemimpin JI di Sabah dan Moro.

Pada 1997, Ayub ditugasi Ba’asyir menyusul adik kembar Ayub, Abdul Rahim, membangun basis JI di Australia. Abdul Rahim sudah tinggal di Benua Kangguru sejak 1985. Rahim menjadi pemimpin JI di sana, Ayub wakilnya. Mereka melakukan rekrutmen pengikut JI melalui dakwah, berupa pengajian. 

Di Australia Ayub, bertugas merekrut pengikut JI dan sekaligus mencari dana untuk JI. Mengapa Australia? Kisahnya bisa dibaca di sini.

Aliran dana ISIS dari Australia sudah dideteksi sejak tahun 2014. 

Senin, 18 Januari, empat hari setelah serangan teroris di Jalan MH Thamrin, Jakartasaya mengontak Ayub. Kami janji bertemu di sebuah mal di Jakarta Selatan. Dia membawa beberapa teman, tim yang tengah menyiapkan buku panduan bagi orangtua dan guru, agar bisa mewaspadai  bidikan rekrutmen ISIS.  

Dari Ayub, bapak delapan anak yang kini membantu program deradikalisasi BNPT itu, saya mendapat informasi bagaimana acara ISIS merekrut pengikut.  

Kaget enggak dengan serangan teror di Jakarta?

Enggak begitu kaget karena ancamannya sudah lama, sejak terjadi konflik di Suriah, sejak masuknya Rusia ke Suriah dan ada beberapa ancaman ISIS bahwa mereka akan menyerang Arab Saudi,  Eropa,  Perancis, Turki, dan Indonesia. 

Saya keliling ke berbagai kota bersama dengan BNPT untuk program deradikalisasi mendampingi Pak Saud (Usman Nasution). Saya selalu mengingatkan bahwa Indonesia diancam serangan, sekaligus secara fisik maupun doktrin ISIS.

Saya bukannya nakut-nakutin, ya. Karena saya sendiri juga takut dan khawatir.

ISIS mengincar Indonesia karena mereka kecewa. Indonesia negeri yang mayoritas penduduknya beragama Islam, tapi menolak ISIS. 

Banyak yang menilai serangan ke Jakarta itu gagal, amatiran, karena korbannya sedikit?

Begini, perang itu banyak tipu daya. Jangan terpancing dengan momen pertama. Bisa saja serangan pertama (ke Sarinah) lemah. Tapi saya tidak yakin itu gambaran sesungguhnya. Karena ISIS dananya kuat. Bisa saja ini hanya test case, percobaan, sehingga danggap kemampuannya cuma segitu.

Ibaratnya serangan itu tumbal. Diambil dari orang-orang yang ingin mati syahid, menjadi martir secara cepat. Yang melakukan yang baru keluar dari penjara, masih galau. Dengan biaya murah, bisa diminta melakukan serangan. Jangan tertipu. Bisa saja amatiran, tidak profesional. Tapi justru kita harus lebih waspada. Jangan terbuai dengan keberhasilan menangani serangan pertama.

Polisi mengatakan otak serangan ke Jakarta adalah Bahrun Naim yang kini berada di Raqqa, Suriah. Menurut Anda?

 
//

Ust Ayub Abdurrahman ex Pimpinan JI dan alumni Afghanistan

Posted by Uni Z. Lubis on Monday, January 18, 2016

Sepertinya begitu kalau membaca, termasuk di blog-nya yang sudah diblokir, saya sempat membaca secara utuh blog tersebut, karena ada yang meminta saya membaca, untuk dipelajari. Tapi saya tidak yakin dia sehebat itu. 

Menurut saya, tanpa Bahrun Naim, tanpa order dari sana (Suriah), orang-orang di Indonesia memang sudah ingin berbuat. Tinggal siapa yang perintah, dan dananya dari mana.

Apalagi kalau sudah ada yang menjamin dana, misalnya ISIS, ya terjadi. Yang beruntung adalah yang cepat-cepat berangkat ke sana, seperti Bahrun Naim, Bahrumsyah, sehingga bisa menjadi representatif ISIS, jadi komandan besarnya karena mereka di Suriah. Padahal belum tentu sehebat itu.

Menurut Ustadz, siapa figur pemimpin ISIS di Indonesia?

Pemimpin ISIS di sini yang disegani adalah Aman Abdurahman. Ini berdasarkan pengamatan saya berkomunikasi dari penjara ke penjara. 

(Catatan: Aman Abdurrahman alias Ustadz Oman divonis hukuman penjara sembilan tahun pada tahun 2010, dalam kasus pelatihan militer di Jantho, Aceh.  Abu Bakar Ba’asyir divonis 15 tahun penjara untuk kasus yang sama. Polisi mengatakan bahwa Bahrun Naim pernah mengikuti pengajian yang diselenggarakan Aman Abdurrahman).

Dari segi keilmuan dan kepemimpinan, Aman Abdurrahman adalah sosok yang disegani. Jadi sekarang bisa dibayangkan, kalau di dalam penjara saja pengaruhnya begitu besar, apalagi kalau dia di luar?

Yang di luar penjara diuntungkan, padahal mereka belum tentu besar pengaruhnya, seperti Aman Abdurrahman. Misalnya Santoso. Karena dia di lapangan, ya nampak menonjol. Tapi dia orang lapangan saja. Bukan ideologi.

Kalau secara ilmu dan kewibawaan, bahkan Abu Bakar Ba’asyir hormat kepada Aman Abdurrahman. ABB selalu menyuruh saya untuk berdialog dengan Aman Abdurrahman kalau saya berkunjung ke penjara. Saya kan beberapa kali bertemu di penjara.

Aman Abdurrahman sudah ber-bai’at ke ISIS?

Sudah. Saya sudah baca teks Aman Abdurrahman ber-bai’at ke ISIS, juga pengakuan dia dan pengakuan temannya. Di situ (LP Nusakambangan) kan ada teman dekatnya, Mustakim atau Abu Yusuf, yang juga salah satu penggerak kamp pelatihan militer di Jantho, Aceh.

Affi, teroris yang menembaki warga sipil dan polisi di serangan Jakarta, pernah jadi tukang urut dan direktur oleh Aman?

Iya. Karena saya melihat bahwa satu-satunya yang bisa men-doktrin, bisa mengurai ayat-ayat, walaupun salah, adalah Aman Abdurrahman. Dia bisa menguasai semuanya, banyak tulisannya, aktif berceramah. Ceramahnya diunggah ke website-nya, dibaca anak-anak muda. Jadi dia itu dominan. Berbahaya.

Bagaimana cara ISIS merekrut, termasuk melalui media sosial?

Jika waktu (rekrutmen) sempit maupun luas, satu jam, tiga jam, atau lima jam, tidak akan lepas dari tiga tahap.

Pertama, bangkitkan emosionalnya. Bangkitkan rasa dendam, amarah, terhadap arogansi negara kafir, misalnya AS, Israel, Rusia yang sudah menyerang negara Islam. Menyiksa dan menghina orang Islam. Dulu waktu saya di JI juga demikian. Sekarang malah lebih mudah, karena materi audio visual banyak tersedia di Internet. Yang bisa membuat calon emosional. Dulu menggunakan gambar, foto. Dengan video lebih mudah. Katakanlah proses ini satu jam.

Kedua, jika emosinya sudah bangkit, dipengaruhi. Masuk tahap bai’at. Ini pernyataan sumpah setia kepada pemimpin, yang dituju adalah pemimpin negara Islam. Bisa NII kalau dulu. JI, dan sekarang ya ISIS. Sumpah setia ini diikuti ‘hijrah’ pindah dari negara kafir ke negara Islam, yang mereka percayai.  Sekarang yang mereka percayai adalah ISIS.

Pengalaman saya, ini proses sangat mudah. Apalagi kalau calon pengikut diancam dengan ucapan, bahwa barang siapa yang mati tidak ber-bai’at, dia akan mati dalam keadaan jahiliyah. Mati kafir. Seperti Abu Jahal.

Ketiga, Setelah bai’at, apa yang harus kita lakukan? Enggakbisa kita begini saja, karena kita punya dosa, punya tanggungjawab. Kita sudah hijrah, akan mendirikan negara Islam. Maka tahapnya adalah melakukan amaliyah. Aksi nyata. Marilah berjihad. Jihadnya ada yang melakukan bom bunuh diri, ada dikirim ke front (peperangan), misalnya ke Suriah, Irak, latihan militer, ada yang merampok (fa’i) untuk membiayai aksi dan sebagainya. Tergantung perintah pemimpinnya.  

Semua dengan iming-iming kalau mati masuk surga, dijemput bidadari, dapat bidadari, diberi mahkota di kepala, diampuni dosa-dosanya, keluarganya dapat syafa’at  pengampunan dosa sampai 70 orang, dan seterusnya. Hadist-nya shoheh, tetapi penggunaannya yang menyimpang. Apalagi bunuh diri itu mati yang dibenci oleh Allah SWT. Mengapa Allah SWT melarang orang  bunuh diri dan membunuh orang lain, eh, mereka (teroris) malah melakukannya? Padahal, barang siapa membunuh satu jiwa, dia seperti membunuh semua manusia.  arena pemilik nyawa mahluk-Nya adalah Allah SWT.

Apa saran kepada orang tua dan masyarakat agar terhindari dari rekrutan kelompok seperti ISIS?

Pertama, keluarga harus solid, harus saling memiliki, jangan terpisah anak dengan orangtua, jangan hidup sendiri-sendiri. Individualis. Orang tua harus tahu di mana anaknya tinggal, kos di mana, siapa teman main, siapa guru mengajinya.

Kedua, jangan merasa aman dengan dunia maya, main game? Jangan  mengakses situs-situs radikal. Orangtua harus tahu situs apa yang dibuka anaknya.  Saya menyiapkan buku petunjuk untuk orangtua, guru dari SD sampai SMA, karena saya pengalaman dan pernah merasakan, mudah-mudahan bermanfaat.  Ini bukan buku akademis, tapi berdasarkan pengalaman. Semoga hati-hati, kalau anaknya sembunyi-sembunyi mengaji, gurunya tidak ketahuan, waspada.

Belakangan ramai soal pengikut Gafatar, ini potensi ancamannya seberapa besar?

Kalau Gafatar lebih cenderung ke kondisi ekonomi. Orang yang direkrut yang kesulitan ekonomi. Tapi kalau sudah direkrut, ada potensi mudah diajak gabung ke ISIS. Mengapa? Karena sudah “kosong”, sudah terpisah dari masyarakatnya. Mereka direkrut, dijanjikan perbaikan kondisi ekonomi. Jadi ISIS ini ibaratnya orang bertani, dia yang panen. Makanya kan masuknya secara berkelompok. Mereka punya potensi dana dan kharisma kepemimpinan.

Sebagian dari pelaku teror Jakarta, termasuk Bahrun Naim yang disebut sebagai otaknya, pernah dipenjara karena kasus terorisme juga. Deradikalisasi gagal?

BNPT baru lima tahun, seumur jagung, dananya terbatas, fasilitas terbatas, personal terbatas. Yang melakukan deradikalisasi dipenjara saja enggak sepenuhnya berhasil, apalagi  BNPT yang di luar. Harus ada sinkronisasi di antara manajemen Lapas dengan BNPT. Harus ada dana. Penjara segitu banyak? Kurang sekali kapasitasnya. Tenaga BNPT ada berapa? Keahlian?   

Orang-orang di penjara enggak mau berdialog dengan ustadz-ustadz biasa. Mereka dianggap mendukung pemerintahan yang kafir, toughut. Pernah BNPT undang ulama dari Timur-Tengah, dari Yordania, enggak berhasil. Merekrut mantan napi atau jihadis dalam program deradikalisasi akan lebih berhasil. Karena ada ikatan emosional, mereka masih mau bertemu dengan mantan jihadi. Banyak kok yang kembali. Melunak. Tapi kita enggak bisa sebut namanya, karena masalah keamanan, dia masih di dalam (penjara). —Rappler.com

BACA JUGA:

Add a comment

Sort by

There are no comments yet. Add your comment to start the conversation.

Summarize this article with AI

How does this make you feel?

Loading
Download the Rappler App!