Dewan Pers: Pemberitaan teror bom Jalan Thamrin kacau

Irham Duilah

This is AI generated summarization, which may have errors. For context, always refer to the full article.

Dewan Pers: Pemberitaan teror bom Jalan Thamrin kacau

EPA

Alih-alih memberikan informasi yang akurat, kebanyakan media di Jakarta justru menjadi ‘amplifier’ ketakutan bagi masyarakat melalui penyebaran informasi palsu teror bom Jalan Thamrin

JAKARTA, Indonesia – Peristiwa teror bom di Jalan Thamrin, Jakarta Pusat, pada 14 Januari lalu masih terus dievaluasi, termasuk dari sisi pemberitaan. Sebab tak sedikit media yang justru terjebak dalam mendulang rating dibandingkan mempertimbangkan persoalan etika jurnalistik.

Dua hari setelah peristiwa yang menewaskan 8 orang, termasuk pelaku teror bom, Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) mengeluarkan teguran kepada sejumlah lembaga penyiaran, di antaranya Metro TV, TVRI, NET TV, Trans 7, iNews, Indosiar, TVOne, dan Radio Elshinta. 

Media-media tersebut dituduh tidak melakukan konfirmasi saat tersebar isu teror ke wilayah Palmerah, Cikini, dan sejumlah tempat lainnya. Ditambah lagi, media televisi tidak melakukan sensor terhadap jenazah bom teror.

Anggota Dewan Pers, Yoseph Stanley Adi Prasetyo, menilai pemberitaan-pemberitaan terkait bom teror Jalan Thamrin sangat kacau 5 jam setelah peristiwa terjadi. Menurutnya, informasi yang tak dapat dipertanggungjawabkan sumbernya (hoax), justru disebarkan sebagian besar media tanpa proses konfirmasi dan verifikasi.

“Media seperti amplifier yang membuat masyarakat makin resah,” kata Stanley dalam sesi diskusi “Membedah Pemberitaan Terorisme Jalan Thamrin: Kode Etik atau Rating?” di sekretariat Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Jakarta di Kalibata, Jakarta Selatan, Minggu, 24 Januari.

Stanley menilai kebanyakan hoax yang disebarkan melalui media sosial atau aplikasi pesan singkat seperti WhatsApp bersumber dari orang-orang yang menginginkan kekacauan di Jakarta. Akan tetapi media massa tak mampu meredam informasi-informasi yang menyatakan ada teror bom di lokasi-lokasi lain di Jakarta. 

“Ini masyarakat malah jadi panik. Sebab ada pesan-pesan dari teroris yang kemudian dilanjutkan oleh media-media,” katanya.

Menurut Stanley, di saat pemberitaan genting tersebut semestinya kepolisian membentuk pusat media. Dari pusat media, maka informasi-informasi palsu yang berkembang di masyarakat bisa terbantahkan.

Selain itu, Stanley juga menyayangkan kalangan jurnalis yang menayangkan pemberitaan langsung tragedi teror bom Jalan Thamrin tanpa memperhatikan kode etik. Pelanggaran tersebut terdapat dari gambaran vulgar jenazah, tanpa proses editing. 

“Sebaiknya jangan siaran langsung, karena itu juga bisa membuat kegagalan operasi kepolisian menangkap para pelaku teror bom,” ujarnya.

Jurnalis yang diterjunkan ke lapangan saat peristiwa bom terjadi juga masih sangat muda, yang belum banyak mengetahui tentang kode etik. Dewan Pers mencatat dari 80.000 jurnalis yang ada di Indonesia, hanya 7.500 jurnalis yang sudah mengantongi sertifikat uji kompetensi jurnalis.

“Di sinilah peran dari perusahaan media untuk memberikan pelatihan-pelatihan kepada para jurnalisnya, terutama soal kode etik. Jangan jurnalis yang masih unyu-unyu baru lulus kuliah langsung diterjukan ke lapangan,” kata Stanley.

Produser Senior Assosiated Press Television News (APTN), Andi Jatmiko, juga menyayangkan pola kerja jurnalis di Indonesia dengan menurunkan jurnalis junior ke lapangan, apalagi untuk meliput isu-isu besar seperti terorisme. 

Sebab, di kebanyakan media internasional, yang turun langsung ke lapangan untuk meliput isu-isu terorisme adalah jurnalis senior yang sudah memiliki jam terbang tinggi di media.

“Saat liputan di Afghanistan, Irak, dan daerah-daerah konflik, yang turun itu semua jurnalis senior. Mereka stand up memberikan informasi dan bisa menyaring informasi yang layak atau tidak sesuai kaidah kode etik. Tapi di Indonesia, kebanyakan jurnalis senior lebih suka berada di balik meja,” kata Andi. 

Polda Metro siapkan aplikasi panduan peristiwa besar

Di saat bersamaan, juru bicara Kepolisian Metro Jaya Kombes Muhammad Iqbal mengakui adanya kekacauan informasi 5 jam setelah peristiwa bom terjadi. 

Iqbal juga berjanji untuk menjawab kebutuhan informasi yang akurat untuk masyarakat. Menurutnya, Polda Metro Jaya sedang menyiapkan aplikasi berbasis Android yang dapat diaskes semua warga. Informasi yang dimuat dalam aplikasi tersebut mengenai persoalan-persoalan kekinian yang menjadi perhatian masyarakat seperti kriminalitas dan lalu lintas. 

Aplikasi ini nantinya dapat menjadi pusat informasi resmi, baik bagi masyarakat maupun jurnalis bila ada peristiwa besar. —Rappler.com

BACA JUGA:

Add a comment

Sort by

There are no comments yet. Add your comment to start the conversation.

Summarize this article with AI

How does this make you feel?

Loading
Download the Rappler App!